- Beranda
- Komunitas
- Story
- Stories from the Heart
Menjaga Jodoh Orang


TS
devarisma04
Menjaga Jodoh Orang
Sore itu aku dan Si teman duduk dipinggir jalan. Tepat di sebuah kursi panjang di depan pagar. Sambil menikmati pisang goreng dan risol panas. Kami saling melepas rindu, bertukar cerita. Setelah hampir dua tahun tidak pernah bersua.
Amel adalah temanku sejak kecil. Kami berteman akrab. Karena mengeyam pendidikan di sekolah yang sama selama 12 tahun. Banyak kenangan indah yang tidak bisa kami lupakan. Meskipun ketika kuliah kami harus berbeda kota. Bukan berarti kami tidak berteman lagi.
Facebook, Wats App dan berbagai aplikasi lain. Menjadi perantara untuk kami saling bertukar khabar. Dari mulai tentang pendidikan hingga masalah hubungan dengan lawan jenis.
Dia menggenggam erat tanganku. Kala sebuah motor Scoopy abu-abu melewati kami. Aku tahu gerangan lelaki yang memboncengi perempuan bermata sipit itu. Namun aku menahan untuk tidak bertanya. Apalagi saat kutatap binar matanya yang sendu.
"Dulu, dia......" katanya berbata-bata.
Kubiarkan hangat tanganku menjalari tangannya. Aku tahu dia ingin bercerita lebih jauh. Mungkin sekedar melegakan hati.
"Ada gerangan apakah?" tanyaku
"Dulu aku tidak mengenal siapapun lelaki. Tentu kau tahu itu. Lalu seorang lelaki berwatak baik datang. Tentu ku sambut baik keinginannya yang ingin menikahiku." Dia memulai cerita.
[Semester empat aku kuliah. Dia ingin melamarku. Tapi terkendala pada mahar. Lalu dia bekerja untuk mendapatkan mahar. Kami saling mensuport satu sama lain, dalam menjalani kesibukan masing-masing.]
[Dan keadaan yang membahagiakan hati itu berlanjut hingga semester 7. Semester 7 adalah masa sulit di kampus. Diapun kebelet ingin segera menikahiku. Aku mengiyakan selama dia mau membiayai kuliahku yang sudah di penghujung ini.]
[Tapi, sepertinya iya tidak sanggup. Aku paham, tidak mudah bagi seorang buruh part time sepertinya.]

[Aku tetap di sibukkan dengan perlbagi keaadaan mahasiswa akhir. Diapun tetap dengan kesibukan kerjanya. Dan kami terus saling support. Saat itu masih ku dapati harapan besar untuk segera menikahiku.]
[Alhamdulillah, aku bisa mengikuti sidang skripsi di semester delapan. Dan aku merasa lamaranpun akan segera bertandang. Bahkan ketika sidang ku dengan gagah dia datang membawa seikat bunga mawar.]
[Setelah wisuda, aku menanti hari bahagia itu datang. Dan aku sangat yakin dia akan datang. Bagaimana tidak selama empat tahun dia sanggup menunggu. Dan kini yang dia tunggu telah tiba. Tapi, mendung tiba-tiba datang memayungi wajahku. Hingga hujan asam pun benar benar turun diiringi angin topan. Lalu memporak-porandakan relung jiwa.]
[Aku harus melihat dia menikahi perempuan lain. Aku tidak tahu apa alasan dia menelantarkan aku di sini, dengan segenap harap yang telah dia hidang. Dia menyuruhku untuk menunggunya. Tapi dia berbelok kejalan yang lain. Kini aku hanya bisa berharap semoga ada yang memungutku di jalan sepi ini.] Temanku mengakiri ceritanya dengan linangan air mata.
Aku mencoba menenangkan hatinya. Aku paham, ini sangat berat untuk amel. Apalagi setahuku Fadli adalah satu-satunya laki-laki yang dia kenal.
Aku hanya tahu hubungan mereka kandas ditengah jalan. Tanpa kutahu sebab musababnya. Karena kesibukanku dalam melanjutkan magisterku. Sebagai seorang perempuan, hatiku teriris oleh keadaan Amel. Ingin marah, bisa-bisanya sebaik temanku ini diabaikan.
"Sebenarnya aku hanya ingin tahu alasan kenapa dia meninggalkanku. Apa karena aku orang miskin?" lirihnya dengan isak yang lebih sendu.
"Sabar Mel, Tuhan punya rencana lain untukmu." Aku membiarkan kepalanya bersandar di pundakku.
Kubiarkan iya menangis dengan sepuasnya. Aku tahu selama ini, Amek hanya mengulum seorang diri. Tidak ada tempat untuk dia berbagi cerita.
Amel hanya seorang anak buruh kasar. Sedang ibunya telah lama meninggal. Selama dia menempuhkan pendidikan. Ayahnya bekerja banting tulang untuk membiayainya. Amel sosok wanita yang sabar, baik dan pekerja keras. Selama kuliah dia juga bekerja di sebuah laundry.
Akhirnya Amel berhasil sarjana. Kini sudah bekerja di sebuah instansi pemerintahan. Setangah gajinya untuk membantu sang ayah menyekolahkan adik bungsunya.
Disisi fisik, kurasa kawanku ini memiliki wajah yang lumayan cantik. Banyak lelaki yang menaruh hati padanya. Namun,selama ini Amel hanya mencoba untuk profesional dalam menaruh rasa. Cukup seorang laki-laki saja.
Namun sayang, perasaannya harus dipatah-patahkan. Mimpinya di tenggelamkan oleh rasa yang tak bermuara.
Kini, satu-satunya jalan untuk mengobati kehancuran hati yang dia rasakan adalah dengan bekerja keras. Memfokuskan pikirannya dalam bekerja. Perlahan semoga dia melupakan semuanya.
Apapun alasannya, tentu cara yang ditempuh lelaki itu salah. Semestinya berkata jujur. Jangan memberikan pengharapan yang besar.
Jika tidak ada niat, kenapa harus mengalihkan hati seseorang.
Sadis pupus merana!
Korban perasaan lebih sakit ketimbang korban hipnotis. Aku tahu kejadian seperti ini kerap di rasakan oleh segelintir orang.
Mari lebih selektif dalam berbagi rasa.
___
Amel adalah temanku sejak kecil. Kami berteman akrab. Karena mengeyam pendidikan di sekolah yang sama selama 12 tahun. Banyak kenangan indah yang tidak bisa kami lupakan. Meskipun ketika kuliah kami harus berbeda kota. Bukan berarti kami tidak berteman lagi.
Facebook, Wats App dan berbagai aplikasi lain. Menjadi perantara untuk kami saling bertukar khabar. Dari mulai tentang pendidikan hingga masalah hubungan dengan lawan jenis.
Dia menggenggam erat tanganku. Kala sebuah motor Scoopy abu-abu melewati kami. Aku tahu gerangan lelaki yang memboncengi perempuan bermata sipit itu. Namun aku menahan untuk tidak bertanya. Apalagi saat kutatap binar matanya yang sendu.
"Dulu, dia......" katanya berbata-bata.
Kubiarkan hangat tanganku menjalari tangannya. Aku tahu dia ingin bercerita lebih jauh. Mungkin sekedar melegakan hati.
"Ada gerangan apakah?" tanyaku
"Dulu aku tidak mengenal siapapun lelaki. Tentu kau tahu itu. Lalu seorang lelaki berwatak baik datang. Tentu ku sambut baik keinginannya yang ingin menikahiku." Dia memulai cerita.
[Semester empat aku kuliah. Dia ingin melamarku. Tapi terkendala pada mahar. Lalu dia bekerja untuk mendapatkan mahar. Kami saling mensuport satu sama lain, dalam menjalani kesibukan masing-masing.]
[Dan keadaan yang membahagiakan hati itu berlanjut hingga semester 7. Semester 7 adalah masa sulit di kampus. Diapun kebelet ingin segera menikahiku. Aku mengiyakan selama dia mau membiayai kuliahku yang sudah di penghujung ini.]
[Tapi, sepertinya iya tidak sanggup. Aku paham, tidak mudah bagi seorang buruh part time sepertinya.]

[Aku tetap di sibukkan dengan perlbagi keaadaan mahasiswa akhir. Diapun tetap dengan kesibukan kerjanya. Dan kami terus saling support. Saat itu masih ku dapati harapan besar untuk segera menikahiku.]
[Alhamdulillah, aku bisa mengikuti sidang skripsi di semester delapan. Dan aku merasa lamaranpun akan segera bertandang. Bahkan ketika sidang ku dengan gagah dia datang membawa seikat bunga mawar.]
[Setelah wisuda, aku menanti hari bahagia itu datang. Dan aku sangat yakin dia akan datang. Bagaimana tidak selama empat tahun dia sanggup menunggu. Dan kini yang dia tunggu telah tiba. Tapi, mendung tiba-tiba datang memayungi wajahku. Hingga hujan asam pun benar benar turun diiringi angin topan. Lalu memporak-porandakan relung jiwa.]
[Aku harus melihat dia menikahi perempuan lain. Aku tidak tahu apa alasan dia menelantarkan aku di sini, dengan segenap harap yang telah dia hidang. Dia menyuruhku untuk menunggunya. Tapi dia berbelok kejalan yang lain. Kini aku hanya bisa berharap semoga ada yang memungutku di jalan sepi ini.] Temanku mengakiri ceritanya dengan linangan air mata.
Aku mencoba menenangkan hatinya. Aku paham, ini sangat berat untuk amel. Apalagi setahuku Fadli adalah satu-satunya laki-laki yang dia kenal.
Aku hanya tahu hubungan mereka kandas ditengah jalan. Tanpa kutahu sebab musababnya. Karena kesibukanku dalam melanjutkan magisterku. Sebagai seorang perempuan, hatiku teriris oleh keadaan Amel. Ingin marah, bisa-bisanya sebaik temanku ini diabaikan.
"Sebenarnya aku hanya ingin tahu alasan kenapa dia meninggalkanku. Apa karena aku orang miskin?" lirihnya dengan isak yang lebih sendu.
"Sabar Mel, Tuhan punya rencana lain untukmu." Aku membiarkan kepalanya bersandar di pundakku.
Kubiarkan iya menangis dengan sepuasnya. Aku tahu selama ini, Amek hanya mengulum seorang diri. Tidak ada tempat untuk dia berbagi cerita.
Amel hanya seorang anak buruh kasar. Sedang ibunya telah lama meninggal. Selama dia menempuhkan pendidikan. Ayahnya bekerja banting tulang untuk membiayainya. Amel sosok wanita yang sabar, baik dan pekerja keras. Selama kuliah dia juga bekerja di sebuah laundry.
Akhirnya Amel berhasil sarjana. Kini sudah bekerja di sebuah instansi pemerintahan. Setangah gajinya untuk membantu sang ayah menyekolahkan adik bungsunya.
Disisi fisik, kurasa kawanku ini memiliki wajah yang lumayan cantik. Banyak lelaki yang menaruh hati padanya. Namun,selama ini Amel hanya mencoba untuk profesional dalam menaruh rasa. Cukup seorang laki-laki saja.
Namun sayang, perasaannya harus dipatah-patahkan. Mimpinya di tenggelamkan oleh rasa yang tak bermuara.
Kini, satu-satunya jalan untuk mengobati kehancuran hati yang dia rasakan adalah dengan bekerja keras. Memfokuskan pikirannya dalam bekerja. Perlahan semoga dia melupakan semuanya.
Apapun alasannya, tentu cara yang ditempuh lelaki itu salah. Semestinya berkata jujur. Jangan memberikan pengharapan yang besar.
Jika tidak ada niat, kenapa harus mengalihkan hati seseorang.
Sadis pupus merana!
Korban perasaan lebih sakit ketimbang korban hipnotis. Aku tahu kejadian seperti ini kerap di rasakan oleh segelintir orang.
Mari lebih selektif dalam berbagi rasa.
___
Diubah oleh devarisma04 31-08-2020 14:42






g3nk_24 dan 2 lainnya memberi reputasi
3
1.3K
21


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan