Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

anggorofffAvatar border
TS
anggorofff
Pendidikan di Tengah Pandemi: Ketika Bisnis Membutakan Nurani

source: pexels

Selamat membaca bagi kalian yang dompetnya masih kembang kempis. Melihat tabungan yang tak berapa lama lagi segera habis. Namun gaji masih enggan untuk terbit. Seolah sudah nyaman tenggelam bersama tunggakan kredit.

Menuju 4 bulan sejak kasus Covid-19 pertama diumumkan pemerintah, nyatanya corona masih belum mau enyah. Tak mengherankan, kombinasi antara kebebalan masyarakat dan langkah-langkah ‘asudahlah’ yang diambil pemerintah, membuat corona betah berlama-lama di indonesia.

Saya tidak mau membahas kebebalan masyarakat yang tidak mematuhi protokol kesehatan. Juga tak mau membahas langkah-langkah ‘asudahlah’ yang diambil pemerintah. Saya hanya ingin berbagi keresahan perihal dunia pendidikan di tengah pandemi.

Mari kita mulai. Saya adalah mahasiswa salah satu kampus swasta di Jakarta. Layaknya semua kampus di seluruh Indonesia, kampus saya melakukan kuliah daring. Terhitung sejak pertengahan maret.

Masalah pertama, tentu saja soal kuota. “Kan beberapa provider ngasih kuota gratis buat akses ke perguruan tinggi” ujar salah satu penduduk negeri ini. Jadi gini ya, kuota tersebut hanya bisa buat mengakses situs tertentu (kita kesampingkan VPN dan proxy), juga untuk mengakses e-learning perguruan tinggi yang punya nama besar saja. Kampus lain? Lah, emang dianggep?

Menurut saya masalah kuota tidak seberapa, tak sampai menjual smartphone atau sepeda motor untuk membelinya. Lalu jika dipikir lagi, sebenarnya uang kuota bisa diconvert dari uang trasnport untuk ke kampus saat keadaan normal. Jadi, terlalu berlebihan rasanya jika membesar-besarkan masalah kuota.

Lanjut ke poin utama. 

TAK ADA KERINGANAN UANG KULIAH. Benar, rasanya sudah terlampau sering saya menjumpai berita tentang mahasiswa yang menuntut keringanan uang kuliah. Entah itu di media sosial, media online dan televisi. Karena jelas, selama pembelajaran daring mahasiswa tidak menggunakan fasilitas kampus sama sekali. Ibarat sebelumnya kita mendapat nasi pecel dengan lauk tempe dan rempeyek + teh hangat, sekarang kita hanya mendapat nasi pecel saja, tentunya dengan harga yang sama. JELAS RAMASHOK BOSSS!!!


Saya tau, paham, dan menerima bahwa pendidikan adalah bisnis. Itu memang normal, ada rupiah yang harus ditukarkan jika ingin mendapatkan pengalaman berkuliah, orang buat dapet pengalaman berkaraoke aja harus bayar. Ini hanya salah satu bentuk dari aktivitas ekonomi.

source: pexels

Tapi tolong, lihat keadaan dulu. Jika tidak bisa melihat dengan mata, coba lihat dengan mata hati. Jika tidak bisa melihat dengan mata hati, coba lihat dengan mata kaki. Gak keliatan? Memang, begitulah jika seseorang melihat dengan mata kaki. Tidak semua mahasiswa itu anak bos minyak, tidak semua orang tua mahasiswa masih bekerja, jika bekerja pun tak semua mendapatkan gaji penuh.

Jika mahasiswa tetap harus membayar penuh uang kuliah dengan alasan untuk menggaji dosen, karyawan, pemeliharaan sistem dan gedung, dll. Selamat!!! Tingkat keegoisan anda sudah naik ke level yang lebih tinggi. Sehingga tak ada pos pengeluaran yang bisa dipangkas. “Tentu saja, uang untuk bayar kuliah itu bukan urusan kami”.

Saya sempat chat dengan nada bercanda pada seorang teman, tanya lanjut kuliah atau keluar saja. Sebagai sesama perantau yang kehilangan pekerjaan akibat pandemi, rasanya saya bertanya pada teman yang tepat. Coba tebak apa balasannya? Dia balas minta bantuin jual laptopnya. Entah itu untuk bayar uang kuliah atau menyambung hidup, saya tak tau. Saya terlalu tak enak hati untuk bertanya.

Satu lagi, ini khususon untuk pemerintah, entah itu melalui kemendikbud, kemendagri, kemenhub, ataupun kemenrider. Terserah. Tolong bantu menyelesaikan problem ini. Selain pendidikan adalah amanat UUD, juga karena problem ini menyangkut hidup banyak orang ke depannya. Jadi jangan ikut menutup mata akan problem ini. 

Mohon maaf karena banyak kalimat yang menyinggung. Saya berharap setelah merasa tersinggung, ada langkah konkrit yang diambil oleh petinggi kampus-kampus yang ada di negeri ini. Cukup chat kami saja yang diabaikan oleh dia, pendapat kami jangan.

Ah, jadi ingat saat mas-mas BEM kala berpidato dan bertanya kepada maba ”APA ITU MAHASISWA!!!?” dengan nada berapi-api. Dalam hati saya bergumam “Ya salah satu pilar ekonomi kampus lah, apa lagi? Kami bayar uang kuliah, dapet fasilitas kampus, lalu dapet ‘ilmu’. Sudah”. Tentunya nongkrong dan hunting gebetan juga termasuk di dalamnya.

Tolong share thread ini ke persekutuan kalian, jika kalian masih peduli dengan uang kuliah kalian. Jika kalian tak peduli, cobalah peduli dengan jerih payah orang tua kalian. Tak seharusnya jerih payah orang tua kalian disia-siakan. Apalagi di tengah pandemi seperti ini, harus benar-benar tepat mengalokasikan dana. Agar tetap bisa bertahan hidup dengan layak.


KEEP READ AND SOUND



Diubah oleh anggorofff 25-06-2020 16:12
0
831
1
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan