Kubuka tulisan ini dengan rasa syukur yang tak terhingga. Atas napas yang masih berembus, atas segala kebaikan yang selalu Allah limpahkan padaku.

Di perjalanan tiga puluh dua tahun ini, aku ingin mengenang dan membuat banyak kenangan. Maka akan kutuliskan satu per satu tentang apa yang kurasakan, kualami, dan apa pun yang telah terjadi sejauh ini.

Masih dengan untaian bait-bait puisi. Karena dia memang bagian dari jiwaku. Biarkan aku membahasakan segala yang kurasa dengannya. Semoga kau menikmatinya.






Mengenang Purnama Tiga Puluh Dua Tahun yang Lalu
Oleh: Agit Yunita



Tangis kebahagiaan itu terurai setelah sakit dan letih mereda
Seorang ibu memperjuangkan nyawanya demi lahirnya sang buah cinta
Tak ada kata selain syukur yang terpanjatkan
Saat tubuh mungil itu merasa nyaman dalam pelukan

Air kehidupan diberikan dengan penuh kasih sayang
Perhatian tercurahkan tanpa kurang
Gadis kecil kesayangan ayah bunda
Siap tumbuh mewarnai dunia

Si pendiam yang periang
Disenangi kawan
Namun bukan berarti penuh cerita
Ia menjadi rahasia

Awal kisah kelahirannya
Di bawah terangnya bulan purnama
Menjadi pembuka segala jalan menuju akhirnya
Meskipun tidak akan ada yang pernah tahu
Akan bagaimana kata tamatnya


Bantul, 3 Juni 2020



Kelahiran itu memang ibarat pintu gerbang. Ruh yang dihembuskan dalam rahim ibu, menjadi pembuka sebuah kehidupan baru. Mungkin aku tidak bisa memilih dari rahim siapa aku dilahirkan. Tetapi aku tahu pasti, di sinilah tempat terbaikku.

Aku terlahir sebagai anak ketiga, dari yiga bersaudara. Meskipun aku anak terakhir, tetapi aku tidak pernah dimanjakan oleh ayah dan ibuku. Bahkan bisa dibilang aku terbiasa menerima, apa pun yang terjadi di dalam keluargaku.

Aku tumbuh sebagai anak yang tak banyak meminta. Dan itu terbiasa hingga aku dewasa. Bagiku, apa yang aku dapatkan adalah memang yang aku perlukan. Meskipun terkadang keinginan melebihi yang aku dapatkan. Tetapi aku berusaha untuk tidak pernah mengeluh.


Bagiku, masa kecilku adalah masa yang paling membahagiakan.



Bersambung...