- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Beda Perry Warjiyo dan Sri Mulyani Soal Rupiah, Ada Apa Nih?


TS
perojolan13
Beda Perry Warjiyo dan Sri Mulyani Soal Rupiah, Ada Apa Nih?

Jakarta, CNBC Indonesia - Bank Indonesia (BI) memproyeksi posisi nilai tukar rupiah pada 2021 akan mencapai Rp 13.700 sampai Rp 14.300 per dollar Amerika Serikat (AS). Posisi ini berbeda dengan usulan yang disampaikan pemerintah yang mencapai Rp 14.900 - Rp 15.300 per dollar AS.
Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan, nilai tukar rupiah pada 2021 diperkirakan menguat seiring dengan berbagai faktor positif yang terjadi, termasuk aliran modal asing yang masuk ke pasar keuangan domestik.
"Kami melihat juga berlanjutnya penguatan rupiah dengan tingginya imbal hasil aset keuangan domestik, membaik kepercayaan investor dan menurunnya ketidakpastian pasar keuangan global," jelas Perry dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR, Senin (22/6/2020).
"Rata-rata nilai tukar rupiah pada 2020 pada kisaran Rp 14.000 sampai Rp 14.600 per dollar AS dan akan menguat di 2021 pada kisaran Rp 13.700 - Rp 14.3000 per dollar AS," kata Perry melanjutkan.
Posisi nilai tukar rupiah pada 2021 yang diperkirakan BI dengan pemerintah berbeda jauh sekali.
Pada kesempatan yang sama Menteri Keuangan Sri Mulyani merevisi posisi nilai tukar rupiah dalam kerangka ekonomi makro dan pokok-pokok kebijakan fiskal (KEM-PPKF), dari yang sebelumnya Rp Rp14.500-15.500/US$ menjadi Rp 14.900 - Rp 15.300/US$.
"Untuk nilai tukar rupiah, sedikit menguat dari KEM-PPKF yang memang disusun pada situasi April saat volatilitas tinggi. Sekarang kita mengusulkan pada Rp 14.900 - Rp 15.300 per dolar Amerika Serikat (AS)," ujar Sri Mulyani saat melakukan rapat kerja dengan Komisi XI DPR, Senin (22/6/2020).
Perbedaan proyeksi nilai tukar rupiah ini juga menjadi sorotan beberapa anggota Komisi XI DPR.
Anggota Komisi XI DPR Mukhamad Misbakhun mengatakan sebaiknya pemerintah perlu belajar dari kondisi APBN 2018 dan APBN 2019.
"Nilai kurs, APBN 2018 dan APBN 2019. APBN 2018 kita menentukan nilai tukar yang tinggi, sementara realisasi rendah sehingga pemerintah mendapatkan windfall dari penerimaan negara mencapai 102% pada saat itu. Tapi berbanding terbalik, bukan harga yang sama tapi realisasi berbeda dengan 2019. Sehingga tekanan terbalik juga terjadi," jelas Misbakhun.
"Dua angka perbedaan [asumsi Bank Indonesia dan Pemerintah] yang mencolok ini, dan ini menjadi dua hal kutub yang berbeda. Tolong diambil kebijaksanaan, belajar dari 2018 dan 2019 yang sangat kontrakdiktif, satu memberikan windfall dan satu memberikan tekanan kontraksi yang kuat saat penerimaan negara 2019," kata Misbakhun melanjutkan.
link
Pada kesempatan yang sama Menteri Keuangan Sri Mulyani merevisi posisi nilai tukar rupiah dalam kerangka ekonomi makro dan pokok-pokok kebijakan fiskal (KEM-PPKF), dari yang sebelumnya Rp Rp14.500-15.500/US$ menjadi Rp 14.900 - Rp 15.300/US$.
Diubah oleh perojolan13 22-06-2020 17:01




makola dan nomorelies memberi reputasi
2
980
6


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan