Kaskus

Story

lapautekchy01Avatar border
TS
lapautekchy01
Tragedi Uang Dapur
Tragedi Uang Dapur

"Karena Abang ga pernah ke pasar!" Aku mulai lelah dengan pernyataan suami yang mengatakan uang tidak pernah cukup, tidak bisa hemat, dan lain-lain yang membuat kuping merah.

Seperti Minggu ini, aku baru saja kembali dari pasar tradisional untuk membeli bahan dapur, seperti cabe, bawang, lauk, gula, kopi dan lain-lain. Suami yang libur langsung menatap heran melihat kantong belanjaan.

"Pantesan ga pernah cukup, kamu belanja banyak begini," katanya tanpa ada keinginan membantu membawa barang yang sedang kujinjing.

Dari pada menimbulkan masalah dan menyebabkan pertengkaran, dengan langsung menjawab perkataan suami barusan. Aku memilih bergegas masuk ke dalam rumah dan menuju dapur.

Kucoba menenangkan diri dengan mengembuskan napas panjang. Rasa capek dan lelah masih bergelayut di pinggang dan pundak. Sebab selain harus memakai masker, menghindari keramaian membuatku menghabiskan tenaga lebih banyak dari biasa.

"Memang kamu beli apa, sih? Sampai dua kantong begitu?" Suara Bang Ardi terdengar berat di ambang pintu.

Aku tetap bungkam dan terus mengeluarkan belanjaan yang akan disiangi. Sayur mayur dan cabe harus dibersihkan dulu, baru bisa dimasukan kulkas.

"Hana! Kamu dengar aku tidak?" Hardiknya keras, sebab sudah sekian kali kalimat tanya meluncur dari bibirnya tidak kugubris.

"Hana!" Sekali lagi namaku disebut dengan nada tinggi. Aku langsung mengalihkan wajahku pada suami.

"Aku cuma beli sayur, lauk, cabe, bawang, gula, kopi dan lain-lain untuk makan kita seminggu. Di sini tak ada daster atau perlengkapan make up."

"Sayur aja kok bisa ngabisin uang banyak," balasnya sinis.

"Bang, ini cabe kriting setengah kilo, bawang sekarang ini mahal. Dan ini lauk pauk. Sebab tanpa lauk kamu dan anak-anak tidak mau makan. Jan kan makan tempe sama tahu, makan ikan asin aja kamu ga mau!" Spaningku mulai meningkat.

Bagaimana tidak emosi, setiap kali belanja selalu direcoki. Padahal lelaki itu suka sekali milih-milih makanan. Ngasih uang pas-pas-an. Selalu curiga aku beli perlengkapan sendiri. Meskipun itu salah satu kewajibannya sebagai suami.

Seharusnya dia bersyukur memperistri aku yang tak banyak permintaan. Jangankan ke salon, bedak aja hanya viva tabur. Baju? Jangan sangka aku memiliki satu stel baju branded, punya satu gamis aja sudah luar biasa. Sebab aku hanya butuh daster dan baju kaus rumahan.

"Aku pan cuma nanya doang, Hana," katanya dengan nada suara mulai dipelankan.

"Kalau nanya jan kek interogasi begitu kenapa, Bang? Aku pan ga enak. Masak setiap pulang dari pasar kamu nanyain beli apa, ngabisin duit berapa, terus kamu ga bisa hemat!" Bibirku mulai sempoyongan membalas kalimat Bang Ardi.

Melihatku seperti membaca mantra, suami mendekat.
"Hana! Sebulan ini aku hanya mau memastikan kamu bisa ga belanja uang dapur sekian, tetapi setelah kuselidiki dan kuperhatikan. Minggu depan kamu harus belanja baju baru, jilbab baru, perlengkapan make up juga. Sebab aku tak mau menzolimimu karena terus-terusan berusaha hemat dan tidak memperhatikan penampilanmu. Maafkan abang, ya."

Bang Ardi menarik tanganku, menatap mataku lekat.

Betapa kagetnya aku saat tangannya menempel di telapak tanganku yang berair karena marah. Ada segepok uang bewarna merah ikut nempel, sodarah.

"Rezekiku akan meningkat kalau tidak pelit sama istri. Ayo tersenyum!"

**DesiKirana**
nona212Avatar border
aryanti.storyAvatar border
indrag057Avatar border
indrag057 dan 3 lainnya memberi reputasi
4
991
8
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan