Kaskus

Hobby

andifirmansy808Avatar border
TS
andifirmansy808
Cara Menjadi Sukses Dalam Hidup | Penerapan Anti-Istimewa

Spoiler for this thread:



Anda Tidak Istimewa (Begitupun Saya)


Ada seorang pria, sebut saja Steven.

Steven punya berbagai lini bisnis yang sedang berjalan. Kapan pun, jika Anda bertanya apa yang sedang dikerjakan, dia akan menyebutkan dengan cepat beberapa nama perusahaan yang berkonsultasi dengannya, atau dia akan menyebutkan beberapa bisnis yang dia miliki sehingga membuatnya menjadi miliarder.

Steven adalah pribadi yang positif di setiap waktu. Selalu termotivasi, selalu bekerja dengan sudut pandang yang jelas.

Di balik itu semua, Steven adalah seorang b*jingan—hanya bicara, tidak ada aksi. Sebagian besar waktunya diisi dengan mabuk-mabukan, dan menghamburkan uang di bar dan restoran ternama seraya berusaha memukau orang dengan “ide bisnisnya”. Steven adalah seorang penipu profesional, menghidupi keluarganya dengan uang haram. Tentu, kadang dia juga berupaya, tapi tidak ada yang pernah terwujud. Tidak satu pun “usahanya” berkembang menjadi sesuatu.

Meski demikian, pria ini telah melakukannya selama bertahun-tahun. Kacaunya, Steven merasa nyaman-nyaman saja. Kepercayaan dirinya tak lebih hanya waham dalam otaknya. Dia senang berkata hal-hal yang dusta—memberitahu setiap orang bahwa dia adalah seseorang yang sukses, padahal hanya bicara, tak ada aksi.

Steven memang menghasilkan uang, meskipun biasanya melalui cara-cara yang tidak jujur, seperti menjual ide bisnis orang lain yang diaku sebagai miliknya, atau memperdaya orang lain agar memberi pinjaman, atau parahnya, menghasut seseorang agar menyerahkan saham mereka.

Bagian paling parahnya adalah bahwa Steven meyakini omong kosong dirinya. Khayalannya seolah tidak tembus peluru, sehingga jujur, orang lain sulit marah padanya, justru malah terkagum-kagum.

Dia era 1960-an, meningkatkan penghargaan diri—berpikiran dan berperasaan positif tentang diri sendiri—sangat ngetrend di ranah psikologi. Saya yakin Anda pernah 
mendengar ungkapan,

“Setiap orang itu istimewa”.

Namun bergantilah ke generasi berikutnya, dan terbacalah sebuah data yang berkata, “tidak ada dari kita yang istimewa”. Ternyata, sekadar merasa bahagia atas diri Anda sendiri tidak berarti apa-apa, kecuali jika Anda memiliki suatu alasan yang bagus untuk merasa bahagia atas diri Anda sendiri.

Pada kenyataannya, kemalangan dan kegagalan sungguh berguna dan bahkan diperlukan untuk membangun seseorang menjadi orang dewasa yang tangguh dan sukses.

Faktanya, mengejar orang untuk meyakini bahwa mereka istimewa dan merasa baik tentang diri mereka sendiri dengan alasan apa pun tidak lantas menjadikan mereka suatu populasi yang penuh dengan Bill Gates. Ini justru menciptakan satu populasi penuh dengan pria seperti Steven.

Ya, dialah Steven yang percaya diri dan memiliki penghargaan diri yang tinggi. Steven yang menghabiskan banyak waktunya untuk berbicara mengenai betapa baiknya dia sehingga dia lupa untuk benar-benar melakukan sesuatu.

Yang menjadi masalah dengan gerakan peningkatan penghargaan diri ini adalah bahwa ukuran yang digunakan berdasar pada seberapa positif orang melihat diri mereka sendiri. Padahal ukurang yang benar dan akurat untuk penghargaan diri seseorang sesungguhnya terletak pada bagaimana orang tersebut memahami aspek negatif dari diri mereka sendiri. Jika seseorang seperti Steven merasa sungguh baik selama 99,9% dalam hidupnya, meskipun hidupnya hancur berantakan, lalu bagaimana itu bisa menjadi alat ukur yang valid untuk sebuah hidup yang sukses dan bahagia?

Steven merasa istimewa, itu saja. Dia merasa seakan-akan layak mendapatkan hal-hal baik tanpa berusaha. Dia percaya diri, bisa menjadi kaya tanpa harus bekerja. Dia percaya diri dapat disukai dan menjalin hubungan yang baik tanpa pernah membantu seorang pun. Dia percaya diri, berhak memiliki suatu gaya hidup yang luar biasa tanpa pernah mengorbankan apa pun.

Orang-orang seperti Steven begitu terpaku pada perasaan nyaman karena berhasil mengelabui diri mereka sendiri hingga yakin bahwa mereka sedang menyelesaikan hal-hal besar, bahkan ketika mereka tidak melakukannya.

Meyakinkan diri sebagai makhluk yang spesial, merupakan sebuah strategi yang gagal. Ini hanya membuat Anda “tinggi”/nge-fly. Tapi itu bukan kebahagiaan.

Pengukuran yang benar tentang penghargaan diri seseorang bukan pada bagaimana seseorang merasakan pengalaman positifnya, namun lebih kepada bagaimana dia merasakan pengalaman negatifnya.

Seseorang yang benar-benar memiliki penghargaan diri yang tinggi mampu melihat bagian negatif dari pribadinya secara blak-blakan kemudian bertindak untuk memperbaikinya.

Namun, orang yang tertipu dengan dirinya sendiri, karena mereka tidak mampu mengakui masalah mereka sendiri secara terbuka dan jujur, justru tidak bisa memperbaiki hidup mereka dengan cara yang tahan lama atau bermakna. Mereka semakin tertinggal karena mengejar hal yang bertambah tinggi dan mengakumulasi tingkat penyangkalan yang semakin besar.

Namun pada akhirnya, kenyataan akan menghantam Anda, dan masalah-masalah yang mendasar akan menampakkan dirinya lagi, kali ini dengan lebih jernih. Ini hanya perkara kapan, dan seberapa sakit itu nantinya.

Paradoks Keistimewaan

“Setiap orang itu istimewa”

Sebuah kalimat yang dapat membuat kita nyaman dan tenang ketika dihadapkan pada sebuah kegagalan, ya kan?

Namun, sungguh, ada hal yang tidak kita sadari dari kalimat “menawan” itu.
Jika setiap orang istimewa, artinya tidak ada seorang pun yang istimewa.

Hah?? Maksudnya?

Ya, seseorang dianggap istimewa jika dia memiliki sesuatu yang tidak dimiliki orang lain, kan? Sekarang, jika setiap orang itu istimewa, berarti semua orang memiliki keunikannya masing-masing. Artinya, semua orang sama rata. Dengan kata lain, tidak ada seorang pun yang istimewa—kecuali orang-orang yang Tuhan kehendaki.

Ahh bingung!!

Baiklah, mari saya lanjutkan.

Cara Kerja Tirani Keistimewaan

Jika kita punya masalah yang tidak terselesaikan, alam bawah sadar kita tahu bahwa kita sebenarnya tidak istimewa atau gagal dalam artian tertentu. Bahwa kita, entah bagaimana, tidak seperti orang lain dan karena itu beberapa aturan berlaku berbeda untuk kita.

Alasannya sederhana: kita merasa istimewa.

Semakin dalam rasa sakit, semakin kita merasa tak berdaya menghadapi permasalahan kita, dan semakin banyak keistimewaan yang kita perlukan sebagai kompensasi atas permasalahan tersebut. Keistimewaan ini bekerja dalam salah satu cara berikut:

1. Saya luar biasa dan kalian semua payah, jadi saya berhak mendapatkan perlakuan istimewa.
2. Saya payah dan kalian semua luar biasa, jadi saya berhak mendapatkan perlakuan istimewa.

Jalan pikir kedua hal tersebut berlawanan, tapi inti keegoisannya sama. Dalam kenyataannya, Anda akan sering melihat orang-orang bergantian menerapkan yang pertama atau kedua. Entah mereka sedang berada di atas atau di bawah roda nasib.

Sekali Lagi, Anda Tidak Istimewa

Sejatinya, tidak ada yang disebut sebagai masalah pribadi (personal problem). Jika Anda memiliki suatu masalah, ada peluang jutaan orang lain juga memilikinya entah dulu, sekarang, atau esok. Dan orang itu bisa jadi seseorang yang Anda kenal. Kesadaran ini tidak mengurangi masalah yang Anda hadapi atau tidak membuat rasa sakit Anda hilang. Juga bukan berarti Anda bukan korban atas suatu situasi.

Ini hanya mau mengatakan bahwa Anda tidak istimewa.

Seringkali, inilah kesadaran yang harus Anda ambil—bahwa siapa Anda dan apa masalah Anda itu bukanlah sesuatu yang istimewa di mata jutaan orang yang saat ini sedang, sebelumnya telah, maupun esok akan menderita—sebagai langkah pertama dan terpenting untuk menyelesaikan masalah-masalah tersebut.

Apalagi saat ini, eranya sosial media. Setiap orang rela melakukan apa saja—termasuk hal-hal yang membahayakan diri mereka—untuk dianggap sebagai seseorang yang istimewa. Ya, sebagian besar orang rela melakukan apa saja untuk kontennya di media sosial, dan sialnya, dia menunggu like dan comment dari setiap orang. Jadi saya ucapkan bagi mereka, “Selamat datang di dunia fantasi.”

“Jadi, apa inti dari tulisan ini, Ndi?”

Baik, saya tahu Anda sudah mulai bosan membaca tulisan (payah) ini, namun sebelum Anda meninggalkan tulisan ini, mari kita sepakati kesimpulannya.
Segelintir orang yang berhasil menjadi unggul di suatu bidang, meraih posisi tersebut bukan karena mereka meyakini diri mereka istimewa. Sebaliknya, mereka menjadi luar biasa karena mereka terobsesi dengan perbaikan. Dan obsesi ini berasal dari keyakinan yang tidak pernah salah bahwa mereka, dalam kenyataannya, sama sekali tidak istimewa. Ini adalah anti-istimewa. Orang-orang yang hebat dalam suatu hal, menjadi hebat karena mereka mengerti bahwa mereka belum benar-benar luar biasa—mereka biasa saja, masuk golongan rata-rata—dan bahwasanya, mereka bisa menjadi lebih baik.

Segala nasihat tentang “setiap orang itu istimewa” pada dasarnya hanyalah menyenang-nyenangkan ego Anda. Ini adalah sebuah pesan yang membuat Anda merasa enak dan lega, namun pada kenyataannya, ini ibarat kalori yang membuat Anda secara emosional gemuk dan membengkak. Anda akan menjadi terobsesi untuk selalu memperbaiki diri ketika ada pandangan anti-istimewa dalam diri Anda.

Anti-istimewa menjadikan Anda sebagai “jiwa penasaran”, bukan “hantu penasaran.”Cara Menjadi Sukses Dalam Hidup | Penerapan Anti-Istimewa

Sumber Tulisan 
nona212Avatar border
nona212 memberi reputasi
1
229
0
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan