

TS
InRealLife
OPINI: Pemunduran Tahun Ajaran Baru 2020-2021 (Darmaningtyas)
https://koran.tempo.co/read/opini/45...un-ajaran-baru

"Saya berharap Menteri Pendidikan Nadiem Makarim mengambil keputusan radikal dengan memundurkan tahun ajaran baru menjadi dimulai pada Januari 2021, sehingga tahun ajaran akan berlangsung pada Januari-Desember, seperti pada periode 1966-1977."
Saya cenderung setuju dengan opini Ki Darmaningtyas. Lebih baik menunggu sampai kita makin terbiasa dengan kondisi baru.

"Saya berharap Menteri Pendidikan Nadiem Makarim mengambil keputusan radikal dengan memundurkan tahun ajaran baru menjadi dimulai pada Januari 2021, sehingga tahun ajaran akan berlangsung pada Januari-Desember, seperti pada periode 1966-1977."
Quote:
Pemunduran Tahun Ajaran Baru
Koran Tempo, 28 Mei 2020
Ki Darmaningtyas
/Pengurus Persatuan Keluarga Besar Tamansiswa, Yogyakarta/
Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, telah
memutuskan bahwa kalender pendidikan dimulai pada Juli dan berakhir pada
Juni tahun berikutnya. Ini artinya tidak ada perubahan tahun ajaran
meskipun kita sedang berhadapan dengan pandemi Coronavirus Disease 2019
(Covid-19). Saya semula berharap Menteri Pendidikan Nadiem Makarim
mengambil keputusan radikal dengan memundurkan tahun ajaran baru menjadi
dimulai pada Januari 2021, sehingga tahun ajaran akan berlangsung pada
Januari-Desember, seperti pada periode 1966-1977.
Ada sejumlah alasan yang berkaitan dengan urgensi pemunduran tahun
ajaran baru menjadi Januari. Pertama, kita mengandaikan prediksi
optimistis bahwa pada akhir Juni ini pandemi sudah berakhir dan pada
Juli tahun ajaran baru bisa dimulai. Apakah masyarakat masih memiliki
kemampuan (pendanaan) untuk menyekolahkan anak-anak mereka? Sejak
pertengahan Maret lalu, banyak usaha tutup dan mereka yang semula
menjadi pekerja upahan dirumahkan. Pada Juli nanti belum tentu mereka
sudah bisa membuka usaha lagi atau kembali bekerja. Sangat mungkin
mereka nanti justru memilih tidak menyekolahkan anaknya.
Kedua, dari perspektif yang pesimistis, tidak jelas kapan pandemi ini
akan berakhir. Sangat mungkin pada Juli pun belum tentu berakhir. Jika
pandemi belum berakhir pada Juli, kondisi ekonomi dan psikologis
masyarakat kurang mendukung untuk memikirkan persoalan-persoalan
pendidikan. Terlebih bagi orang tua yang memiliki anak yang akan masuk
ke sekolah dasar atau sekolah menengah. Jangankan memikirkan mencari
sekolah baru, untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari saja sudah susah.
Apakah cukup manusiawi menambah beban masyarakat dalam kondisi demikian
untuk memikirkan sekolah anak-anaknya? Bisa-bisa mereka memilih tidak
menyekolahkan anaknya.
Bersekolah di sekolah dasar (SD) dan sekolah menengah pertama (SMP)
memang memerlukan sumbangan pembinaan pendidikan (SPP). Tapi kebutuhan
bersekolah bukan hanya SPP. Bahkan SPP hanya 25 persen dari total biaya
pendidikan. Kebutuhan terbesar adalah uang jajan, transportasi, seragam,
perlengkapan sekolah (tas, buku, alat tulis, buku pelajaran, dan
lain-lain), serta bayar ini-itu yang kadang terjadi setiap saat. Uang
jajan, misalnya, minimal Rp 5.000 sehari. Makin tinggi jenjang
pendidikannya, makin besar uang jajannya. Hal yang perlu disadari oleh
pengambil kebijakan adalah 75 persen sekolah menengah kejuruan (SMK)
swasta dan 75 persen siswa yang masuk SMK berasal dari golongan menengah
ke bawah, yang saat ini perlu mendapat bantuan sosial dari pemerintah.
Jika dipaksakan tahun ajaran baru tetap dimulai pada Juli, kelompok yang
75 persen ini tidak berminat menyekolahkan anaknya.
Ketiga, bila wabah belum pergi pada Juli nanti, tahun ajaran baru akan
dimulai dan pembelajaran dilaksanakan secara /online/. Hal ini tentu
terasa ganjil karena para murid dan guru belum berkenalan tapi sudah
harus belajar secara /online/. Selain itu, tidak semua orang tua dan
daerah siap dengan pembelajaran /online/. Tidak semua orang tua memiliki
dan mampu mengoperasikan telepon seluler pintar serta kuota Internet
belum tentu mencukupi. Kemampuan ini mutlak dibutuhkan, terutama untuk
anak-anak yang baru masuk kelas I SD. Beberapa daerah juga tidak siap
karena keterbatasan jaringan listrik dan sinyal seluler. Sejumlah
wilayah masih mengalami kendala sinyal seluler.
Keempat, apabila pembelajaran, termasuk untuk murid-murid baru,
dilaksanakan di rumah masing-masing secara /online/, sesungguhnya ada
yang hilang dari fungsi sekolah itu sendiri, yaitu sebagai ruang untuk
membangun interaksi dan relasi sosial antar-murid serta antara murid dan
guru. Bangunan interaksi dan relasi sosial itulah yang menjadi dasar
atau alasan sekolah/kuliah masih diperlukan. Fungsi pembelajaran memang
dapat digantikan secara /online/, tapi interaksi dan relasi itu tidak
bisa digantikan oleh teknologi karena membutuhkan perjumpaan fisik
secara personal.
Ketika Menteri Pendidikan Daoed Joesoef memundurkan tahun ajaran baru
dari Januari menjadi Juli mulai tahun ajaran 1979, saat itu tidak ada
pandemi, sehingga wajar bila banyak yang merasa dirugikan. Tapi, jika
keputusan yang sama diambil saat ini, mungkin responsnya berbeda.
Masyarakat, terutama orang tua, akan menyambut gembira bila tahun ajaran
baru dimundurkan karena menilai dapat meringankan beban mereka.
Pemunduran itu juga dapat dimanfaatkan untuk pembelajaran mandiri di rumah.
Bagi pemerintah, pemunduran itu dapat menghemat anggaran negara secara
signifikan. Paling tidak, dana bantuan operasional sekolah (BOS) dan
bantuan operasional pendidikan (BOP) selama satu semester tidak perlu
dicairkan, sehingga dapat direalokasikan untuk penanganan Covid-19 di
tengah pemasukan pajak yang minus.
Perubahan tahun ajaran ini tentu berlaku untuk semua jenjang pendidikan,
dari taman kanak-kanak hingga perguruan tinggi, karena kita hanya
mengenal satu sistem pendidikan. Keberatan atas pemunduran tahun ajaran
baru akan terjadi pada mereka yang akan melanjutkan sekolah ke luar
negeri karena harus menunggu 6-8 bulan guna menyesuaikan dengan jadwal
tahun ajaran baru negara tujuan. Tapi itu dapat diisi dengan berbagai
persiapan dan pemagangan, sehingga tidak ada istilah sia-sia.
Konsekuensi pemunduran ini adalah mereka yang sekarang sedang bersekolah
atau kuliah akan mengalami perpanjangan waktu satu semester dan
kenaikan/kelulusan terjadi pada Desember 2021. Itu saja bedanya. Memang
mereka rugi waktu satu semester, tapi itu lebih baik daripada memaksakan
pembelajaran di rumah yang kualitasnya mungkin jauh lebih buruk lagi.
Koran Tempo, 28 Mei 2020
Ki Darmaningtyas
/Pengurus Persatuan Keluarga Besar Tamansiswa, Yogyakarta/
Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, telah
memutuskan bahwa kalender pendidikan dimulai pada Juli dan berakhir pada
Juni tahun berikutnya. Ini artinya tidak ada perubahan tahun ajaran
meskipun kita sedang berhadapan dengan pandemi Coronavirus Disease 2019
(Covid-19). Saya semula berharap Menteri Pendidikan Nadiem Makarim
mengambil keputusan radikal dengan memundurkan tahun ajaran baru menjadi
dimulai pada Januari 2021, sehingga tahun ajaran akan berlangsung pada
Januari-Desember, seperti pada periode 1966-1977.
Ada sejumlah alasan yang berkaitan dengan urgensi pemunduran tahun
ajaran baru menjadi Januari. Pertama, kita mengandaikan prediksi
optimistis bahwa pada akhir Juni ini pandemi sudah berakhir dan pada
Juli tahun ajaran baru bisa dimulai. Apakah masyarakat masih memiliki
kemampuan (pendanaan) untuk menyekolahkan anak-anak mereka? Sejak
pertengahan Maret lalu, banyak usaha tutup dan mereka yang semula
menjadi pekerja upahan dirumahkan. Pada Juli nanti belum tentu mereka
sudah bisa membuka usaha lagi atau kembali bekerja. Sangat mungkin
mereka nanti justru memilih tidak menyekolahkan anaknya.
Kedua, dari perspektif yang pesimistis, tidak jelas kapan pandemi ini
akan berakhir. Sangat mungkin pada Juli pun belum tentu berakhir. Jika
pandemi belum berakhir pada Juli, kondisi ekonomi dan psikologis
masyarakat kurang mendukung untuk memikirkan persoalan-persoalan
pendidikan. Terlebih bagi orang tua yang memiliki anak yang akan masuk
ke sekolah dasar atau sekolah menengah. Jangankan memikirkan mencari
sekolah baru, untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari saja sudah susah.
Apakah cukup manusiawi menambah beban masyarakat dalam kondisi demikian
untuk memikirkan sekolah anak-anaknya? Bisa-bisa mereka memilih tidak
menyekolahkan anaknya.
Bersekolah di sekolah dasar (SD) dan sekolah menengah pertama (SMP)
memang memerlukan sumbangan pembinaan pendidikan (SPP). Tapi kebutuhan
bersekolah bukan hanya SPP. Bahkan SPP hanya 25 persen dari total biaya
pendidikan. Kebutuhan terbesar adalah uang jajan, transportasi, seragam,
perlengkapan sekolah (tas, buku, alat tulis, buku pelajaran, dan
lain-lain), serta bayar ini-itu yang kadang terjadi setiap saat. Uang
jajan, misalnya, minimal Rp 5.000 sehari. Makin tinggi jenjang
pendidikannya, makin besar uang jajannya. Hal yang perlu disadari oleh
pengambil kebijakan adalah 75 persen sekolah menengah kejuruan (SMK)
swasta dan 75 persen siswa yang masuk SMK berasal dari golongan menengah
ke bawah, yang saat ini perlu mendapat bantuan sosial dari pemerintah.
Jika dipaksakan tahun ajaran baru tetap dimulai pada Juli, kelompok yang
75 persen ini tidak berminat menyekolahkan anaknya.
Ketiga, bila wabah belum pergi pada Juli nanti, tahun ajaran baru akan
dimulai dan pembelajaran dilaksanakan secara /online/. Hal ini tentu
terasa ganjil karena para murid dan guru belum berkenalan tapi sudah
harus belajar secara /online/. Selain itu, tidak semua orang tua dan
daerah siap dengan pembelajaran /online/. Tidak semua orang tua memiliki
dan mampu mengoperasikan telepon seluler pintar serta kuota Internet
belum tentu mencukupi. Kemampuan ini mutlak dibutuhkan, terutama untuk
anak-anak yang baru masuk kelas I SD. Beberapa daerah juga tidak siap
karena keterbatasan jaringan listrik dan sinyal seluler. Sejumlah
wilayah masih mengalami kendala sinyal seluler.
Keempat, apabila pembelajaran, termasuk untuk murid-murid baru,
dilaksanakan di rumah masing-masing secara /online/, sesungguhnya ada
yang hilang dari fungsi sekolah itu sendiri, yaitu sebagai ruang untuk
membangun interaksi dan relasi sosial antar-murid serta antara murid dan
guru. Bangunan interaksi dan relasi sosial itulah yang menjadi dasar
atau alasan sekolah/kuliah masih diperlukan. Fungsi pembelajaran memang
dapat digantikan secara /online/, tapi interaksi dan relasi itu tidak
bisa digantikan oleh teknologi karena membutuhkan perjumpaan fisik
secara personal.
Ketika Menteri Pendidikan Daoed Joesoef memundurkan tahun ajaran baru
dari Januari menjadi Juli mulai tahun ajaran 1979, saat itu tidak ada
pandemi, sehingga wajar bila banyak yang merasa dirugikan. Tapi, jika
keputusan yang sama diambil saat ini, mungkin responsnya berbeda.
Masyarakat, terutama orang tua, akan menyambut gembira bila tahun ajaran
baru dimundurkan karena menilai dapat meringankan beban mereka.
Pemunduran itu juga dapat dimanfaatkan untuk pembelajaran mandiri di rumah.
Bagi pemerintah, pemunduran itu dapat menghemat anggaran negara secara
signifikan. Paling tidak, dana bantuan operasional sekolah (BOS) dan
bantuan operasional pendidikan (BOP) selama satu semester tidak perlu
dicairkan, sehingga dapat direalokasikan untuk penanganan Covid-19 di
tengah pemasukan pajak yang minus.
Perubahan tahun ajaran ini tentu berlaku untuk semua jenjang pendidikan,
dari taman kanak-kanak hingga perguruan tinggi, karena kita hanya
mengenal satu sistem pendidikan. Keberatan atas pemunduran tahun ajaran
baru akan terjadi pada mereka yang akan melanjutkan sekolah ke luar
negeri karena harus menunggu 6-8 bulan guna menyesuaikan dengan jadwal
tahun ajaran baru negara tujuan. Tapi itu dapat diisi dengan berbagai
persiapan dan pemagangan, sehingga tidak ada istilah sia-sia.
Konsekuensi pemunduran ini adalah mereka yang sekarang sedang bersekolah
atau kuliah akan mengalami perpanjangan waktu satu semester dan
kenaikan/kelulusan terjadi pada Desember 2021. Itu saja bedanya. Memang
mereka rugi waktu satu semester, tapi itu lebih baik daripada memaksakan
pembelajaran di rumah yang kualitasnya mungkin jauh lebih buruk lagi.
Saya cenderung setuju dengan opini Ki Darmaningtyas. Lebih baik menunggu sampai kita makin terbiasa dengan kondisi baru.


tien212700 memberi reputasi
1
216
Kutip
0
Balasan


Komentar yang asik ya


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan