Kaskus

Entertainment

sampaitahuAvatar border
TS
sampaitahu
Apa yang sebenarnya terjadi pada kasus Pembobolan BNI 1,7Triliun ?
Maria Pauline Lumowa Ngaku Dulu Dijebak Bobol 1,7 Triliun Bank BNI, Kelahiran Sulut Jadi WN Belanda

TRIBUNMANADO.CO.ID - Diburu selama 17 tahun, Akhirnya Maria Pauline Lumowa di bawa pulang pemerintah Indonesia.

Maria Pauline Lumowa menjadi buron karena menjadi pelaku kasus pembobolan Bank BNI sebesar Rp 1,7 Triliun tahun 2002 silam.

Maria Pauline Lumowa diamankan di Serbia dan segera dipulangkan ke Indonesia pada Kamis (09/07/2020) siang ini.

Rustika Herlambang, Direktur Komunkasi Indicator yang sebelumnya merupakan jurnalis Media Indonesia sempat mewawancarai Maria Pauline Lumowa.

Ia menceritakan kisahnya saat mewawancarai Maria Pauline Lumowa ketika masih menjadi buron beberapa tahun yang lalu.

Pertemuan dilakukan di Singapura dengan suasana yang santai dan seolah tidak ada apa-apa, sedangkan di Indonesia Maria Pauline Lumowa merupakan salah satu buron yang sangat dicari saat itu.

Menceritakan persepsi dari Maria Pauline Lumowa bahwa dirinya kaget ketika sekretarisnya memberitahu bahwa rekeningnya diblokir karena diblack list sebagai salah satu pembobol rekening Bank BNI.

Pada saat lakukan wawancara, Maria Pauline Lumowa merasa dijebak dan sempat memberikan beberapa nama, serta alasan kenapa dirinya bisa dijebak.
Pada saat itu, Maria Pauline Lumowa mengatakan sudah ingin mengklarifikasi semuanya karena baginya sangat berat.

Persepsinya sebagai orang yang religius namun mendapatkan suatu cap pembobol bank dan buron.
Pada saat itu, sebetulnya Maria Pauline Lumowa merasa sudah ingin menceritakan semuanya secara jelas, tetapi ia merasa bahwa seperti ada “dijebak”.

Maria Pauline Lumowa juga mengatakan sebenarnya ia memiliki niat baik, dirinya bersedia diperiksa.
Namun ia mau diperiksa di Singapura dengan bantuan pengacara.
Akan tetapi niat tersebut ditolak.
Ia merasa sudah tidak ada harapan dan ingin kembali ke Belanda.

Kronologi kasus

Maria Pauline Lumowa, adalah salah satu buronan Indonesia sejak tahun 2003.
Ia melakukan pembobolan kas Bank BNI senilai Rp 1,7 triliun.
Maria Pauline merupakan pemilik dari PT Gramarindo Mega Indonesia.
Kasusnya dengan BNI berawal dari Oktober 2002 hingga Juli 2003.

Pada saat itu, PT Gramarindo Group, perusahaan yana ia miliki, mendapatkan pinjaman dana dari BNI sebesar Rp 1,7 triliun.
Dana tersebut didapatkan melalui Letter of Credit L/O fiktif.

Aksi PT Gramarindo Group diduga mendapat bantuan dari 'orang dalam' karena BNI tetap menyetujui jaminan L/C dari Dubai Bank Kenya Ltd., Rosbank Switzerland, Middle East Bank Kenya Ltd., dan The Wall Street Banking Corp yang bukan merupakan bank korespondensi Bank BNI.

Pada Juni 2003, BNI curiga dengan transaksi keuangan PT Gramarindo Group tersebut, atas dasar penyelidikan, PT Gramarindo Group tidak pernah melakukan ekspor.

Dugaan L/C fiktif ini kemudian dilaporkan ke Mabes Polri.

Pada September 2003, atau sebulan sebelum ditetapkan sebagai tersangka, dirinya telah lebih dahulu terbang ke Singapura.Sejak saat itu dia menjadi buronan.

Penolakan Ekstradisi di Belanda

Perempuan kelahiran Paleloan, Sulawesi Utara tersebut juga diketahui merupakan warga negara Belanda.
Ia pun juga sering diketahui bolak-balik Belanda – Singapura.

Pemerintah Indonesia sempat mengajukan proses ekstradisi ke Pemerintah Belanda pada tahun 2010 dan 2014.
Namun, usaha tersebut mendapatkan penolakan dari Belanda.
Pemerintah Belanda justru memberikan opsi agar Maria Pauline disidangkan di Belanda.

Ditangkap di Serbia

Pada 16 Juli 2019, Maria Pauline ditangkap oleh NBC Interpol Serbia di Bandara Internasional Nikola Tesla, Serbia.

Berkat hubungan yang baik antara Indonesia dan Serbia, Pemerintah Indonesia berhasil melakukan ekstradisi Maria Pauline ke Indonesia.

Sempat mendapat gangguan

Pemulangan buronan pembobol Bank BNI Maria Pauline Lumowa dari Serbia, sempat mendapat 'gangguan', karena pemerintah Indonesia belum memiliki perjanjian ekstradisi dengan pemerintah Serbia.

Namun, menurut Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly, gangguan itu berhasil dilewati setelah dengan sejumlah pendekatan dengan para pejabat tinggi Serbia.

Pemerintah Serbia, kata Yasonna, akhirnya tegas pada komitmennya untuk mengekstradisi Maria Pauline Lumowa ke Indonesia.

"Indonesia dan Serbia memang belum saling terikat perjanjian ekstradisi, namun lewat pendekatan tingkat tinggi dengan para petinggi Pemerintah Serbia dan mengingat hubungan sangat baik antara kedua negara, permintaan ekstradisi Maria Pauline Lumowa dikabulkan," ujar Yasonna.

"Sempat ada upaya hukum dari Maria Paulina Lumowa untuk melepaskan diri dari proses ekstradisi, juga ada upaya dari salah satu negara Eropa untuk mencegah ekstradisi terwujud," ujar Yasonna menambahkan.

Lebih jauh, Yasonna mengungkapkan, dukungan yang diberikan Presiden Serbia dalam proses ektradisi tersebut.

"Dalam pertemuan kami, Presiden Serbia Aleksandar Vucic juga kembali menggaris bawahi komitmen tersebut. Proses ekstradisi ini salah satu dari sedikit di dunia yang mendapat perhatian langsung dari kepala negara.

Di sisi lain, saya juga sampaikan terima kasih dan apresiasi tinggi kepada Duta Besar Indonesia untuk Serbia, Bapak M. Chandra W. Yudha, yang telah bekerja keras untuk mengatur dan memuluskan proses ekstradisi ini," tuturnya.

Yasonna juga menyebut ekstradisi Maria Pauline Lumowa tak lepas pula dari asas resiprositas (timbal balik) kedua negara.

Sebelumnya, Indonesia sempat mengabulkan permintaan Serbia untuk mengekstradisi pelaku pencurian data nasabah Nikolo Iliev pada tahun 2015.

Maria Pauline Lumowa merupakan salah satu tersangka pelaku pembobolan kas bank BNI cabang Kebayoran Baru lewat Letter of Credit (L/C) fiktif.

Pada periode Oktober 2002 hingga Juli 2003, Bank BNI mengucurkan pinjaman senilai 136 juta dolar AS dan 56 juta Euro atau sama dengan Rp 1,7 Triliun dengan kurs saat itu kepada PT Gramarindo Group yang dimiliki Maria Pauline Lumowa dan Adrian Waworuntu.

https://manado.tribunnews.com/amp/20...landa?page=all

Kasus Maria Lumowa Sempat Seret Wiranto Jelang Pilpres 2004

TEMPO.CO, Jakarta - Tersangka kasus pembobolan Bank BNI, Maria Lumowa diekstradisi dari Serbia. Buronan 17 tahun ini tiba bersama delegasi Kementerian Hukum dan HAM yang dipimpin Menkumham Yasonna Laoly.
"Kami telah secara resmi menyelesaikan proses handing over atas penyerahan buronan atas nama Maria Pauline Lumowa dari pemerintah Serbia," kata Yasonna dalam keterangan tertulis, Kamis, 9 Juli 2020.

Kasus pembobolan Bank BNI yang didalangi Maria Lumowa dan rekannya, Adrian Waworuntu pada 2002 lalu sempat menyeret nama mantan Panglima ABRI Jenderal (Purn) Wiranto. Ketika itu, Wiranto tengah mengikuti rangkaian konvensi Partai Golkar untuk menjadi calon presiden di Pemilu 2004.

Menurut catatan Majalah Tempo, adalah Edy Santoso, bekas kepala pelayanan nasabah luar negeri Bank BNI Kebayoran Baru, Jakarta Selatan yang menyebut nama Wiranto. Pengakuan dibuat ketika Edy telah menjadi tersangka dan ditahan atas pemberian kredit dari BNI kepada perusahaan Maria, PT Gramarindo Group.
Lewat surat di atas tiga lembar kertas yang ditulis dari ruang tahanan Markas Besar Polri, Edy mengaku tergiur menyalurkan surat kredit fiktif karena diiming-imingi jabatan direktur Bank BNI jika Wiranto terpilih sebagai presiden.
Apa yang sebenarnya terjadi pada kasus Pembobolan BNI 1,7Triliun ?

Apa yang sebenarnya terjadi pada kasus Pembobolan BNI 1,7Triliun ?

Pengakuan Edy pada akhir tahun 2003 itu membuat gempar jagat politik nasional. Apalagi bintang Wiranto sedang moncer-moncernya. Dalam prakonvensi Golkar, bekas ajudan Soeharto itu menempati urutan ketiga setelah Surya Paloh dan Aburizal Bakrie. Bahkan ia disebut-sebut saingan terberat Megawati Soekarnoputri dalam Pemilu 2004.

Edy mengaku diiming-imingi jabatan direktur Bank BNI oleh Adrian Waworuntu dan Maria Lumowa. Menurut dia, Adrian dua kali mempertemukannya dengan Wiranto. Pertemuan pertama terjadi di kantor Wiranto di Jalan Teluk Betung, Jakarta Pusat pada Maret 2003.

Adapun pertemuan kedua berlangsung di rumah Adrian di kawasan Kemang, Jakarta Selatan. Edy menyebut beberapa petinggi partai juga hadir di pertemuan itu. Ada juga Direktur PT Gramarindo Ollah Abdullah Agam dan Direktur PT Tri Ranu Caraka Pasifik, Jeffrey Baso yang kelak ikut jadi tersangka.

Menurut Edy, dalam pertemuan kedua inilah topik pembicaraan menukik ke masalah pencalonan Wiranto di Pilpres 2004. Saat itu Wiranto mengaku siap menjadi calon presiden. Hanya saja, dia terkendala dana kampanye. Adrian dan Maria, kata Edy, menyanggupi menggalang dana kampanye Wiranto.

Rumor keterlibatan Wiranto mengemuka sejak polisi menangkap beberapa tersangka. Wiranto disebut-sebut terlibat jual-beli rumah manajer kampanyenya, Tito Sulistio. Pada sekitar akhir Juni 2003, Tito melakukan transaksi penjualan rumah kepada Maria Lumowa.

Wiranto membantah tuduhan keterlibatan. Kabar tak sedap itu disebutnya bohong belaka dan bagian dari persaingan berebut kursi RI 1. Wiranto tak membantah pertemuan-pertemuan yang disebutkan Edy. Sebagai capres, ia mengaku bertemu ribuan orang.

Namun Wiranto menampik mengenal Edy. Yang dikenalnya hanya Adrian Waworuntu, teman satu klubnya di Harley Davidson. "Itu pun pertemuannya jarang," kata Ray Abikusno, pengacara Wiranto, dikutip dari Majalah Tempo edisi 1 Desember 2003.

Adapun Wiranto mengatakan tidak menerima atau menggunakan dana yang tidak sah untuk menggalang kampanye. "Surat yang dibuat Edy Santoso amat tendensius," kata Wiranto dalam acara jumpa pers di Hotel Sheraton Bandara Soekarno-HAtta, Jakarta, pada medio November 2003.

https://www.google.com/amp/s/nasiona...g-pilpres-2004

Dari Dicky Iskandar Dinata sampai Ismoko

Beberapa perusahaan terkait dalam kasus pembobolan dana Rp 1,7 triliun itu juga ditelisik, antara lain PT Gramarindo Mega Indonesia dan anak perusahaannya Triranu Caraka Pasifik. Pengelola Gramarindo antara lain Ollah Abdullah Agam, sedangkan Direktur Utama Triranu Caraka Pasifik adalah Jeffrey Baso.

Kasus itu juga  menyeret PT Brokolin Internasional. Bankir gaek Dicky Iskandar Dinata adalah Pimpinan Eksekutif Brokolin Internasional  juga menerima aliran dana dari Gramarindo.

Dicky dibekuk polisi pada Mei 2005. Dia dituduh melakukan pencucian uang dari hasil pembobolan BNI Cabang Kebayoran Baru melalui L/C fiktif itu.

Menariknya, tiga orang pemilik saham Brokolin juga pemilik Gramarindo, perusahaan yang disebut-sebut memperoleh dana Rp 1,7 triliun. Mereka  adalah Pauline Maria Lumowa, Adrian Waworuntu, dan Jeffry Baso.

Dalam sidang, Dicky mengaku tak mengetahui aliran dana dari L/C fiktif itu mengalir ke rekening perusahaannya. Bekas Wakil Dirut Bank Duta dan juga bekas narapidana kasus valuta asing--skandal Bank Duta mengaku diperdaya oleh pemegang saham PT Brocolin Internasional yakni Maria Pauline Lumowa, Adrian Waworuntu, Jeffrey Baso yang memasukkan dana yang dinyatakan berasal dari pencairan LC fiktif tersebut sebagai setoran modal pemegang saham perusahaan.

Atas kasus ini,  22 Februari 2005, Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan mengganjar mantan Dirut PT Brocolin International Dicky Iskandar Dinata ini dengan vonis 20 tahun penjara dan kewajiban membayar uang pengganti sebesar Rp 800 miliar.

Dicky yang tak lain cucu pejuang Otto Iskandar Dinata ini terbukti melakukan korupsi pada pembobolan dana Bank BNI. Hanya pada 28 November 2015, Dicky meninggal di Rumahsakit Pertamina. Tak jelas, apakah negara sudah menagih kewajiban Dicky atas vonis pengadilan untuk pembayaran Rp 800 miliar atas L/C fiktif itu ke Dicky.

Lantas bagaimana dengan tersangka lainnya?

Catatan KONTAN, dari kasus tersebuy,  Adrian Herling Waworuntu menjadi koruptor di Indonesia yang dijatuhi hukuman paling lama yaitu penjara seumur hidup atas kasus pembobolan BNI lewat L/C fiktif sebesar Rp 1,7 triliun ini.

Dengan hukuman ini, Adrian harus mendekam di balik jeruji besi sampai meningal dunia. Pria kelahiran Tomohon, Sulawesi Utara, pada 26 Juni 1951 itu membobol BNI cabang Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, pada awal 2003 dengan bendera PT Sarana Bintan Jaya.

Adapun, tersangka pembobolan Bank BNI melalui L/C fiktif lainnya Jeffrey Baso. Ia divonis 7 tahun penjara dengan denda Rp 200 juta.

Kasus pembobolan BNI juga turut menyeret mantan Direktur Kriminal Khusus Mabes Polri Brigadir Jenderal Samuel Ismoko. Ismoko  telah dibebaskan dari tahanan pada Kamis, 8 Februari 2007.

Pembebasan Ismoko  sesuai dengan keputusan Pengadilan Tinggi Jakarta yang mengurangi hukuman Ismoko dari 18 bulan menjadi 13 bulan atau berkurang lima bulan.

Ismoko dihukum 18 bulan penjara oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada September 2003. Ketika itu, dia dinyatakan terbukti melanggar pasal 11 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi karena menerima uang Rp 250 juta dari Bank BNI.

Komjen Pol Suyitno Landung (2006). Mantan Kabareskrim Komjen Pol Suyitno Landung divonis 1 tahun 6 bulan penjara terkait kasus pembobolan Bank BNI. Menjadi tersangka pada 3 Juni 2005, Suyitno juga dinonaktifkan dari jabatan sebagai Kabareskrim dan hanya menyandang status Perwira Tinggi (Pati) Mabes Polri.

Selain Ismoko dan Suyitno Landung, kasus pembobolan BNI Rp 1,7 triliun itu juga menyeret Kepala Unit Tiga Serse Ekonomi Mabes Polri Komisaris Besar Polisi Irman Santoso.  Dalam kasus ini, Irman dijatuhi hukuman dua tahun delapan bulan penjara serta denda Rp 150 juta

Selain mereka, adik Marie Pauline Lumowa, yakni  Adrian Pendelaki Lumowa yang  merupakan Dirut PT Magnetik Usaha Indonesia, yang divonis 15 tahun penjara.

Lantas, ada Wayan Saputra Merupakan mantan Kepala Divisi Internasional BNI, telah divonis 5 tahun penjara.

 Aan Suryana yang merupakan Quality Assurance Divisi Kepatuhan Bank BNI Kantor Besar mendapatkan vonis 5 tahun penjara

Sementara Edy Santoso Mantan Kepala Customer Service Luar Negeri BNI Kebayoran mendapatkan vonis penjara seumur hidup.

Dan, Ollah Abdullah Agam, mantan Direktur PT Gramarindo Mega Indonesia, dengan vonis 15 tahun penjara.

Serta, Titik Pristiwati Mantan Dirut PT Bhinnekatama divonis 8 tahun penjara.

Ada juga nama Richard Kountol,  matan Dirut PT Metranta, yang menerima vonis selama 8 tahun penjara.

Lalu, ada  Aprilla Widhata Mantan Dirut PT Pantripros yang mendapatkan vonis 15 tahun penjara.

Dari  11 orang yang terlibat dalam kasus pembobolan Bank BNI Rp 1,7 triliun, hanya Maria Pauline  yang sukses melarikan diri, sebulan sebelum penetapan tersangka.  

https://nasional.kontan.co.id/news/j...libat?page=all

Menurut kalian mengapa Wiranto tidak disidangkan? Sedangkan menurut Edy Santoso yg dipenjara seumur hidup menyeret namanya, kenapa Edy santoso harus berbohobg pdhl ttp mndapat penjara seumur hidup.

Kedua apa alasan maria pauline yg sudah berstatus warga negara Belanda sejak 1979 mau mendukung Wiranto di pilpres yg tidak ada hubungannya dengan dia.
Ia mengaku hanya meminjam 40juta dolar bukan 139juta dolar. Darimana angka tsb dpt keluar? Sdgkn Maria berkata punya jaminan di tabungan sebesar 17,9juta dolar.

KENAPA BNI MAU MEMINJAMKAN 139JUTA DOLAR KEPADA MARIA YG HANYA PUNYA JAMINAN UANG 17,9 JT DOLAR? Dan ia berstatus WN Belanda apa yg menjadi dasar BNI bs mengeluarkan 139juta dolar tsb?

Diubah oleh sampaitahu 12-07-2020 18:26
0
902
1
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan