kakakperiAvatar border
TS
kakakperi
Kisah Anak Remaja








Hai agan, sista. Gue gak tahu apakah ada yang membaca ini atau tidak yang jelas gue cuman mau nulis kumpulan cerpen semasa SMA. Ah, motivasi nulis ini mungkin karena rindu dengan masa-masa SMA. Dua tahu lalu gue pengen banget cepat-cepat lulus, tapi entah kenapa sekarang gue ingin kembali ke masa-masa itu. Baru gue sadari ternyata gue banyak banget ngebuang waktu semasa dulu, istilahnya gue gak nikmati masa muda gue, waktu gue habisin ngurung diri di rumah, kalau pun keluar bareng temen-temen itu karena mereka memaksa. Entahlah dulu gue mageran banget. Saat sekarang melihat beberapa foto semasa SMA, baru terasa rindunya.

Jadi, cerita ini hanya fiksi belaka, tapi mungkin ada juga beberapa kejadian yang pernah gue alami. Motivasi sesungguhnya gua mau mengenang masa-masa yang terlewat begitu saja. Semoga kalian betah mampir. Enggak ada jadwal pasti untuk update, yah. Sesuai munculnya ide ajah, sasaran tulisan ini untuk abg-lanjut usia. Bisa jadi, kan mau mengenang masa-masa indah yang menurut orang adalah sewaktu smp, sma. Kalau menurut gue, masa terindah adalah dari masa gue gak mengenal cinta sampai mengenal cinta monyet. Wkwkwkw.




RASA TAK SAMPAI


Judul : 12 Hari dalam Kenangan


Kata banyak orang kisah paling indah adalah masa-masa SMA, teman-teman sibuk merajut kenangan demi kenangan entah bersama sahabat, guru, gebetan atau kekasih. Aku sendiri tak pernah mempunyai kekasih.


Kekasih tak punya, tapi gebetan jelas memiliki. Aku tak tahu persis kapan rasa itu hadir, yang kutahu jika dia berada tak jauh dariku, jantungku meronta-ronta ingin melompat keluar, aneh bukan? Aneh bagiku, mengapa degupnya kian tak normal jika ada dia, sang pemikat hati.

Anggap saja aku ini bodoh, jelas-jelas dia tak menyukai diri ini, tapi tetap saja tak mau menghapus namanya di sanubari, bahkan dengan enteng namanya bertahta di relung terdalam.

°°°
Hari ini merupakan hari pertama USBN, perlahan, tapi pasti waktu bersamanya akan berlalu, kadang hati meringis pilu. Karena selama dua tahun bersama dalam kelas, tak pernah sedikit pun kami bertukar cerita, atau kata lainnya menjadi teman akrab. Aku tidak butuh ada ikatan di antara kami, hanya saja setidaknya dia bisa menganggapku sebagai temannya.

Entah, mengapa kursiku harus berdekatan dengannya. Kami duduk berdasarkan nomor peserta yang telah ditempel di meja masing-masing oleh pengawas. Aku duduk di pojok kiri dekat jendela bangku ke dua dari depan, dan yang paling depan adalah dia.

Sungguh tak bisa konsen jika begini, jantungku kembali bermasalah, tak mau diajak kompromi bisakah jangan terlalu kencang berdegup? Seolah dikejar anjing yang membuat ngos-ngosan.

Saat istirahat, teman yang sebagian berlomba-lomba menuju kantin untuk mengisi perut. Aku sendiri sedang malas keluar, jadi tak ikut bersama mereka.

Berapa menit berselang aku sadar pulpenku tak ada di atas meja, perasaan aku tak pernah sekalipun memindahkan tempatnya. Segera berdiri, berjongkok mencari di bawah kursi dan meja, tak juga kutemukan. Padahal sebentar lagi ujian kedua masuk.

"Cari apaan?"

Deg!

Bahkan mendengar suaranya pun mampu membuat debar di dalam hati semakin menggila. Ah, ternyata seperti ini rasanya menyukai lawan jenis.

Aku berdiri, lalu beralih menatapnya. "Pulpenku," jawabku sok cuek. Beginilah aku cuek-cuek butuh kata orang.

"Memangnya kamu simpan di mana tadi?"

"Di sini." Aku menunjuk ke arah meja.

"Ah, bukan di situ kalik," katanya lagi.

"Beneran di situ!" suaraku agak meninggi. Kesal sekaligus senang luar biasa, tumben-tumbenan dia peduli dengan aktivitasku. Biasanya dia seolah menganggap tak ada gadis bernama Lalisa di dalam kelas. Entah alasan apa, perasaanku selalu berkata dia tak menyukaiku berada di kelas yang sama dengannya.

"Andaikan di situ pasti ada!" tukasnya tak mau kalah.

Tak sengaja mataku melirik ke saku bajunya dan .... Itu pulpenku.

Aku tertawa dan juga kesal. "Ih, Arnold!" pekikku dengan mata menatap sinis. Dia tertawa terbahak-bahak tanpa rasa bersalah sedikit pun.

"Apa!?" tanyanya sok tidak tahu.

"Pulpenku!" teriakku sembari menunjuk saku bajunya. Dia berdiri lalu memeriksa saku celana, dia seolah berpura-pura tak paham maksudku.

"Arnold!" panggilku kesal. Dia tertawa seolah menghindar.

"Cieee ... yang cinlok!" Lah, siapa lagi coba yang menjadi kompor. Ternyata itu Bastian membuat fokus teman-teman beralih kepada kami berdua dan sambil senyam, senyum menggoda. Rasanya wajahku memanas, serasa ingin demam.

"Oh ini, kok bisa ada di sini, sih?" Arnold kembali berbicara, tak pudar senyum di wajahnya. Bahagia mungkin mengerjaiku, tapi asli dia membuat ribuan kupu-kupu beterbangan di dalam dada.

Rasanya tak ingin hari ini berlalu, aku ingin durasi hari ini lebih panjang dari biasanya, ingin berlama-lama tertawa bersama Arnold. Merupakan momen langkah Arnold membuatku tersenyum, biasanya dia hanya akan mencemoohku dengan kalimat-kalimat tajamnya.

°°°
Entah, kenapa sejak hari pertama USBN seolah Arnold mulai mengikis jarak di antara kita, biasanya dia begitu dingin tak peduli, kali ini beda. Hari Pertama hingga hari ini dia selalu membuatku tertawa bahagia dengan segala tingkah lakunya. Bahkan kami menjadi bahan pembicaraan se penjuru sekolah bahwa kami cinlok saat ujian.

Seperti hari ini, Arnold berulah lagi yang mampu membuatku tertawa. Bunga-bunga serasa mekar di sanubari.

"Arnold!" pekikku dengan kesal, ini sungguh kesal, tapi bagaimana bisa aku marah padanya. Dia cengengesan tanpa dosa.

"Sini-sini aku bantu, aku punya alat perekat." Dia berdiri lalu menuju dekat bangkuku. Aku menatapnya bingung.

"Pegang ... nanti aku bantu men-lakban kertasnya." Arnold mulai membuka lakban untuk merekatkan kertas yang ada nomor peserta ujianku yang dia sobek dari tempelan meja.

Aku menurut saja, memposisikan tangan menahan kertas itu, menantikan Arnold merekatkan lakban dan kertas dengan meja tersebut.

"Arnold!" Suaraku melengking di penjuru kelas. Tak kuhiraukan teman-teman yang mulai beralih fokus ke kami. Sungguh aku kesal, kenapa Arnold jadi semenyebalkan ini? Bagaimana tidak, dia men-lakban kertas beserta tanganku ke meja. Sementara dia ngakak sejadi-jadinya. Memegang perutnya karena tertawa tanpa henti. Satu hal yang kusadari baru kali ini Arnold tertawa lepas.


"Ciee pasangan baru, jangan romantis-romantisan di kelas dong, banyak orang." Suara Sisi seolah menggoda.


°°°

Dua belas hari itu akan selalu kukenang. Setelah USBN berakhir sifat Arnold kembali seperti semula, dingin dan tak memperdulikan keberadaanku. Sekarang kami benar-benar berpisah Arnold mengejar mimpinya di bawah langit Makassar, sementara aku di Kendari. Hanya ingin menyampaikan terimakasih untuk dua belas hari yang membuatku lupa akan 1083 hari luka yang kau berikan.



SAMPAI JUMPA DI TULISAN BERIKUTNYA


Sumber gambar : Pinteres
Edit By : Peri Qyud
Diubah oleh kakakperi 12-06-2020 12:21
bukhoriganAvatar border
noorman.arta.wAvatar border
tien212700Avatar border
tien212700 dan 2 lainnya memberi reputasi
3
810
3
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan