- Beranda
- Komunitas
- Hobby
- Supranatural
Penyewekan [Pengasih] Bagian ke-XI Sudut Lain 3


TS
pionic24
Penyewekan [Pengasih] Bagian ke-XI Sudut Lain 3
“Wahyu mulih mu! (pulang sana!), meme nu jumah! (ibu masih dirumah)”, ucapnya tanpa menoleh ke belakang.
“Jumah (dirumah)?, me (ibu) kan disini”, ucapku berjarak beberapa langkah darinya berdiri, “Pulang lah”, sambung ibuku lagi. aku tetap diam menunggunya untuk kembali pulang.
“Mulih!! (Pulang!!)”, bentaknya, aku terkejut setelah hampir 3 tahun lamanya dia tidak pernah mengeluarkan suara tinggi, aku mengangguk mundur kebelakang.
“Pulanglah, jangan menoleh kebelakang”, ucap ibuku, aku menuruti perintahnya memalingkan wajah dan melangkah cepat kerumah.
Dipertengahan jalan gang aku kepikiran kalo ibuku sakit masuk angin seperti kemarinnya, aku pun berbalik ingin memaksanya pulang, tapi ketika aku sampai ditempat yang sama hanya jalanan sepi tidak ada seorangpun,
![Penyewekan [Pengasih] Bagian ke-XI Sudut Lain 3](https://s.kaskus.id/images/2020/06/18/10832441_20200618052333.jpg)
gambar ilustrasi jalan sepi (gambar hanya ilustrasi bukan bagian dari cerita)
“MEE!!”, kulihat jalan sepi, jalankan orang, anjing tetangga yang berseliweran pun tidak ada, badanku merinding memaksa kaki berlari cepat kerumah, begitu sampai aku membuka pintu kamar ibuku dan melihatnya terlelap dberselimut disana.
“Tadi itu siapa?”, aku sentuh pelan2 tubuh ibuku yang ditutup selimut, masih terasa detak jantung dan deru nafasnya “Ini nyata!”, Aku memutuskan untuk tidur dilantai kamar ibuku malam itu.
Hari berikutnya seperti biasa aku tanyakan pada ibuku perihal yang kualami kemarin, tapi sepertinya penyakitnya kumat karena menjawab dengan gumamamn tidak jelas, membuat aku bingung, bila itu mimpi kenapa terasa sangat nyata.
Aku lanjutkan pekerjaanku sebagai petani, mencangkul, memberi makan ternak, dan duduk bersistirahat di gazebo bambu, tidak ada Notif dari siapapun di HP-ku, aku lupakan itu dan melanjutkan aktifitas, sampai malamnya dering HP membuat aku menghentikan gosokan gigiku di Wastafel
Mira :kak Wahyu
Mira :P
Mira :P
Aku : Iya ada apa?
Mira : gak sibuk kan?
Aku : gak kok
Secepat kilat aku siramkan air dan gosokan sabun kebadan yang menjadi rekor mandi tercepat selama hidupku, dengan dililit handuk aku berlari menuju kamarku.
Mira : mau cerita boleh
Aku : boleh, apa ya?
Mira : kmu jngn ketawa ok
Aku : cerita lucu ya?
Aku merasa seperti orang bodoh menanyakan iyu, padahal sudah jelas dilarangnya letawa
Mira :gak
Aku : maaf, terus cerita apa?
Lama tidak dibalas, aku merasa berdosa seakan bercanda membalas Chatnya, padahal tidak ada maksudku beguitu
Mira : btw kmu percaya hal yang diluar nalar
Aku : maksudnya?
Mira :hal mistis?
Aku : iya, aku orang bali, sekala (dunia kasat mata) dan niskala (dunia tak kasat mata) aku percaya
Mira : oh gitu, prnh ngalamin?
Aku : Pernah, sering
Mira : syukurlah, setidaknya kmu ga ngetawain dan bilang aku gila
Aku : gak lah, mana ada orng ngetawain bilang gila klo orang lain mengalami hal menakutkan.
Mira : ada, Pacarku
Aku : maaf aku tidak tau
Mira : setiap aku cerita dia gk pernah percaya, ketwa dn bilng aku berhalusinasi
Aku : mungkin pacrmu blm prnh nglemin.
Mira : iya, aku mrasa dia ngeremehin aku.
Aku : jngn begitu, persepsi orang beda2
Mira : maaf jadi ngelantur ksna, klamaan mendem kesel hehe
Aku : iya gak apa, emnagnya kmu liat apa?.
Mira : aku merasa diikutin sesuatu.
Aku : maksudnya sesuatu itu, kayak gimana?
Mira : entah lah, saat kerja aku kyk sering diitipin, pas malem sering guga dilihatin dari balik pager.
Merinding membacanya segera memakai kolor dan berlindung dibalik selimut.
Aku : bentuknya gimana?
Mira : serem, cewek tua gitu, rambutnya panjang putih
Aku : dah lama diikutin
Mira : udh sejak aku ngajar di smp 2bln an lah
Aku : udh bilang ke ortu?
Mira : udh ke ibu, dh mau diajak ke balian (orang pintar) tpi bapak ngelarang
Aku : kok gitu?
Mira : bapak gak percaya yang begituan
Aku : terus gimana?
Mira : gak tau dh aku
Aku : emangnya tujuannya yang ngikutin itu apa?
Mira : entah lah, buruk kayaknya.
Aku : kok tau?, pernah ngomong?
Mira : gak pernah sih, cuma firasat aja.
Aku : lalu gimana?
Mira : gak tau aku bingung.
Aku : sabar aja, ibuku bilang semasih kita berbuat yang benar gak bakal deh bisa dicelakain siapapun.
Mira : iya makasi dah mau dengerin ceritaku.
Aku : iya sama2, maaf cuma bisa dengerin aja, gak bisa bantu banyak.
Mira : gak apa, aku cuma perlu orng yang mau dngerin aku.
Mira : sekali lagi thanks banget ya kak Wahyu.
Aku : iya sama2.
Aku : btw jam segini kok belum tidur?
Kembali segera aku hapus Chat ku yang terahir sebelum terkirim, cukup 2 centang yang tak kunjung biru dibaca oleh Mira, mungkin dia sudah tertidur, atau kembali telfonan dengan pacarnya. Malam ini aku menjamin bakal tidur dengan mimpi yang sangat indah.
******
“Tunggu dulu!”, Odik menghentikan cerita Wahyu, “Aku sudah baca semua Chat kalian!, tidak ada satupun yang mnyinggung diriku!, nguluk-nguluk ba ci! (bohong dah kamu!)”, Odik meragukan ucapan dari Wahyu yang seakan dikarangnya begitu saja.
“Mira tau Bli bisa membobol semua akunnya, jadi setiap Chat yang menyangkut tentang Bli, sudah Mira hapus”, jelas si Wahyu.
“Kenapa dihapus?!, apa rahasia yang kalian sembunyikan dariku?!”, Odik menjadi penasaran mendengar penjelasan Wahyu.
“Tidak ada rahasia, Mira cuma tidak ingin Bli kepikiran dengan semua kejadian yang dia alami”, aku menatap mereka berdua yang begitu asik berdialog, sampai rokok kantong pindah ke mulut aku sulut karena asik banget kayak nonton film Kalong-man mengintrogasi manusia kartu.
“Kenapa aku tidak boleh tau masalah pacarku sendiri?!”, Odik kembali berargumen, Wahyu menatapnya
“Karena Mira sayang sama kamu dan tidak ingin membuat kamu sakit hati!”, wahu mulai memandang dengan serius, aku yang mlihatnya agak mundur takut kalo dia ngamuk badanya segede barong landung.
“Sakit hati?!, Kaden ci (kamu kira) aku tidak sakit hati dengan cara kalian begini?!”, Odik mulai emosi lagi, aku membayangkan bajuku kembali memutih dan celana kain hitam serta sepatu kulit tak lupa dasi kupu2 menempel di leher, jaga2 kalo mereka berkelahi.
“Saya tau Bli sakit hati, tapi tidak seberapa dibanding yang sejatinya terjadi”, Wahyu melemah, seragam wasitku mulai memudar.
“Intinya apa?!, enggalin dik pasing orange (cepat biar gak dikira) maling mayat disini!”, aku mencoba mendesak Wahyu.
Wahyu menatapku, “intinya...
********
Hampir 2 hari Mira tidak ada mngirim pesan padaku, aku merasa hari2ku begitu sepi tanpa dia, dan yang pasti hari2nya biasa saja tanpa aku, karena aku bukan siapa2nya dia.
Kehidupanku berjalan pagi beli bubur, nyuapin ibu, ke sawah ngecek padi, memberi pakan ternak, pulang masak dan istirahat siang, lalu ke ladang dan pulang sore menjelang petang.
“Duut...Duutt” getar HP dibawah bantalku, aku yang masih terbawa rasa kantuk merogohnya, jam masih menunjukan pukul 24.35, ada yang menelfon jam segini, yang membuatku heran adalah gadis berkebaya merah menghubungiku. Kantukku hilang dan segera menghidupkan lampu didur disebelah kasur.
“Tuttt..”, aku tekan tombol hijau “Halo Om Suastiastu”, ucapku dengan tergagap, tapi suara diseberang sana begitu tidak jelas, “Krubuk, Krubuk,Krubuk”, seperti suara HP tenggelam.
“Halo kak Wahyu..” terdengar suara Mira membisik pelan, awalnya aku mengira sinyal yang jelek sehingga suaranya terdengar putus2, tetapi ketika aku spiker, barulah aku sadar kalau diseberang sana yang menelfonku sedan menagis tersedu.
“Kamu kenapa?!”, aku segera menyakan apa yang terjadi, “Huhuhu!’ hanya tangisannya saja yang keluar dari speakr HP ku
“Ada yang masuk kerumahku kak!”, Mira berbisik menahan tangisnya.
“Siapa?”, tanyaku,
“Aku tidak tau”, diseberang sana dia melanjutkan tangisannya
“Kamu dimana?, cepat bangunin ortunya kamu!”, aku ikut panik dengan segera memakai celana dan jaket.
“Aku dikamar, udah aku telfon ortuku di kamar mereka gak bangun2 adiku juga sama, seisi rumah ini gak ada yang sadar, mereka tidur lelap banget kecuali aku!”
Mira berbisik menjelaskannya “Aku takut kak gimana ini?!”,sambungnya lagi.
“Dari mana orang itu masuk?!, tanyaku dengan HP terjepit di helem sembari berlari mendorong motorku keluar gang.
“Dari tembok sanggahku (pura keluarga di dalam pekarangan rumah) jelas banget aku denger ada orang yang melompat disana huhuhu” dia kembali menangis.
“Aku kesana, kamu jangan nagis, cepet kunci kamar trus masuk ke kolong tempat tidur!”, aku memberi saran sesuai pengalamanku kalau ketakutan harus sembunyi, sampai di jalan besar motorku aku stater dan ngebut menuju rumah Mira, anjing yang nyebrang aku tak pedulikan, meski udara malam dan rintik hujan membasahi jaketku.
Dari jauh rumah Mira sudah terlihat, tepat disebelah gerbang dua orang terlihat duduk diatas motor, mendengar suara motorku mereka ngebut dan menghilang, aku yang mau mengejar kehilangan jejak, bagaimana bisa dijalan lurus beberapa detik saja mereka hilang hanya menyisakan suara mesin memecah derasnya hujan.
Aku terun dari motor memandangi tembok rumah Mira terlihat bekas lumpur jejak kaki, mereka memanjat, “Apa yang mereka curi?”, aku mendekat ke pintu gerbang, terlihat lumpur dihanyutkan oleh derasnya air hujan.
“Bagaimana mungkin didepan gerbang ada tanah merah kok bisa ada lumpur hitam?”, aku mengambil HP ku yang dijepit di helem perlahan takut kena air dan menelfon Mira
“Halo Suastiastu”
“Iya kak”, terdengar suara Mira berbisik, “aku sudah didepan rumah, bener kata kamu ada orang yang mencurigakan tadi, dan kayaknya mereka udah pada pergi” jelasku padanya.
“Iya, kamu yakin gak ada lagi mereka?”, Mira sepertinya masih ragu padaku, aku beranjang menyalakan motorku dan mengas-nya “Dengar suara motorku?, aku diluar aman kok” aku meyakinkannya.
“Coba cek ortu kamu sama adik juga”, aku mengkawatirkan sesuatu pada keluarga Mira karena tidak bereaksi mendengar kebisingan tadi.
“Udah, ini mereka masih lelap tidur”, terdengar suara langkah berjalan sepertinya Mira ngcek kamar satu2.
“Iya syukurlah kalo gitu, aku pulang dulu”, segera aku beranjak menaiki motor. “Tunggu kak!”, terdengar suara di telfon sana, aku diam sesaat.
Terdengar derit suara pintu besi terbuka, seoarang gadis berpayung mengenakan piyama putih mendorong pintu, aku terkejut mengira itu setan
“WAAA!!, Ampura! (maaf!)”, aku gemetar ditengah hujan, gadis itu ikut menjerit
“AAAA!!!, siapa itu??”, ternyata dia bisa ngomong, “Tiang (saya) Wahyu”, kataku menyadari itu manusia.
“Kak Wahyu”, gadis melambai berdiri dengan payung ditengah derasnya hujan, aku terun dari motor gugup mendekatinya, begitu aku lihat dari dekat, jauh lebih cantik dan manis dibanding foto profilnya, ini kali pertama dalam hidupku berhadapan dengan idolaku secara langsung, jantungku berdegup kencang.
“Makasi ya”, ucapnya sambil tersenyum menyeka air mata dari matanya yang sembab memerah.
Aku hanya bisa senyum manggut2, kata dimulutku didak bisa keluar bahkan kakiku terasa lemas, aku senang sekali, sangat senang.
“Ini kak, maaf sampai kehujanan”, dia memberikan jas hujan terlipat padaku, aku tersenyum menerimanaya, padahal sebenarnya aku mau menolak karena sudah terlanjur basah, nyalah (tanggung) pakai mantel.
“Makasi ya kak, maaf ngerepotin aku balik dulu”, Mira mohon pamit, sekali lagi aku hanya tersenyum manggut2 melihat dia menutup gerbang dan berlalu masuk kedalam pekarangan.
Aku bernyanyi gembira diatas motor menikmati guyuran hujan membasahi badanku, sementara mantel itu aku simpan dalam jaket agar tidak basah.
Sampai dirumah aku terkejut di teras rumah ibu sudah duduk diatas sofa menatapku yang basah kuyuk memarkirkan motor.
“Meme (ibu), jam segini kok tidak tidur?, Wahyu tidak nongkrong kok”, aku melepas baju yang basah menggantungnya di jemuran kemudian membantu ibuku berdiri masuk ke kamarnya,
“Wahyu hati2” ibuku berucap singkat ketika aku tutupkan selimut dibadannya. Aku tersenyum mangiyakan, “Nak ne bakal ye tepukin wayah sajaan (orang yang bakal dia temui hebat sekali)”, sambung ibuku menjelang pintu kamarnya aku tutup, aku jadi terdiam memegang gagang pintu yang sudah tertutup, Mencerna apa yang diucapkan ibuku.
“Sudahlah, pasti kambuh lagi”, aku masuk ke kamar dengan handuk mengusap matel yang diberikan Mira supaya kering, baru kemudian mengusap badanku yang sudah memerah masuk angin.
Aku letakan mantel di rak sebelah ranjangku dengan lampu tidur , aku baringkan badan menghadap matel yang ditesinari oleh cahaya. Membayangkan yang meberikan mantel itu.
“Seandainya Tuhan memberikan aku kesempatan, seandainya Dia yang berbaring disebelahku seperti mentelnya kini, aruh Betara Sesuhunan titiang (ya tuhanku)!!”, aku tersenyum haru memeluk bantal gulingku, membekapkan muka dan berteriak kencang tertawa senang.
“Makasi ya buat yang kemarin”, suara wanita itu terdengar lembut di telingaku yang sengaja aku pasangi headset.
“Iya sama2, hee...barang2 di rumah kamu aa...aman semua?”, tanyaku setengah gagap,
“Astungkara (Syukur) gak ada yang hilang, tapi kok aneh mereka gak nyuri apapun ya?”, aku bisa mendengar suara riuh anak2, aku yakkin Mira sedang ada di kantin.
“Sudah bilang sama ortu?”, aku menutup kotak plastik nasiku yang belum habis aku makan di gazebo bambu.
“Udah, bapak ngecek juga, katanya gak ada tanda apapun sih, udh aku suruh masang CCTV aja”, suara itu kembali terdengear dari hedsetku.
“Sekali lagi terimakasi banyak kak Wahyu” sambungnya lagi
“Iya sama2, kamu...”
“Tuuuttt” suara panggilan di diahiri olehnya saat aku belum selesai berbicara. Aku hanya tersenyum, ketika suaranya telah hilang.
“Kamu sudah makan??, entar ada jam ngajar?, semangat ya, rajin berdoa, mudah2an Tuhan menganugerahkan keselamatan dan kesehatan untuku, Swaha (amin).”,
ucapku pada microphone headseat seolah masih ada dia yang mendengarnya disana. Meski aku tau ucapanku tidak ada pentingya buat dia. Kuambil kembali kotak nasiku melanjutkan makanku yang terjeda.
Aku : Selamat pagi, maaf menggangu.
Aku mencoba memberanikan diri men Chat lebih awal setelah 2 hari tidak ada Chat dari Mira lagi, aku berfikir dia pasti sibuk dengan pekerjaanya, sehingga lupa dengan aku, sampai aku sadar, bahwa aku bukan siapa2 untuk diingat, Aku yakin itu dengan melihat matahari sudah sampai dibarat masih juga tidak kunjung dibalas.
Aku : Aku mau mengembalikan mantelnya.
Mantel ini sudah terlalu lama dalam kamarku, memberikan sebuah imajinasi yang sangat menyedihkan setiap saat aku berbaring melihatnya.
HP tidak pernah lepas dari tanganku saat tidur, berharap ada sedikit getaran, meski kadang kecewa saat semangat melihat layar yang masuk hanya Notif SMS dari oprator kartu.
“Benar kata kata Bli Darmawangsa, “Wak petani tilesang ibane (sadar diri cuma petani)”, aku tutup malam ini dengan sebuah kata kata yang aku harap terbawa mimpi “Tilesang ibane (sadar diri)”
Esoknya sepulang dari ladang aku bingung tidak menemukan ibuku dirumah, yang ada hanyalah, ayahku yang cuek saat aku tanya ibu dimana, segera aku lihat dikolong bale dangin sabit masih ada, dan dibawah pohon cempaka didepan rumahku ada suatu benda yang hilang, segera aku pacu mtor, tapi sebelum jauh aku sepat berbalik mengambil matel di kamarku.
Aku sampai didepan rumah Mira saat sudah sandikaon (petang), aku parkirkan motor tepat disebelah ibuku yang membawa juan (galah) untuk mencari bunga yang di tanam berjejer di depan tembok rumahnya yang luas
“Me ngudiang ngalih bunga dini? (ibu ngapain nyari bunga disini?), nanti dimarahin sama yang punya”, kataku sambil menarik tangan ibuku menuju motor, aku lihat kresek ditangannya sudah terisi beberapa tangkai bunga kamboja.
“Me ngoyong dini kesep nah (bu tunggu disini sebentar ya), Wahyu mau mengembalikan ini sama yang punya rumah”, aku suruh ibuku bersandar di morotku sementara aku beranjak menuju gerbang dan langkahku terhenti ketika galah berujung kawai itu nyangkut menarik kerah bajuku.
“Ada apa me?”, aku menoleh kebelakang penasaran, ibuku memasang wajah datar
“Wahyu, ambil tanah pekarangan itu” ibuku menunjuk tanah yang ada dibawah pintu dorong besi rumah Mira.
“Buat apa me?”, tanyaku heran, tapi ibuku diam sambil memberikan kresek berisi bunganya,
“Celepang dini! (masukin kesini!)” ucapnya singkat, aku menerima kresek itu dan anehnya aku baru sadar dalam kresek itu ada penyeluhan (alat untuk mencongkel daging buah kelapa), “kok bawa gini segala?, buat apa me (bu)?”, aku semakin penasaran.
“Wahyu congcong ditu, ditu, ditu! (gali disana, disana, disana!))”, ibuku menunjuk beberapa tempat dibawah pintu besi itu. aku hanya diam mendengar perintah aneh kepada gundukan tanah yang ditunjuknya.
Bersambung.....
“Jumah (dirumah)?, me (ibu) kan disini”, ucapku berjarak beberapa langkah darinya berdiri, “Pulang lah”, sambung ibuku lagi. aku tetap diam menunggunya untuk kembali pulang.
“Mulih!! (Pulang!!)”, bentaknya, aku terkejut setelah hampir 3 tahun lamanya dia tidak pernah mengeluarkan suara tinggi, aku mengangguk mundur kebelakang.
“Pulanglah, jangan menoleh kebelakang”, ucap ibuku, aku menuruti perintahnya memalingkan wajah dan melangkah cepat kerumah.
Dipertengahan jalan gang aku kepikiran kalo ibuku sakit masuk angin seperti kemarinnya, aku pun berbalik ingin memaksanya pulang, tapi ketika aku sampai ditempat yang sama hanya jalanan sepi tidak ada seorangpun,
![Penyewekan [Pengasih] Bagian ke-XI Sudut Lain 3](https://s.kaskus.id/images/2020/06/18/10832441_20200618052333.jpg)
gambar ilustrasi jalan sepi (gambar hanya ilustrasi bukan bagian dari cerita)
“MEE!!”, kulihat jalan sepi, jalankan orang, anjing tetangga yang berseliweran pun tidak ada, badanku merinding memaksa kaki berlari cepat kerumah, begitu sampai aku membuka pintu kamar ibuku dan melihatnya terlelap dberselimut disana.
“Tadi itu siapa?”, aku sentuh pelan2 tubuh ibuku yang ditutup selimut, masih terasa detak jantung dan deru nafasnya “Ini nyata!”, Aku memutuskan untuk tidur dilantai kamar ibuku malam itu.
Hari berikutnya seperti biasa aku tanyakan pada ibuku perihal yang kualami kemarin, tapi sepertinya penyakitnya kumat karena menjawab dengan gumamamn tidak jelas, membuat aku bingung, bila itu mimpi kenapa terasa sangat nyata.
Aku lanjutkan pekerjaanku sebagai petani, mencangkul, memberi makan ternak, dan duduk bersistirahat di gazebo bambu, tidak ada Notif dari siapapun di HP-ku, aku lupakan itu dan melanjutkan aktifitas, sampai malamnya dering HP membuat aku menghentikan gosokan gigiku di Wastafel
Mira :kak Wahyu
Mira :P
Mira :P
Aku : Iya ada apa?
Mira : gak sibuk kan?
Aku : gak kok
Secepat kilat aku siramkan air dan gosokan sabun kebadan yang menjadi rekor mandi tercepat selama hidupku, dengan dililit handuk aku berlari menuju kamarku.
Mira : mau cerita boleh
Aku : boleh, apa ya?
Mira : kmu jngn ketawa ok
Aku : cerita lucu ya?
Aku merasa seperti orang bodoh menanyakan iyu, padahal sudah jelas dilarangnya letawa
Mira :gak
Aku : maaf, terus cerita apa?
Lama tidak dibalas, aku merasa berdosa seakan bercanda membalas Chatnya, padahal tidak ada maksudku beguitu
Mira : btw kmu percaya hal yang diluar nalar
Aku : maksudnya?
Mira :hal mistis?
Aku : iya, aku orang bali, sekala (dunia kasat mata) dan niskala (dunia tak kasat mata) aku percaya
Mira : oh gitu, prnh ngalamin?
Aku : Pernah, sering
Mira : syukurlah, setidaknya kmu ga ngetawain dan bilang aku gila
Aku : gak lah, mana ada orng ngetawain bilang gila klo orang lain mengalami hal menakutkan.
Mira : ada, Pacarku
Aku : maaf aku tidak tau
Mira : setiap aku cerita dia gk pernah percaya, ketwa dn bilng aku berhalusinasi
Aku : mungkin pacrmu blm prnh nglemin.
Mira : iya, aku mrasa dia ngeremehin aku.
Aku : jngn begitu, persepsi orang beda2
Mira : maaf jadi ngelantur ksna, klamaan mendem kesel hehe
Aku : iya gak apa, emnagnya kmu liat apa?.
Mira : aku merasa diikutin sesuatu.
Aku : maksudnya sesuatu itu, kayak gimana?
Mira : entah lah, saat kerja aku kyk sering diitipin, pas malem sering guga dilihatin dari balik pager.
Merinding membacanya segera memakai kolor dan berlindung dibalik selimut.
Aku : bentuknya gimana?
Mira : serem, cewek tua gitu, rambutnya panjang putih
Aku : dah lama diikutin
Mira : udh sejak aku ngajar di smp 2bln an lah
Aku : udh bilang ke ortu?
Mira : udh ke ibu, dh mau diajak ke balian (orang pintar) tpi bapak ngelarang
Aku : kok gitu?
Mira : bapak gak percaya yang begituan
Aku : terus gimana?
Mira : gak tau dh aku
Aku : emangnya tujuannya yang ngikutin itu apa?
Mira : entah lah, buruk kayaknya.
Aku : kok tau?, pernah ngomong?
Mira : gak pernah sih, cuma firasat aja.
Aku : lalu gimana?
Mira : gak tau aku bingung.
Aku : sabar aja, ibuku bilang semasih kita berbuat yang benar gak bakal deh bisa dicelakain siapapun.
Mira : iya makasi dah mau dengerin ceritaku.
Aku : iya sama2, maaf cuma bisa dengerin aja, gak bisa bantu banyak.
Mira : gak apa, aku cuma perlu orng yang mau dngerin aku.
Mira : sekali lagi thanks banget ya kak Wahyu.
Aku : iya sama2.
Aku : btw jam segini kok belum tidur?
Kembali segera aku hapus Chat ku yang terahir sebelum terkirim, cukup 2 centang yang tak kunjung biru dibaca oleh Mira, mungkin dia sudah tertidur, atau kembali telfonan dengan pacarnya. Malam ini aku menjamin bakal tidur dengan mimpi yang sangat indah.
******
“Tunggu dulu!”, Odik menghentikan cerita Wahyu, “Aku sudah baca semua Chat kalian!, tidak ada satupun yang mnyinggung diriku!, nguluk-nguluk ba ci! (bohong dah kamu!)”, Odik meragukan ucapan dari Wahyu yang seakan dikarangnya begitu saja.
“Mira tau Bli bisa membobol semua akunnya, jadi setiap Chat yang menyangkut tentang Bli, sudah Mira hapus”, jelas si Wahyu.
“Kenapa dihapus?!, apa rahasia yang kalian sembunyikan dariku?!”, Odik menjadi penasaran mendengar penjelasan Wahyu.
“Tidak ada rahasia, Mira cuma tidak ingin Bli kepikiran dengan semua kejadian yang dia alami”, aku menatap mereka berdua yang begitu asik berdialog, sampai rokok kantong pindah ke mulut aku sulut karena asik banget kayak nonton film Kalong-man mengintrogasi manusia kartu.
“Kenapa aku tidak boleh tau masalah pacarku sendiri?!”, Odik kembali berargumen, Wahyu menatapnya
“Karena Mira sayang sama kamu dan tidak ingin membuat kamu sakit hati!”, wahu mulai memandang dengan serius, aku yang mlihatnya agak mundur takut kalo dia ngamuk badanya segede barong landung.
“Sakit hati?!, Kaden ci (kamu kira) aku tidak sakit hati dengan cara kalian begini?!”, Odik mulai emosi lagi, aku membayangkan bajuku kembali memutih dan celana kain hitam serta sepatu kulit tak lupa dasi kupu2 menempel di leher, jaga2 kalo mereka berkelahi.
“Saya tau Bli sakit hati, tapi tidak seberapa dibanding yang sejatinya terjadi”, Wahyu melemah, seragam wasitku mulai memudar.
“Intinya apa?!, enggalin dik pasing orange (cepat biar gak dikira) maling mayat disini!”, aku mencoba mendesak Wahyu.
Wahyu menatapku, “intinya...
********
Hampir 2 hari Mira tidak ada mngirim pesan padaku, aku merasa hari2ku begitu sepi tanpa dia, dan yang pasti hari2nya biasa saja tanpa aku, karena aku bukan siapa2nya dia.
Kehidupanku berjalan pagi beli bubur, nyuapin ibu, ke sawah ngecek padi, memberi pakan ternak, pulang masak dan istirahat siang, lalu ke ladang dan pulang sore menjelang petang.
“Duut...Duutt” getar HP dibawah bantalku, aku yang masih terbawa rasa kantuk merogohnya, jam masih menunjukan pukul 24.35, ada yang menelfon jam segini, yang membuatku heran adalah gadis berkebaya merah menghubungiku. Kantukku hilang dan segera menghidupkan lampu didur disebelah kasur.
“Tuttt..”, aku tekan tombol hijau “Halo Om Suastiastu”, ucapku dengan tergagap, tapi suara diseberang sana begitu tidak jelas, “Krubuk, Krubuk,Krubuk”, seperti suara HP tenggelam.
“Halo kak Wahyu..” terdengar suara Mira membisik pelan, awalnya aku mengira sinyal yang jelek sehingga suaranya terdengar putus2, tetapi ketika aku spiker, barulah aku sadar kalau diseberang sana yang menelfonku sedan menagis tersedu.
“Kamu kenapa?!”, aku segera menyakan apa yang terjadi, “Huhuhu!’ hanya tangisannya saja yang keluar dari speakr HP ku
“Ada yang masuk kerumahku kak!”, Mira berbisik menahan tangisnya.
“Siapa?”, tanyaku,
“Aku tidak tau”, diseberang sana dia melanjutkan tangisannya
“Kamu dimana?, cepat bangunin ortunya kamu!”, aku ikut panik dengan segera memakai celana dan jaket.
“Aku dikamar, udah aku telfon ortuku di kamar mereka gak bangun2 adiku juga sama, seisi rumah ini gak ada yang sadar, mereka tidur lelap banget kecuali aku!”
Mira berbisik menjelaskannya “Aku takut kak gimana ini?!”,sambungnya lagi.
“Dari mana orang itu masuk?!, tanyaku dengan HP terjepit di helem sembari berlari mendorong motorku keluar gang.
“Dari tembok sanggahku (pura keluarga di dalam pekarangan rumah) jelas banget aku denger ada orang yang melompat disana huhuhu” dia kembali menangis.
“Aku kesana, kamu jangan nagis, cepet kunci kamar trus masuk ke kolong tempat tidur!”, aku memberi saran sesuai pengalamanku kalau ketakutan harus sembunyi, sampai di jalan besar motorku aku stater dan ngebut menuju rumah Mira, anjing yang nyebrang aku tak pedulikan, meski udara malam dan rintik hujan membasahi jaketku.
Dari jauh rumah Mira sudah terlihat, tepat disebelah gerbang dua orang terlihat duduk diatas motor, mendengar suara motorku mereka ngebut dan menghilang, aku yang mau mengejar kehilangan jejak, bagaimana bisa dijalan lurus beberapa detik saja mereka hilang hanya menyisakan suara mesin memecah derasnya hujan.
Aku terun dari motor memandangi tembok rumah Mira terlihat bekas lumpur jejak kaki, mereka memanjat, “Apa yang mereka curi?”, aku mendekat ke pintu gerbang, terlihat lumpur dihanyutkan oleh derasnya air hujan.
“Bagaimana mungkin didepan gerbang ada tanah merah kok bisa ada lumpur hitam?”, aku mengambil HP ku yang dijepit di helem perlahan takut kena air dan menelfon Mira
“Halo Suastiastu”
“Iya kak”, terdengar suara Mira berbisik, “aku sudah didepan rumah, bener kata kamu ada orang yang mencurigakan tadi, dan kayaknya mereka udah pada pergi” jelasku padanya.
“Iya, kamu yakin gak ada lagi mereka?”, Mira sepertinya masih ragu padaku, aku beranjang menyalakan motorku dan mengas-nya “Dengar suara motorku?, aku diluar aman kok” aku meyakinkannya.
“Coba cek ortu kamu sama adik juga”, aku mengkawatirkan sesuatu pada keluarga Mira karena tidak bereaksi mendengar kebisingan tadi.
“Udah, ini mereka masih lelap tidur”, terdengar suara langkah berjalan sepertinya Mira ngcek kamar satu2.
“Iya syukurlah kalo gitu, aku pulang dulu”, segera aku beranjak menaiki motor. “Tunggu kak!”, terdengar suara di telfon sana, aku diam sesaat.
Terdengar derit suara pintu besi terbuka, seoarang gadis berpayung mengenakan piyama putih mendorong pintu, aku terkejut mengira itu setan
“WAAA!!, Ampura! (maaf!)”, aku gemetar ditengah hujan, gadis itu ikut menjerit
“AAAA!!!, siapa itu??”, ternyata dia bisa ngomong, “Tiang (saya) Wahyu”, kataku menyadari itu manusia.
“Kak Wahyu”, gadis melambai berdiri dengan payung ditengah derasnya hujan, aku terun dari motor gugup mendekatinya, begitu aku lihat dari dekat, jauh lebih cantik dan manis dibanding foto profilnya, ini kali pertama dalam hidupku berhadapan dengan idolaku secara langsung, jantungku berdegup kencang.
“Makasi ya”, ucapnya sambil tersenyum menyeka air mata dari matanya yang sembab memerah.
Aku hanya bisa senyum manggut2, kata dimulutku didak bisa keluar bahkan kakiku terasa lemas, aku senang sekali, sangat senang.
“Ini kak, maaf sampai kehujanan”, dia memberikan jas hujan terlipat padaku, aku tersenyum menerimanaya, padahal sebenarnya aku mau menolak karena sudah terlanjur basah, nyalah (tanggung) pakai mantel.
“Makasi ya kak, maaf ngerepotin aku balik dulu”, Mira mohon pamit, sekali lagi aku hanya tersenyum manggut2 melihat dia menutup gerbang dan berlalu masuk kedalam pekarangan.
Aku bernyanyi gembira diatas motor menikmati guyuran hujan membasahi badanku, sementara mantel itu aku simpan dalam jaket agar tidak basah.
Sampai dirumah aku terkejut di teras rumah ibu sudah duduk diatas sofa menatapku yang basah kuyuk memarkirkan motor.
“Meme (ibu), jam segini kok tidak tidur?, Wahyu tidak nongkrong kok”, aku melepas baju yang basah menggantungnya di jemuran kemudian membantu ibuku berdiri masuk ke kamarnya,
“Wahyu hati2” ibuku berucap singkat ketika aku tutupkan selimut dibadannya. Aku tersenyum mangiyakan, “Nak ne bakal ye tepukin wayah sajaan (orang yang bakal dia temui hebat sekali)”, sambung ibuku menjelang pintu kamarnya aku tutup, aku jadi terdiam memegang gagang pintu yang sudah tertutup, Mencerna apa yang diucapkan ibuku.
“Sudahlah, pasti kambuh lagi”, aku masuk ke kamar dengan handuk mengusap matel yang diberikan Mira supaya kering, baru kemudian mengusap badanku yang sudah memerah masuk angin.
Aku letakan mantel di rak sebelah ranjangku dengan lampu tidur , aku baringkan badan menghadap matel yang ditesinari oleh cahaya. Membayangkan yang meberikan mantel itu.
“Seandainya Tuhan memberikan aku kesempatan, seandainya Dia yang berbaring disebelahku seperti mentelnya kini, aruh Betara Sesuhunan titiang (ya tuhanku)!!”, aku tersenyum haru memeluk bantal gulingku, membekapkan muka dan berteriak kencang tertawa senang.
“Makasi ya buat yang kemarin”, suara wanita itu terdengar lembut di telingaku yang sengaja aku pasangi headset.
“Iya sama2, hee...barang2 di rumah kamu aa...aman semua?”, tanyaku setengah gagap,
“Astungkara (Syukur) gak ada yang hilang, tapi kok aneh mereka gak nyuri apapun ya?”, aku bisa mendengar suara riuh anak2, aku yakkin Mira sedang ada di kantin.
“Sudah bilang sama ortu?”, aku menutup kotak plastik nasiku yang belum habis aku makan di gazebo bambu.
“Udah, bapak ngecek juga, katanya gak ada tanda apapun sih, udh aku suruh masang CCTV aja”, suara itu kembali terdengear dari hedsetku.
“Sekali lagi terimakasi banyak kak Wahyu” sambungnya lagi
“Iya sama2, kamu...”
“Tuuuttt” suara panggilan di diahiri olehnya saat aku belum selesai berbicara. Aku hanya tersenyum, ketika suaranya telah hilang.
“Kamu sudah makan??, entar ada jam ngajar?, semangat ya, rajin berdoa, mudah2an Tuhan menganugerahkan keselamatan dan kesehatan untuku, Swaha (amin).”,
ucapku pada microphone headseat seolah masih ada dia yang mendengarnya disana. Meski aku tau ucapanku tidak ada pentingya buat dia. Kuambil kembali kotak nasiku melanjutkan makanku yang terjeda.
Aku : Selamat pagi, maaf menggangu.
Aku mencoba memberanikan diri men Chat lebih awal setelah 2 hari tidak ada Chat dari Mira lagi, aku berfikir dia pasti sibuk dengan pekerjaanya, sehingga lupa dengan aku, sampai aku sadar, bahwa aku bukan siapa2 untuk diingat, Aku yakin itu dengan melihat matahari sudah sampai dibarat masih juga tidak kunjung dibalas.
Aku : Aku mau mengembalikan mantelnya.
Mantel ini sudah terlalu lama dalam kamarku, memberikan sebuah imajinasi yang sangat menyedihkan setiap saat aku berbaring melihatnya.
HP tidak pernah lepas dari tanganku saat tidur, berharap ada sedikit getaran, meski kadang kecewa saat semangat melihat layar yang masuk hanya Notif SMS dari oprator kartu.
“Benar kata kata Bli Darmawangsa, “Wak petani tilesang ibane (sadar diri cuma petani)”, aku tutup malam ini dengan sebuah kata kata yang aku harap terbawa mimpi “Tilesang ibane (sadar diri)”
Esoknya sepulang dari ladang aku bingung tidak menemukan ibuku dirumah, yang ada hanyalah, ayahku yang cuek saat aku tanya ibu dimana, segera aku lihat dikolong bale dangin sabit masih ada, dan dibawah pohon cempaka didepan rumahku ada suatu benda yang hilang, segera aku pacu mtor, tapi sebelum jauh aku sepat berbalik mengambil matel di kamarku.
Aku sampai didepan rumah Mira saat sudah sandikaon (petang), aku parkirkan motor tepat disebelah ibuku yang membawa juan (galah) untuk mencari bunga yang di tanam berjejer di depan tembok rumahnya yang luas
“Me ngudiang ngalih bunga dini? (ibu ngapain nyari bunga disini?), nanti dimarahin sama yang punya”, kataku sambil menarik tangan ibuku menuju motor, aku lihat kresek ditangannya sudah terisi beberapa tangkai bunga kamboja.
“Me ngoyong dini kesep nah (bu tunggu disini sebentar ya), Wahyu mau mengembalikan ini sama yang punya rumah”, aku suruh ibuku bersandar di morotku sementara aku beranjak menuju gerbang dan langkahku terhenti ketika galah berujung kawai itu nyangkut menarik kerah bajuku.
“Ada apa me?”, aku menoleh kebelakang penasaran, ibuku memasang wajah datar
“Wahyu, ambil tanah pekarangan itu” ibuku menunjuk tanah yang ada dibawah pintu dorong besi rumah Mira.
“Buat apa me?”, tanyaku heran, tapi ibuku diam sambil memberikan kresek berisi bunganya,
“Celepang dini! (masukin kesini!)” ucapnya singkat, aku menerima kresek itu dan anehnya aku baru sadar dalam kresek itu ada penyeluhan (alat untuk mencongkel daging buah kelapa), “kok bawa gini segala?, buat apa me (bu)?”, aku semakin penasaran.
“Wahyu congcong ditu, ditu, ditu! (gali disana, disana, disana!))”, ibuku menunjuk beberapa tempat dibawah pintu besi itu. aku hanya diam mendengar perintah aneh kepada gundukan tanah yang ditunjuknya.
Bersambung.....


mastercasino88 memberi reputasi
1
433
0


Komentar yang asik ya


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan