Kaskus

Story

sumarnisajaAvatar border
TS
sumarnisaja
Bukan Niatku Merebut Suamimu
Oleh: Sumarni saja

Prolog

Tidak ada satu pun wanita yang ingin menjadi istri kedua. Semua wanita pasti ingin menjadi istri yang pertama dan satu-satunya. Namun, jika takdir sudah berkehendak apa yang bisa kita perbuat?

Desember, 2008

Hampir setiap hari Juragan Karyo datang ke rumah, menagih hutang yang Bapak pinjam beberapa bulan lalu. Sepuluh juta rupiah, nominal yang cukup besar bagi orang miskin seperti kami.

Sekitar tahun 2007, nama Gelombang Cinta begitu melejit. Semua orang berburu tanaman hias itu, tak terkecuali Bapak. Seolah mencoba peruntungan, lelaki itu rela menjual sapi, harta satu-satunya milik kami. Tak hanya itu, beliau juga nekad berhutang demi mendapatkan bunga itu. Malang tak dapat dihadang. Tiba-tiba harga tanaman itu merosok tajam, tentu saja membuat Bapak kecewa. Bukannya untung malah buntung yang ia dapat.

Seolah tak siap menerima kenyataan, kesehatan Bapak menurun, struk pun menghinggapi tubuh rentanya. Jangankan bisa membayar hutang, untuk pengobatan saja, kami harus kembali berhutang ke sana ke mari.

Hingga malam itu, sepulang mengajar mengaji, aku tak sengaja bertemu Mas Sahrul--teman semasa SMP. Kini dia sudah sukses, bahkan aku hampir tak mengenalinya.

Jujur, sudah lama aku mengaguminya. Namun, sejak dia pindah keluar kota untuk melanjutkan sekolah, perlahan-lahan aku mulai melupakan perasaanku itu.

"Nay, sudah lama aku memendam rasa ini padamu. Dan aku tak ingin kembali menyia-nyiakan kesempatan ini. Nay, maukah kamu menikah denganku?"

Sungguh ucapan Mas Sahrul kali ini benar-benar membuat jantungku seolah berhenti berdenyut, hanya panas dingin yang terasa, tak tahu harus menjawab apa.

Seolah mengerti apa yang kurasakan, Mas Sahrul memberiku waktu beberapa hari untuk berpikir.

Bapak dan Emak sangat senang mendengar kabar ini. Mereka terus mendesak agar aku segera menerima pinangan Mas Sahrul.


Waktu yang ditunggu semua wanita selama hidupnya datang juga. Pernikahan secara sederhana pun digelar. Hanya dihadiri beberapa kerabat, karena pernikahan kami dilaksanakan di bawah tangan.

Beberapa hari setelah menikah, Mas Sahrul langsung memboyongku keluar kota. Pekerjaannya tak bisa ia tinggalkan terlalu lama. Mas Sahrul juga telah melunasi hutang-hutang Bapak.


Perjalanan Solo-Surabaya membutuhkan waktu sekitar 6 jam. Sepanjang perjalanan senyum terus terlukis di bibir kami berdua.

๐ŸŒน๐ŸŒน๐ŸŒน๐ŸŒน๐ŸŒน

"Nay, untuk sementara kita tinggal di sini dulu, ya?" ucap Sahrul sembari menurunkan beberapa barang kami.

Kuedarkan pandangan menatap sekeliling rumah. Rumah bercat kream ini cukup minimalis, di sisi kanan ada sebuah taman kecil yang begitu indah.

"Nay, kok malah bengong? Kenapa kamu tidak suka rumahnya?"

"Bu-bukan begitu, Mas. Apapun itu Naya senang asal kita selalu bersama."

Mas Sahrul memelukku, hangat tubuh dan embusan nafasnya sangat bisa kurasakan.


Tiga bulan berlalu, akhir-akhir ini mual sering aku rasakan. Netra menatap kalender yang terpajang di meja rias. Sudah tiga Minggu, aku terlambat datang bulan. Segera mengambil testpack yang tersimpan di laci meja, untuk mengetahui apa yang terjadi.

Mencelupkan benda pipih itu ke dalam urin. Dua garis merah terang terpampang nyata di depan mata.

Lirih, kuucap hamdalah. Malam ini, akan kuberikan kejutan untuk Mas Sahrul. Pasangan mana yang tak bahagia saat mendapat kado buah cinta dari Sang Pencipta.

Jarum jam dinding menunjuk di angka delapan. Berkali-kali kusingkap tirai menanti pujaan hati datang.

Hampir saja terlelap, hingga deru mobil memaksaku membuka mata.

"Lho, Nay, kamu belum tidur?" Mas Sahrul sedikit melonggarkan dasinya, lalu melepaskannya beserta baju yang ia kenakan.

"Belum, Mas. Nay, sengaja menunggu Mas datang karena Nay mau kasih ini."

Menyodorkan sebuah amplop yang telah kusiapkan sebelumnya.

Perlahan-lahan lelaki itu membukanya. Netranya menatapku tajam.

"Kamu hamil, Nay?"

Aku mengangguk. Tanpa basa-basi Mas Sahrul langsung memelukku.

"Terima kasih Tuhan setelah tujuh tahun menikah akhirnya Engkau memberikanku keturunan!"

"Tujuh tahun? Apa maksudnya, Mas?" tanyaku ragu.

Seketika senyum Mas Sahrul sirna. Dia menggandeng tanganku, mengajakku duduk dengan tatapan ragu.

"Maafkan aku, Nay. Sebenarnya ...." Lama lelaki itu terdiam.

"Sebenarnya apa, Mas?" Aku seperti tidak sabar menunggu jawaban.

"Sebenarnya sebelum menikah denganmu, aku sudah menikah dengan wanita lain. Dan saat ini wanita itu sedang terkapar karena penyakit kanker ovarium yang menggerogoti tubuhnya.

Bagai dihunjam sembilu kata-kata Mas Sahrul menusuk relung hatiku. Bibirku gemetar tak mampu lagi berucap. Seluruh tulangku terasa kaku.

"Maafkan aku, Nay. Aku mohon jangan pergi. Aku mencintaimu, tapi aku juga tidak bisa meninggalkan Sarah. Aku tak sampai hati jika harus meninggalkannya dalam situasi begini."

Di dalam sana pikiran terus berkecamuk, jika aku pergi dan pulang ke kampung apa kata orang nanti. Pernikahanku yang baru seumur jagung harus kandas. Belum lagi anak ini butuh sosok seorang ayah. Tapi, jika tetap di sini bagaimana bisa aku hidup di atas penderitaan wanita lain.

Berhari-hari kehabisan waktu di dalam kamar. Rasanya enggan untuk melayani Mas Sahrul lelaki yang telah membohongiku.



******

[Nay, malam ini aku tidak pulang. Sarah kritis, jadi aku harus menemaninya]. Kubaca pesan itu sekilas, hingga akhirnya kulempar benda pipih itu ke atas kasur.

Berkali-kali kuhela napas, sungguh ada hati yang teriris di dalam sana. Wanita mana yang tidak sakit saat tahu suaminya sedang bersama wanita lain. Namun, mungkin ini ganjaran yang harus aku terima sebagai istri kedua. Aku yakin cepat atau lambat kebahagiaan itu akan menghampiriku.

๐ŸŒท๐ŸŒท๐ŸŒท๐ŸŒท๐ŸŒท

Lambat laun kuterima nasib sebagai istri simpanan. Bahkan beberapa kali aku menjenguk Sarah. Kasihan sebenarnya, wanita semuda itu harus menerima cobaan seberat itu.

โ€œTerima kasih ya, Nay, kamu sungguh wanita yang begitu baik. Pasti suamimu sangat bahagia memiliki istri sepertimu,โ€ ucap Sarah di sela aku menyuapinya.

Hanya seuntai senyum yang bisa aku berikan. Beberapa kali kusapukan tisu untuk membersihkan kotoran di sekitar bibirnya.

โ€œNay, aku sangat bahagia memiliki suami seperti Mas Sahrul. Dia tetap setia mendampingiku di saat aku tak mampu berbuat apa-apa. Semoga suamimu seperti Mas Sahrul ya, Nay. Di jaman sekarang sangat sulit mencari lelaki seperti itu.โ€

โ€œIya, Mbak,โ€ jawabku datar.

โ€œRah, gimana keadaanmu sekarang?โ€ Suara Mas Sahrul menghentikan obrolan kami.

Lelaki itu mengecup kening Sarah dengan mesra. Seakan tak memedulikan aku yang berada di antara mereka. Sungguh adegan yang sangat menjijikan.

๐ŸŒน๐ŸŒน๐ŸŒน๐ŸŒน๐ŸŒน

Beberapa bulan kemudian, saat yang kunantikan telah tiba. Aku melahirkan seorang bayi yang ganteng. Di saat bersamaan pula, kudengar Sarah meninggal dunia. Sungguh, kebahagiaan yang datang secara bersamaan. Sebenarnya ada sedikit rasa bersalahku pada wanita itu, sampai akhir hayatnya dia tidak mengetahui kalau aku adalah madunya.

Namun, bukankah setiap manusia memang berhak meraih kebahagiaannya? Ya, inilah kebahagiaanku, hidup bersama dengan cinta pertamaku.

Selesai

bukhoriganAvatar border
bukhorigan memberi reputasi
1
394
1
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan