SerbaEmpatAvatar border
TS
SerbaEmpat
Pengalaman bodoh saat mendaki....
Bagaimana jadinya jika kalian yang suka mendaki tetapi masih amatir nekat mendaki tanpa persiapan yang matang dan melupakan sesuatu yang cukup penting saat mendaki ? jika kalian membaca tulisan gua ini, kejadiannya baru kemaren.



Jadi tanggal 15 Juli 2020 kemaren, aku beserta dengan 6 temenku yang rata rata diantara mereka masih amatir, mendaki Gunung Abang. Gunung Abang terletak di Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli, Provinsi Bali. Seminggu sebelum mendaki kami sudah menyisihkan jadwal dan membuat rencana untuk mendaki. Dari merencanakan ingin naik apa sampai dengan mau menggunakan pakaian apa kami memperhitungkan semua itu. Singkat cerita jam sudah menunjukkan pukul 02.00 dini hari. Aku yang masih di rumah mempersiapkan barang-barang bawaan dijemput oleh 2 temenku diantaranya Pandji dan Sid. "Satu ja bawa motor?", tanyaku pada mereka berdua. "Iya juga kumpul di rumah Sid dulu, deket peh cengtri jak gak ada polisi juga jam segini", sahut Pandji dengan santainya. Setelah ijin sama orangtua dan sembahyang untuk memohon keselamatan kami pun berangkat ke rumah Sid untuk menunggu yang lainnya. 

Setelah sampai di rumah Sid aku langsung rebahanYaa sedikit demi sedikit akhirnya pada dateng semua. Mulai dari Tu Adi, Gs, Budi, dan yang paling ngaret siapa lagi kalo bukan Panji. Oiya btw Panji sama Pandji beda orang ya hehe. Pukul 03.00 semua sudah terkumpul dan kami bertujuh langsung berangkat ke Gunung Abang. Kami berangkat naik mobil kebetulan Sid udah ijin dari jauh-jauh hari mau make mobil. Panji nyetir, Sid baca map, sisanya mimpi indah. Dalem hati Si Panji udah bisa ketebak dah dia ngomong apa, "anjing koe semua".

Singkat cerita kami sudah sampai di Gunung Abang. Kami semua keluar dari mobil untuk menghirup seberapa segar udara kaki Gunung abang di jam 4 pagi. Yap seperti dugaan, sangat segar hingga menembus pakaian yang kami pakai. Sebelum memulai pendakian kami bertujuh sembahyang terlebih dahulu di pura yang ada di bawah Gunung Abang agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. "Habis satu batang langsung dah naik", kata Pandji sambil menghidupkan sebatang rokok. "Anjinglah mau mendaki lu malah nyebat", saut Pandji. 

{thread_title}

Oke kita percepat sedikit, kita pun memulai pendakian, dipimpin oleh Tu Adi kemudian GS, Sid, Pandji, aku, Budi, dan Panji yang paling belakang. Karena kami tidak mencari sunrise, jadi kami sedikit santai saat mendaki lagian gak ada yang dikejer juga. Sambil menghidupkan speaker kecil Tu Adi menghidupkan lagu nosstress(salah satu band dari Bali). "Anjay lagu gunung", kataku. "Ooo ini lagu gunung ya ? wkwkwkwk", sahut Pandji sambil tertawa kecil. "Biar ada vibes mendakinya dikit", sahut Tu Adi. Belum lama perjalanan, aku udah ngerasa agak sakit dibagian kaki, "Gimana? masa segini doang udah capek", ejek Panji. "Tai, lu ngeremehin gua? mana ada cuma segini capek", balasku tak terima. "Bahh gimana bule nya ni belum pos 1 udah capek", kata GS bercanda. "Peh aku bisa joging ni naek", Sid ikut masuk dalam percakapan. Dan setelah bersusah payah menahan rasa sakit di kaki, aku dan 6 lainnya nyampe di pos 1. "Parah ke pos 1 aja dah jauh gini gimana ke puncak?", kataku sambil terengah-engah. "Noob, bule apa ni gak kuat mendaki", ejek Pandji. 

Jadi kebetulan waktu itu style rada-rada kayak bule gitu, baju basket, hoodie, celana panjang, kacamata, sepatu, bandana, yaa udah kayak rapper gitu lah wkwkwkkw. Sampai di pos 1 kami disuguhkan oleh pemandangan yang luar biasa indahnya, tepat jauh di seberang kami terlihat Gunung Batur yang menjulang tinggi, kami pun mengeluarkan kompor kecil untuk menyeduh kopi. 

{thread_title}

"Cheers dulu boss", kata Panji semangat. Wahhhhh bisa dibayangkan suasana saat itu, di atas gunung, duduk, sambil ngopi, sangat-sangat nikmat. "We bantu ne bersih-bersihin!!", Sid sedikit berteriak. "Kotor gelasnya, apa pake bersihin ni?, tambah Sid. "Makanya, ini dah fungsi lain dari bandana", sahutku tiba-tiba. "Masker?", tanya semua sambil memandangku. "Lap", sahutku lagi. Seketika semua tertawa karena joke recehku tersebut padahal kalo diinget-inget kagak lucu, cuma kemaren lucu kwkkwkwkwkwk. Dan setelah selesai beres-beres kami pun melanjutkan perjalanan ke pos 2. Tu Adi kembali memimpin sembari memutar lagu Feast, seketika semangat kami membara untuk sementara waktu. Dan saat perjalanan ke pos 2, aku yang semangat, tiba-tiba mulai lelah lagi.

"Masih jauh gk pos 2?", tanyaku. "Dah deket nii", jawab Sid ngawur. Sambil nahan rasa sakit di lutut, gua paksain ni kaki biar sampe di pos 2. "Saya lelah sekali", celetukku sambil meniru logat bule. "Di Brazil tidak ada yang seperti ini", tambahku. "Mister lelah mister?", "Masak orang Brazil gak kuat mendaki", entah siapa yang berbicara. "Saya dulu biasanya manjat patung Rio de Janero", kata ku melawak. Beberapa lawakan telah terlewati, nafas sudah mulai habis, lutut lesu, dan tiba lah kami di pos 2 Gunung Abang. 


Dan ternyata pos 2 di Gunung Abang lebih tinggi daripada Gunung Batur, "Gila sih pantes aja waktu ni mendaki Gunung Batur gak secapek ini", kataku sedikit mengeluh. Kamipun beristirahat di pos 2 sembari makan roti yang di bawa Budi. Disinilah kami baru sadar, ternyata yang membawa bekel makan cuma Budi doang. Ini sedikit percakapan bodoh di pos 2.


Quote:


Setelah 30 menit beristirahat akhirnya kami melanjutkan perjalanan dari pos 2 menuju ke puncak. Disinilah rasa lapar kami diuji. Singkat cerita kami tidak singgah di pos 3 karena tempatnya cukup kecil dan berupa tanjakan juga, dan benar saja, kami semua kelaparan di tengah jalan. "We gila kalo ada warung disini sumpah langsung belanja", kata Pandji. "Makanya kan tadi tak bilang bawa mie nya, malah diem", kata Panji. "Semangat lutut, u can do it", kataku menyemangati lututku yang sudah diambang batas. "Coba aja ada buah dah, stroberi kek, apel boleh juga", kata Pandji yang sangat-sangat kelaparan. "Mana ada Ndji, hutan hujan ni lumut baru ada", kataku membalas. 

Saking lelahnya grup kami sampai terpisah menjadi 2 kelompok. Tu Adi, Sid, GS, dan Panji sudah di depan sedangkan Aku, Pandji, dan Budi masih di belakang sambil beristirahat sedikit. Kami bertiga jalan sedikit demi sedikit sambil kadang-kadang berteriak untuk memastikan mereka berempat masih di depan. Akhirnya kami semua berkumpul di batang kayu yang tumbang di perjalanan, yahh untungnya mereka berempat nungguin kami bertiga hadehhh. "Ntar kalo udah sampe bawah sumpah aku mukbang", celetuk Pandji tiba-tiba. "Liat ne bule nya udah gk bisa berkata-kata lagi wkwkwkkw", kata GS mengejekku. "Sumpah sakit kali ni kaki", kataku lesu. Sesudah itu kamipun mulai bergegas untuk siap-siap naik ke puncak. Kelompok kembali terbagi menjadi 2, tapi kali ini Budi berada di kelompok depan dan Panji yang bisa dibilang sudah berpengalaman dalam mendaki berada di kelompokku untuk jaga-jaga kalau terjadi apa-apa. 

15 menitan kami berjalan, tiba lah kami di obstacle yang cukup berbahaya, jalannya menanjak dan dilumuri oleh lumpur yang membuat jalan itu sangat licin. Aku pun mulai jalan duluan dan harus merangkak dikarenakan sangat licin. Yap bisa ditebak, aku pun terpeleset dan untungnya aku menahan dengan lututku. Akhirnya aku bisa naik dan membantu Pandji untuk naik. Tiba lah giliran Panji, dia yang berusaha tanpa bantuan tangan pun akhirnya ikut terpeleset dan nyaris jatuh ke jurang. "We Njiii !", teriakku dan Pandji melihat Panji yang terpeleset. "Sante, bisa-bisa", kata Panji seolah terlihat tenang. Setelah itu kami pun melanjutkan perjalanan ke puncak, aku pun mencoba teriak untuk memastikan, 


"Woi udah di puncakk?!!". "Udahhh cepet naekk", kata seseorang dari atas. Dan benar saja puncak pun akhirnya terlihat. Ada pura dan juga seperti ada deck kayu diatas. Tanpa pikir panjang aku langsung lari menghampiri mereka. "Wahhhh gilaaakk akhirnya nyampee!!", kataku semangat. Semua akhirnya beristirahat sambil menaruh barang bawaan. "Nah sekarang permasalahannya semua laper", kata Tu Adi. "Sial baru inget bekel dah abis semua", kata Pandji. Airpun hanya tersisa sangat sedikit, dan kami membaginya sama rata. "Gini rasanya balik zaman dulu ya", kata Pandji. "Baru kali ini uang gk ada harganya sama sekali", Tu Adi menambahkan. Udah nyampe puncak, lesu, capek , laper, eh gak ada yang bawa makanan sama sekali sialan. Tapi tak apa, jadikan semua ini sebagai pengalaman, ketiba-tibaan ini mungkin maksud tuhan untuk kami supaya lebih menghargai makanan, karena memang dipuncak sana uang tidak ada harganya, padahal kami semua membawa uang untuk dibelanjakan.




Maaf jika ada salah pengetikan atau kata-kata yang tidak berkenan,sorry masih amatir cuma mau bagi pengalaman aja sih sebenernya. Padahal udah lumayan sering mendaki, cuma baru kali ini bisa-bisanya semua pada lupa bawa bekel, ya kira kira ini poto kita dipuncak. Jangan pernah kapok untuk mendaki

Pesan moral yang bisa kita ambil dari kejadian ini:
-Semangat boleh, pikun jangan.






belangliciousAvatar border
belanglicious memberi reputasi
1
722
5
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan