hafidzf87Avatar border
TS
hafidzf87
Mengapa Orang Mudah Termakan Video Viral?

Ilustrasi | Foto: freepik.com

Jakarta, Cyberthreat.id - Beberapa waktu lalu munculnya video viral tentang Pasar Tanah Abang Jakarta yang penuh orang, padahal masih dalam masa Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).

Namun, menurut Kementerian Komunikasi dan Informatika, video itu masuk kategori disinformasi. Video tersebut  memang benar adanya, tapi terjadi pada 6 Juni 2018; kejadiannya menjelang Idul Fitri 1439 H, bukan video yang terjadi pada 2020. Sayang, video tersebut diunggah ulang dengan konteks yang berbeda.

Peneliti Kajian Media dari Fakultas Ilmu Komunikasi, Universitas Padjadjaran, Justito Adiprasetio, mengatakan, foto dan video merupakan produk budaya visual yang mudah dipalsukan di media sosial.

“Di pasca media sosial, budaya visual itu kayak diekskalasi dengan masif ya. Kita punya meme, kita punya video. Meme juga sempat hype karena isinya satir dan segala macam. Keberadaan Twitter juga yang mengekskalasi pertukaran video-video pendek,” ujar Justito saat dihubungi Cyberthreat.id pada Sabtu (23 Mei 2020).

Secara keseluruhan, kata dia media sosial dan media percakapan seperti WhatsApp juga menciptakan, mengekskalasi kecepatan pertukaran video dan produk budaya visual lain.

Akan tetapi, problem lain muncul yaitu sulitnya memeriksa atau membuktikan produk budaya visual. Meski bisa dibuktikan secara digital forensik, kata dia, tetap saja proses pembuktian itu menjadi cukup merepotkan.

Secara teknis memang bisa dibuktikan, “Tetapi yang perlu digarisbawahi adalah apa yang terjadi itu karena adanya motivasi dari si penyebar pesan.

Ada dua motivasi sang penyebar disinformasi video, yakni keisengan personal dan/atau ingin menjatuhkan seseorang. “Di sisi lain mungkin saja terjadi secara sistematis,” kata dia.

Menurut Justito, memang ada orang yang punya intensi untuk memproduksi propaganda yang tergantung pada spektrum politiknya. Ia mencontohkan sejumlah media-media online yang kini menjadi alat propaganda pemerintah, seperti Seword.com dll.

Selain media online, ada pula akun-akun media sosial yang ikut menyebarkan propaganda. Ini memang sulit dibuktikan sehingga akhirnya lebih pada sentimen teori konspirasi.

Namun, lalu lintas percakapan di media sosial juga bisa terdeteksi apakah itu akun asli atau akun bot/mesin.

Menurut dia, banyak orang mudah terjerat disinformasi video karena kebiasaan orang dengan istilah “No Picture = Hoax”.

“Persoalannya adalah orang selalu menganggap bahwa visual itu merupakan bukti ya. Kan ‘no pict, hoax’ gitu ya. Permasalahannya adalah jangan-jangan picture itu adalah disinformasi itu sendiri,” ujar dia.

Redaktur: Andi Nugroho

Sumber
Diubah oleh hafidzf87 25-05-2020 09:14
0
307
0
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan