Kaskus

News

hidayatapriAvatar border
TS
hidayatapri
REVITALISASI INDONESIA MENGHADAPI POTENSI PENYEBARAN CORONA VIRUS DISEASE
REVITALISASI INDONESIA MENGHADAPI POTENSI PENYEBARAN CORONA VIRUS DISEASE

Penulis Hidayat Apri Kuansa dan Nurhelma Saragih
Mahasiswa Sastra Indonesia, Fakultas Bahasa dan Seni, Unimed

Akhir tahun 2019 dunia dikejutkan dengan adanya new emerging infectious diseasedi China yang disebabkan oleh Corona virus Disease (Covid-19). Hal ini mengingatkan pada kejadian 17 tahun yang lalu, di mana wabah Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS) muncul pertama kali di China. Jika dilihat dari tingkat kematian akibat virus tersebut (Case Fatality Rate atau CFR), CFR Covid-19 lebih rendah dibandingkan dengan CFR SARS, yaitu sebesar 2% sedangkan SARS mencapai 10%. Walaupun CFR lebih rendah tetapi kasus Covid-19 berkembang dengan cepat dan telah menyebar di 43 negara lainnya.
Dikarenakan kejadian tersebut, WHO sebagai Badan Kesehatan Dunia menilai risiko akibat virus tersebut termasuk kategori tinggi di tingkat global dan menetapkan status Public Health Emergency of International Concern (PHEIC) sejak tanggal 30 Januari 2020. WHO juga mengeluarkan pedoman sementara sesuai dengan instrumen International Health Regulation 2005 (IHR 2005) seperti pedoman surveilans dan respons, diagnosis laboratorium, pencegahan dan pengendalian infeksi, manajemen klinis, perawatan pasien dengan suspect Covid-19, komunikasi risiko, dan pemberdayaan masyarakat. Pedoman tersebut diharapkan dapat diadopsi negara-negara di dunia dalam upaya cegah tangkal penyebaran Covid-19.

Epidemiologi dan Perkembangan Kasus Covid-19
Covid-19 merupakan virus yang menyerang sistem pernapasan dengan gejala demam, batuk, pilek, sakit tenggorokan, sesak napas, letih, dan lesu. Pada kasus berat dapat menyebabkan pneumonia, sindrom pernapasan akut, hingga kematian. Menurut ahli virologi dari China, Covid-19 tergolong virus corona jenis baru dan berbeda dengan virus yang menyebabkan SARS. Masa inkubasi sekitar 7-14 hari.
Penyakit infeksi pernapasan yang disebabkan oleh Covid-19 pertama kali muncul di Wuhan, China pada awal Desember 2019. Kasus pertama diduga berhubungan dengan pasar hewan dan makanan laut Kota Wuhan. Hal ini menunjukkan adanya penularan dari hewan ke manusia. Beberapa informasi menyebutkan bahwa virus tersebut berasal dari ular atau kelelawar. Namun, belum ada penelitian yang mengkonfirmasi secara pasti asal mula Covid-19. Oleh karena itu, penelitian analisis genetik dan penyelidikan epidemiologi masih terus dilakukan untuk menemukan asal virus tersebut.

Langkah-langkah Kesiapsiagaan
Sampai saat ini belum ada vaksin yang dapat digunakan untuk mencegah terjadinya infeksi Covid-19. Para ilmuwan terus mengembangkan vaksin untuk virus tersebut, bahkan jika wabah sudah berakhir. Beberapa negara seperti Amerika berusaha mengembangkan vaksin berbasis RNA dan DNA, Perancis memodifikasi vaksin campak sehingga dapat digunakan untuk virus Covid-19. Sebagian vaksin yang dikembangkan membutuhkan waktu yang lama untuk siap digunakan karena harus melalui berbagai uji klinis.
Upaya pengendalian yang dapat dilakukan dalam waktu singkat adalah melakukan kesiapsiagaan. Langkah kesiapsiagaan yang dilakukan tidak lepas dari prinsip penanggulangan wabah, yaitu pada fase pencegahan, fase deteksi, dan fase respons. Pertama, fase pencegahan. Fase ini dilakukan antara lain dengan membuat pedoman kesiapsiagaan yang mengacu pada UU Kekarantinaan Kesehatan dan UU Wabah Penyakit Menular sehingga mendukung implementasi tata kelola global penanganan wabah; menyampaikan surat edaran mengenai kesiapsiagaan pencegahan Covid-19 kepada Dinas Kesehatan provinsi, kabupaten, atau kota. Kantor Kesehatan Pelabuhan, dan seluruh rumah sakit; menyediakan 2.322 masker; menyediakan 860 alat pelindung diri; menyediakan 21 kapsul transport untuk evakuasi; menyiagakan 49 kantor kesehatan; menyediakan 100 rumah sakit rujukan untuk menangani kasus infeksi akibat Covid-19 disertai dengan dukungan SDM, sarana dan prasarana yang memadai; serta melakukan simulasi penanganan pasien suspect Covid-19 terutama untuk rumah sakit yang ditunjuk sebagai rumah sakit rujukan, seperti yang sudah dilakukan di Rumah Sakit dr. Moewardi Solo.
Proses untuk mengoptimalkan fase pencegahan, perlu dilakukan upaya lainnya seperti: mendirikan posko pencegahan Covid-19; meningkatkan Komunikasi, Edukasi dan Informasi (KIE) terkait virus tersebut agar tidak menimbulkan kepanikan di tengah masyarakat akibat terpapar informasi yang tidak benar; membangun paradigma positif antarpemangku kepentingan; dan proaktif dalam membangun kesadaran publik sehingga ikut bergerak dalam upaya antisipasi penyebaran Covid-19. Sementara itu, Raker Komisi IX dan Kementrian Kesehatan yang dilakukan pada 3 Februari 2020 menyebutkan bahwa kerja sama dan koordinasi dengan kementerian/ lembaga terkait dan pemerintah daerah perlu ditingkatkan dalam hal upaya pencegahan dan perlindungan kesehatan.
Kesiapsiagaan pada fase pencegahan juga dapat dilakukan tiap individu. Upaya yang dapat dilakukan antara lain: menggunakan masker apabila sedang mengalami gejala batuk dan pilek; segera mendatangi fasilitas pelayanan kesehatan jika ada keluhan lebih lanjut; menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat; memasak daging dan telur sampai matang; berhati–hati saat kontak dengan hewan terutama hewan liar; serta menghindari kontak dengan orang yang menunjukkan gejala penyakit pernapasan.
Fase deteksi yang dapat dilakukan dengan sistem surveilans epidemiologi secara rutin dan berkala. Hasil penyelidikan epidemiologi dapat memberikan masukan kepada para pengambil kebijakan dalam penanggulangan wabah. Kesiapsiagaan yang sudah dilakukan Indonesia pada fase deteksi antara lain memasang termoscanner di 135 pintu keluar masuk negara seperti pelabuhan, bandar udara, maupun pos lintas batas darat negara; melakukan observasi kepada WNI setelah melakukan perjalanan dari China dengan cara melakukan karantina selama 14 hari masa inkubasi virus; memberikan kartu kewaspadaan kesehatan; dan melakukan uji laboratorium terhadap orang yang diduga suspect. Hal ini sesuai dengan amanat UU Kekarantinaan Kesehatan di mana terhadap setiap orang yang datang dari negara endemi wajib dilakukan penapisan. Terkait hal tersebut, deteksi dini dan ketepatan diagnosis perlu diperhatikan untuk menghindari penyebaran penyakit yang semakin cepat.
Fase respons ini dilakukan apabila suatu negara sudah terdampak wabah. Oleh karena itu, hingga saat ini kesiapsiagaan Indonesia masih berada pada fase pecegahan dan deteksi. Namun apabila terjadi wabah maka fase respons yang dapat dilakukan adalah penatalaksanaan kasus. Pada fase respons, ketika terjadi kasus maka orang yang sudah terkonfirmasi langsung dilakukan isolasi di rumah sakit rujukan yang tersedia SDM, sarana, dan prasarana yang memadai; melakukan pelacakan kontak kasus secara cepat dan tepat; serta melakukan pengobatan sesuai dengan protokol yang direkomendasikan oleh WHO. Bagi pasien yang sudah diizinkan pulang dari fasilitas pelayanan kesehatan harus dilakukan pengecekan berkala supaya tidak menularkan kepada yang lainnya.

Penutup
Terjadinya wabah Covid-19 di China dan kemudian menjadi pandemi memberikan pelajaran terhadap kesigapan berbagai negara. Indonesia mempunyai UU Kekarantinaan Kesehatan dan UU Wabah Penyakit Menular terkait sistem kesiapan dalam menghadapi wabah, baik endemi maupun pandemi. Namun demikian perlu dilakukan revisi terhadap UU Wabah Penyakit Menular karena sudah tidak relevan dengan perkembangan kondisi saat ini. UU Wabah Penyakit Menular juga perlu mengatur penanganan yang selama ini belum diatur dalam UU seperti kesiapsiagaan sebelum terjadinya wabah, pada saat terjadi wabah, dan setelah terjadi wabah yang meliputi rehabilitasi, sehingga nantinya diharapkan Indonesia lebih siap dalam menghadapi wabah. Selain itu, perlu adanya peningkatan kesiapsiagaan apabila kasus serupa muncul di Indonesia. Kesiapsiagaan yang dilakukan sejauh ini belum sepenuhnya optimal. Agar lebih optimal perlu peningkatan KIE dan kerja sama lintas sektor. DPR perlu mengawasi langkah-langkahkesiapsiagaan dalam menghadapi wabah Covid-19 berdasarkan instrumen IHR 2005, UU Kekarantinaan Kesehatan, dan UU Wabah Penyakit Menular. Selain itu, DPR perlu mendorong pemerintah untuk mempercepat revisi UU Wabah Penyakit Menular yang telah masuk dalam Prolegnas 2020-2024.


Diubah oleh hidayatapri 19-05-2020 00:45
0
293
2
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan