Quote:
Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah telah menyelesaikan perdagangan Mei 2020. Pada bulan kelima, rupiah masih mencatatkan penguatan di hadapan dolar Amerika Serikat (AS).
Sepanjang Mei, rupiah menguat 1,69% terhadap greenback. Penguatan rupiah melambat, karena pada bulan sebelumnya mata uang Tanah Air mampu membukukan apresiasi lebih dari 9%.
Namun penguatan 1,69% sudah patut disyukuri. Sebab penguatan tersebut cukup untuk menjadikan rupiah sebagai salah satu mata uang terkuat di Asia. Tepatnya di peringkat kedua, hanya kalah dari baht Thailand.
Berikut perkembangan kurs dolar AS terhadap mata uang utama Benua Kuning sepanjang Mei:
Baca:
Rupiah Perkasa di Asia, Tapi Loyo di Eropa
Sepertinya penguatan rupiah didorong oleh arus modal asing di obligasi pemerintah alias Surat Berharga Negara (SBN). Sebab di pasar saham investor asing masih membukukan jual bersih (net sell) Rp 8,82 triliun.
Sejak akhir April hingga 28 Mei, kepemilikan asing di SBN bertambah Rp 6,79 triliun. Aksi borong investor asing membuat imbal hasil (yield) SBN seri acuan tenor 10 tahun merosot tajam 21,6 basis poin (bps) ke titik terendah sejak 18 Maret. Penurunan yield menandakan harga obligasi naik karena tingginya permintaan pasar.
Baca:
Asing Masuk SBN Rp6,15 T, Obligasi RI Sepekan Menguat
Meski yield SBN dalam tren turun, tetapi tetap 'seksi' dibandingkan instrumen serupa di berbagai negara. Obligasi pemerintah AS tenor 10 tahun cuma bisa memberikan yield 0,644%.
Dibandingkan dengan sejumlah negara berkembang Asia, yield SBN juga boleh dibilang sangat menarik. Obligasi pemerintah tenor 10 tahun di Singapura memiliki yield 0,825%. Sementara instrumen serupa di Malaysia memberi yield 2,954%, Filipina 3,166%, Thailand 1,16%, bahkan India 6,013%.
"Perbedaan suku bunga dalam dan luar negeri diukur dengan yield obligasi 10 tahun. Ini akan membawa aliran modal asing masuk ke depan," kata Perry Warjiyo, Gubernur Bank Indonesia (BI), baru-baru ini.
Sumber
https://www.cnbcindonesia.com/market...runner-up-asia
Menguat