- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Pak Erick! Isu Bank Jangkar Picu Asing Jual BBRI, BMRI & BBNI


TS
perojolan13
Pak Erick! Isu Bank Jangkar Picu Asing Jual BBRI, BMRI & BBNI

Jakarta, CNBC Indonesia - Penjelasan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) atas isu Bank Jangkar (anchor bank) gagal meredam kepanikan pelaku pasar terhadap saham tiga bank Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di Indonesia. Isu ini masih jadi sentimen negatif bagi invetor, sehingga menghindari ketiga saham tersebut.
Hal ini ditunjukkan oleh aksi jual bersih investor asing di ketiga bank pelat merah. Data Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatat, pada sesi I perdagangan Senin ini (18/5/2020), investor asing melepas kepemilikan saham PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) sebanyak Rp 150 miliar, PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) sebanyak Rp 54,1 miliar, dan PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) sebanyak Rp 1,5 miliar.
Harga BBRI sendiri ditutup di sesi 1 terdepresiasi sebesar 2,68% ke level Rp 2.180/saham, Harga BMRI ditutup turun ke level Rp 3.700/saham atau penurunan sebesar 1,60%, sedangkan BBNI tercatat turun 0,30% ke level harga Rp3.330/saham.
Selama sepekan terakhir harga saham Bank BRI sudah mengalami koreksi sebesar 16,79% dengan dana asing yang keluar sebesar Rp 1,86 triliun.
Di Posisi kedua, harga saham Bank M
andiri sudah mengalami depresiasi sebesar 12,53% sepekan terakhir dengan aksi jual bersih investor asing sebesar Rp 370 miliar. Sedangkan BNI, sahamnya turun sebesar 12,37% selama seminggu terakhir dengan total dana asing yang keluar sebesar RP 48 miliar.
Sebelumnya isu ini muncul setelah OJK memperkenalkan mekanisme bantuan likuiditas bernama bank jangkar atau dalam aturan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun disebut dengan Bank Peserta. Bank-bank ini akan menjadi penyedia likuiditas bagi bank-bank yang mengalami masalah likuiditas akibat COVID-19.
Ekonom Senior PT Samuel Sekuritas Indonesia, Ahmad Mikail mengatakan kebijakan ini jika tidak dijelaskan secara rinci bakal menjadi sentimen negatif ke investor karena ketidakjelasan siapa yang akan menanggung risiko kalau asset backed securities (efek beragun aset) dari bank-bank kecil yang pinjam dana ke Bank Peserta tadi gagal bayar selamanya.
Dia menjelaskan, meskipun OJK menyatakan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) yang akan menjamin risiko kredit dari penempatan likuiditas ke Bank Pelaksana oleh Bank Jangkar, hal ini tetap akan meningkatkan risiko kredit bermasalah (non-performing loan/NPL) di dalam Jank Jangkar.
Selain risiko yang bakal ditanggung bank besar yang menjadi Bank Peserta, Bank Peserta ini pun mendapat tekanan lain yakni restrukturisasi kredit yang jumlahnya begitu banyak, terutama bank-bank besar BUMN alias bank yang tergabung dalam Himbara (Himpunan Bank-bank Milik Negara).
"Siapa yang harus menanggung? Sedangkan di saat bersamaan bank-bank Himbara itu juga sedang melakukan restrukturisasi kredit yang begitu banyak, jadi mereka seakan akan dibebankan dengan banyak kredit bermasalah dari internal mereka sendiri, dan harus merekstrukturisasi banyak NPL [kredit bermasalah]," tegas Ahmad, kepada CNBC Indonesia, Sabtu (16/5/2020).
Merespons ketidakpastian kabar ini
OJK menjelaskan mekanisme bantuan likuiditas yang dijelaskan Bank Jangkar atau dalam aturan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun disebut dengan Bank Peserta.
Jadi bank-bank yang selama ini menjadi supplier di pasar uang antarbank (PUAB) nantinya akan menjadi bank anchor atau Bank Jangkar. Tujuan penunjukan Bank Jangkar ini adalah sebagai penyedia likuiditas bagi bank-bank yang mengalami masalah likuiditas akibat Covid-19.
Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso mengatakan Bank Jangkar alias Bank Peserta ini akan menjadi bank yang menerima penempatan dana dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dan dijamin oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).
Mekanisme bantuan likuiditas ini akan didapatkan Bank Pelaksana dengan menggadaikan kreditnya kepada Bank Jangkar. Hal ini dilakukan jika bank tersebut sudah mentok dari sisi likuiditas dan kondisinya sudah tak memungkinkan lagi melakukan gadai atau repurchase agreement (repo) SBN (surat berharga negara) yang dimilikinya kepada Bank Indonesia (BI).
Wimboh menjelaskan, mekanisme penyangga likuiditas ini sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Dalam PP itu disebutkan, penanganan kebutuhan likuiditas dipenuhi dari kapasitas internal bank terlebih dahulu melalui PUAB/Repo/PLJP (pinjaman likuiditas jangka pendek) Bank Indonesia sebelum mengajukan permintaan bantuan likuiditas dari pemerintah.
Pemerintah kemudian menempatkan dana yang ditujukan untuk memberikan dukungan likuiditas kepada perbankan di Bank Peserta alias Bank Jangkar ini.
Risiko yang ditanggung pemerintah terhadap bank di mana pemerintah menempatkan dananya itu dijamin oleh LPS.
Kemudian Bank Pelaksana mengajukan proposal penyangga likuiditas kepada Bank Peserta. Khusus Perusahaan Pembiayaan dan BPR (bank perkreditan rakyat) juga bisa mengajukan proposal penyangga likuiditas kepada Bank Pelaksana.
Risiko kredit dari penempatan likuiditas ke Bank Pelaksana dimitigasi dengan agunan kredit lancar dan dijamin LPS.
"Di dalam PP 23 itu, disebutkan Bank Peserta ini nanti bisa memberikan ruang pinjaman ke bank lain atau Bank Pelaksana dengan underlying-nya atau dengan jaminannya kredit-kredit yang direstrukturisasi tadi," kata Wimboh, dalam teleconference, Jumat (15/5/2020).
Jadi simpelnya, mekanisme bantuan likuiditas ini akan didapatkan Bank Pelaksana dengan menggadaikan kreditnya kepada Bank Peserta. Hal ini dilakukan jika bank tersebut sudah mentok dari sisi likuiditas dan kondisinya sudah tak memungkinkan lagi melakukan repo SBN ke BI.
Menurut Hans Kwee, Direktur PT Anugerah Mega Investama sekaligus Dosen FEB Trisakti dan MET Atmajaya, mengatakan investor awalnya sangat mengkhawatirkan penerapan bank jangkar. Hal ini pun terlihat dari tren punurunan di pasar saham selama sepekan lalu.
"Pelaku pasar khawatir akibat risiko yang di hadapi bank jangkar sekaligus ketidakjelasan mekanisme pelaksanan bank jangkar. Tetapi setelah melihat penjelasan OJK maka kami menilai bank jangkar harusnya tidak dirugikan bahkan mendapatkan beberapa manfaat," katanya dalam keterangan resminya, Minggu (17/5/2020).
link
Jadi bank-bank yang selama ini menjadi supplier di pasar uang antarbank (PUAB) nantinya akan menjadi bank anchor atau Bank Jangkar. Tujuan penunjukan Bank Jangkar ini adalah sebagai penyedia likuiditas bagi bank-bank yang mengalami masalah likuiditas akibat Covid-19.






abyelprastyo dan 2 lainnya memberi reputasi
3
1.2K
15


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan