- Beranda
- Komunitas
- Story
- Stories from the Heart
"dari Aku yang Selalu Berusaha Bahagia"


TS
nadiaalburhani
"dari Aku yang Selalu Berusaha Bahagia"
Nayatanya sesak didada
Mengupayakan segalanya
Namun tampak selalu salah adanya
Aku tak pernah menginginkan lebih dari biasa
Cukup sederhana dan saling menghargai saja
------
------
Aisyah nama panggilanku sejak aku terlahir di dunia, kedua orang tuaku menyelipkan sebuah nama dengan besar harapan aku bisa berguna, meskipun hidup jarang tak mendukung dan nasib baik selalu ditikung.
Awal pertemuanku dengan Mas Rangga adalah sebuah keputusan Tuhan yang aku anggap paling baik, mencintainya adalah kesempatan tetindah yang pernah aku punya, sebab debar indah itu delalu aku rasa sejak kehadirannya.
Mas Rangga adalah atasanku sekaligus pemilik perusahaan tempat dimana aku mencari nafkah untuk keluargaku, selain tampan dan berwibawa, dia juga sangat ramah dan santun, hidup yang sederhana selalu dia tampakkan dengan gaya hidup yang tidak berlebihan, penampilan yang cukup biasa namun tetap elegan.
-----
-----
Sore sepulang meeting, kami bermaksud untuk makan malam bersama, setelah sekian lama kami disibukkan dengan berbagai macam pekerjaan yang menuntut kami untuk kerja extra, kami kesampingkan terlebih dahulu urusan pribadi demi mencapai sesuatu yang lebih baik.
"Aisyah, Mas lihat kamu suntuk sekali, ada masalah denganmu yang sengaja ditutupi dari, Mas?", tanyanya seolah mengintrogasi, itulah kebiasaanya yang selama ini selalu berusaha keras untuk memastikan bahwa aku sedang baik-baik saja dan tetap selalu tersenyum indah melewati hari-hariku bersamanya,
"Aisyah baik-baik saja, Mas, mungkin karena lelah saja", jawabku ringan
"Mas, begitu memahamimu, kapan kamu sedang baik-baik saja atau tidak, tolong katakan pada, Mas, apa sebenarnya yang sedang kamu alami atau rasakan yang tidak Mas ketahui ?, tolong jujur, sayang", pintanya dengan nada memohon, tiba-tiba dia minggir dan berhenti tepat dipinggir tol arah kami menuju restaurant tempat biasa kami makan bersama,
Belum sempat aku menjelaskan dan bahkan sebenarnya aku berat untuk menjelaskan padanya, tiba-tiba handphoneku berdering, bunyi dering dari Ibu rupanya, aku angkat telpon terlebih dahulu dan meminta ijin pada Mas Rangga, selain aku takut ada yang penting, aku memang tidak pernah mengabaikan telphone dari Ibuku, mengingat Ibuku yang di Kampung, sementara aku di Ibu Kota berjuang untuk masa depan yang lebih baik, demi kebahagiaan Ibu, aku rela jauh darinya meskipun hati sakit dan dada terus sesak, beban itu begitu sulit untuk aku hadapi, namun aku tidak punya pilihan yang lain,
------
------
"Aisyah, kita duduk ditempat biasa aja yaa, atau kamu mau cari suasana baru ?", tanya Mas Rangga yang terus berusaha mengikuti keinginanku,
"Di tempat biasa aja, Mas"
"Gak mau cari suasana baru, didekat taman gitu, biar kamu bisa menikmati gemercik air dan menghilangkan sejenak rasa penat dan lelahmu, disana jauh lebih sunyi, Mas, rasa cocok untuk kamu bercerita",
Aku hanya mengikuti apa maunya Mas Rangga, setidaknya upayanya tidak merasa diabaikan walaupun suasana hatiku benar-benar tidak karuan, aku yang sedang dilema, mengingat perkataan Mamanya Mas Rangga tadi siang yang memintaku untuk menjauhinya, sungguh itu adalah kenyataan paling pahit yang sedang aku alami saat ini, betapa tidak, kami sudah berpacaran tiga tahun lamanya, selama ini kami tidak pernah berselisih paham, kami sudah benar-benar merasa nyaman dan seolah tidak terpisahkan.
"Aisyah, jika kamu benar-benar wanita baik-baik, tolong jauhi Rangga, kamu tidak pantas bersanding dengan anakku, kami keluarga konglomerat sementara kamu berasal dari keluarga melarat, apa kamu mau dicap sebagai wanita matre?", kalimat itu terus terngiang ditelingaku, membuat ingin berteriak, kepada siapa aku harua bercerita, sementara kepada Mas Rangga pun itu sebuah kemustahilan, Mamanya Mas Rangga mengancamku, jika aku berani menceritakan itu semua pada Mas Rangga, maka taruhannya adalah pekerjaanku, sementara aku masih membutuhkan itu, demi Ibuku dan adek-adekku.
-----
-----
"Lagi makan malam, Ma, sama Aisyah, kapan-kapan Rangga akan ajak Aisyah untuk bisa bertemu dengan Mama", jawab Mas Rangga terhadap Mamanya melalui handphone, "dia cantik lho, Ma, baik dan solehah pula", sambung Mas Rangga, dia tidak tahu bahwa kami sudah berjumpa, kesan pertama yang begitu menyayat dan meluluh lantakan seluruh ruang isi hatiku, bahkan mungkin hidup dan masa depanku, yang selama ini aku impikan dan sudah aku susun indah bersama Mas Rangga,
Aku memang belum pernah berjumpa dengan orang tuanya Mas Rangga, karena mereka tinggal diluar Negeri dan memiliki perusahaan disana pula, Mas Rangga memang sungguh beruntung, dibandingkan diriku yang serba terbatas, tak salah jika Mamanya Mas Rangga bilang kami tidak cocok, ibarat langit dan bumi, jika keduanya bersatu, maka hancurlah semua isinya, musnah semuanya dan sirna segalanya, namun iyakah kisahku akan se tragis itu, "konglomerat vs wong melarat".
Makan malam kala itu sungguh hambar, bagai sayur tanpa garam, sebab aku tak lagi memiliki keberanian bersikap lebih, aku tak ingin luka itu makin menusuk kerelung dada yang terdalam, sakit itu tak sanggup aku bayangkan, sebab memimpikannya pun belum pernah, apalagi sampai menjadi nyata.
-----
-----
"Selamat pagi sayang", sapa Mas Rangga yang datangnya lebih pagi dariku, dia yang tidak tau apa alasannya berada diruanganku membuat moodku semakin tak menentu,
"Pagi, Mas",
"Senyumnya mana?,
"Pagi, bro, " Mas Gilang tiba-tiba turut masuk keruanganku,
"Pagi, bro, ngapain tiba-tiba nyelonong kesini tanpa ketok pintu pula", tanya Mas Rangga pada Mas Gilang,
"Aku ganggu ya, kalau ganggu yaudah aku balik aja deh",
"Ngambeeek, kayak bocah aja sih kamu, kamu Dirut lho, masak iya dikit-dikit ngambek, makanya segera cari pasangan, jangan jomblo terus biar ada yang manjain", sanggah Mas Rangga dengan nada bercanda,
"Kamu aja deh bro yang ngalah, Aisyah buat aku aja biar aku gak susah-susah cari pasangan", tiba-tiba Mas Gilang melontarkan kalimat yang tak pernah kami duga, entah dia bercanda atau serius, yang jelas sontak membuat kami tertegun, terlebih Mas Rangga, sejenak suasana jadi sunyi,
"Santai aja bro, serius amet", sambung Mas Gilang sambil menepuk bahu Mas Rangga, namun Mas Rangga seolah tak mempercayai Mas Gilang, kalimat tadi sepertinya tanpa sengaja terlontar dan itu suara hati yang paling jujur,
------
------
"Aisyah, maafkan aku yaaa, tadi tak bermaksud merusak suasana hatimu dan perasaanku yang mungkin sedang bahagia", pesan itu aku terima dari Mas Gilang melalui whatsapp, pesan itu dikirim tepat jam 17:00, dan aku baru sempat membacanya pada jam 19:35 setelah aku sudah dirumah dan bermaksud untuk istirahat, ingin berusaha melupakan sejenak tentang kepahitan yang aku rasakan,
"Iya, Mas, gak masalah,"
"Aisyah, bolehkah aku telpon sebentar?"
"Boleh saja, Mas"
Lama kami bercerita, tak pernah aku sangka jika percakapanku dengan Mamanya Mas Rangga diketahui oleh Mas Gilang,
"Aisyah, maafkan aku jika aku lancang, bolehkah aku meminta ijin kepadamu untuk menyampaikan sesuatu yang mungkin tidak pernah kamu ketahui selama ini"
"Apa itu, Mas, silahkan saja, Mas"
Desah panjang aku dengar samar-samar, seolah berat ia menyampaikan, namun itu harus tetap disampaikan, jeda itu begitu lama, sunyi dan tak bertepi, membuatku menikmati irama tanpa nada, sebab kata dan kalimat yang aku tunggu tak kunjung terucap,
"Aisyaaah," dengan lembut dia berusaha memulai,
"Iya, Mas,"
"Sebenarnya aku berat menyampaikan ini semua, namun sesak didada teruslah menyiksa, sebenarnyaaa,,,,,," kalimat itu terputus, sepenggal harapan yang mungkin sedang ia susun, bait demi bait sedang diusahakan dengan sebaik mungkin, itu yang aku bayangkan, aku tak ingin menyeka, membiarkannya terus melepaskan bebannya yang mungkin ia derita selama ini,
"Asiyah, apakah kamu akan menjauhiku jika kamu mengetahui sesuatu yang mungkin tidak pernah kamu harapkan," tanyanya seolah memastikan,
"InsyaAllah, tidak Mas, kita sudah lama bersahabat, kita selalu baik-baik saja, bukan,"
Mas Gilang itu sahabat Mas Rangga dari kecil, aku mengenalnya sejak aku bekerja di Kantornya Mas Rangga, yang aku ketahui sebenarnya Mas Gilang juga anak orang kaya dan orang tuanya memiliki banyak Perusahaan tambang dimana-mana, Mas Gilang bekerja di Perusahaan Mas Rangga hanya karena mereka tetap ingin selalu bersama, alasannya mungkin terlalu klise, tapi itulah yang terjadi dengan mereka,
"Aisyah, kamu masih disana?"
"Iya, Mas, masih"
"Aku beraharap kamu tetap sama, setiap pagiku tetap kutemukan dirimu dalam kondisi yang sama, jika kamu sudah menemukan suasana hatiku yang sudah tak lagi sama,"
"Maaf, Mas, memangnya Mas kenapa?"
"Gak pa apa, Aisyah, aku hanya ingin memastikan aja", sungguh jawaban yang membuatku bingung, enatah berakhir dimana percakapan itu aku juga tidak bisa memahaminya, yang aku pahami aku pun bingung dengan ucapak Mas Gilang,
------
------
"Pagi, Aisyah," aku kaget dengan suara sosok yang tiba-tiba berdiri di hadapanku, aku yang tengah mengunci pintu buru-buru dan bermaksud berangkat ke kantor, dikagetkan oleh sosok yag jelas semalam membuat aku bingung,
"Mas Gilang kok, "
"Udah gak usah bingung, sengaja aku menjemputmu karena aku ingin belajar",
"Belajar apa maksudnya, Mas ?"
"Udah ayo masuk cepet" pintanya sambil membukakan pintu mobil BMW M4 nya yang aku ketahui merupakan mobil kesayangannya, katanya itu hadiah ulang tahun dari Mamanya sebelum Mamanya meninggal, aku yang tak mungkin menolaknya dengan menghela nafas masuk ke mobil Mas Rangga,
-----
-----
"Gilang, kenapa kamu bisa bersama dengan, Asiyah?", tanya Mas Rangga yang tiba-tiba tanpa kami sadari sudah dibelakang kami berdua,



bukhorigan memberi reputasi
1
449
1


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan