- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Demi Kesetaraan Bagi Sesama Warga Negara


TS
dewaagni
Demi Kesetaraan Bagi Sesama Warga Negara
http://ksp.go.id/demi-kesetaraan-ses...-warga-negara/

Demi Kesetaraan Bagi Sesama Warga Negara
09/03/2017
JAKARTA – Masih banyak pekerjaan rumah terkait penyelesaian masalah intoleransi, terutama terkait perbedaan agama dan keyakinan. Dari tahun ke tahun, eskalasi gesekan yang menyangkut kelompok minoritas masih terus terjadi. Pemerintahan Jokowi-JK diharapkan memiliki resep jitu agar setiap warga negara Indonesia dapat merasa kedudukannya setara tanpa ada diskriminasi dari kelompok lain.
Harapan itu disampaikan Setara Institute, sebuah organisasi non pemerintah yang didirikan untuk mempromosikan pluralisme, kemanusiaan, demokrasi dan hak asasi manusia di Indonesia, saat bertemu Kepala Staf Kepresidenan Teten Masduki, Rabu, 8 Maret 2017.
Wakil Ketua Setara Institute, Bonar ‘Coki’ Tigor Naipospos memprihatinkan masih adanya diskriminasi sosial dan hukum terhadap berbagai kalangan minoritas dalam hal agama dan keyakinan, seperti dialami penganut Ahmadiyah, Gafatar, Kapribaden, maupun Penghayat Kepercayaan.
“Trend diskriminasi semakin naik,” kata Coki. Ia memaparkan, ada 22 peraturan daerah di 22 daerah masih memberlakukan pelarangan rumah ibadah Ahmadiyah berdasarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) 3 Menteri No. 3/2008 yang dibuat Menteri Agama, Menteri Dalam Negeri dan Jaksa Agung.
“Kami berharap, setidaknya Presiden Jokowi dapat meminta sejumlah memerintah mengambil langkah permulaan untuk mengatasi marakanya intoleransi,” ungkap Ismail Hasani, peneliti Setara Institute.
Problem lain misalnya terkait penulisan agama dalam KTP. Karena mengosongkan isian dalam kolom agama, banyak penganut kepercayaan maupun aliran lain sulit mendapatkan pekerjaan atau menikmati pelayanan publik yang menjadi haknya. “Sebaiknya kolom agama di KTP ini dihapus saja, sehingga pelayanan setiap daerah tidak berbeda-beda,” kata Coki..
Setara Institue menggarisbawahi, Jawa Barat, DKI Jakarta, Jawa Timur. Jawa Tengah, dan Bangka Belitung menjadi lima besar daerah yang paling banyak pelanggaran atau diskriminasi terhadap kelompok minoritas.
Dalam pertemuan itu hadir bersama Setara Institute perwakilan dari kelompok minoritas yang tengah berjuang melawan diskriminasi. Mereka antara lain Yudistira Arif Rahman Hakim (Gafatar), Endang Retno Lastani (Organisasi Kepercayaan Leluhur), dan Budi Andra (Juru Bicara Ahmadiyah).
Kepala Staf Kepresidenan Teten Masduki menyatakan, sebagai ‘mata dan telinga’ Presiden Jokowi, Kantor Staf Presiden diharuskan banyak mendengar harapan masyarakat kepada pemerintah.
“Selanjutnya, kami akan menyampaikan rekomendasi kepada kementerian terkait dan bahkan langsung kepada Presiden,” ungkapnya. Teten menegaskan, perlu ada kekuatan bersama menggalang solidaritas, terutama terkait ancaman radikalisme dan fundamentalisme yang semakin besar.
Dalam kesempatan ini, Teten didampingi Staf Khusus Kepala Staf Kepresidenan Dimas Oky Nugroho. “Jangan sampai permasalahan yang menimpa saudara-saudara kita kelompok minoritas ini tenggelam karena kuatnya pemberitaan terkait Pilkada,” kata Dimas.


Demi Kesetaraan Bagi Sesama Warga Negara
09/03/2017
JAKARTA – Masih banyak pekerjaan rumah terkait penyelesaian masalah intoleransi, terutama terkait perbedaan agama dan keyakinan. Dari tahun ke tahun, eskalasi gesekan yang menyangkut kelompok minoritas masih terus terjadi. Pemerintahan Jokowi-JK diharapkan memiliki resep jitu agar setiap warga negara Indonesia dapat merasa kedudukannya setara tanpa ada diskriminasi dari kelompok lain.
Harapan itu disampaikan Setara Institute, sebuah organisasi non pemerintah yang didirikan untuk mempromosikan pluralisme, kemanusiaan, demokrasi dan hak asasi manusia di Indonesia, saat bertemu Kepala Staf Kepresidenan Teten Masduki, Rabu, 8 Maret 2017.
Wakil Ketua Setara Institute, Bonar ‘Coki’ Tigor Naipospos memprihatinkan masih adanya diskriminasi sosial dan hukum terhadap berbagai kalangan minoritas dalam hal agama dan keyakinan, seperti dialami penganut Ahmadiyah, Gafatar, Kapribaden, maupun Penghayat Kepercayaan.
“Trend diskriminasi semakin naik,” kata Coki. Ia memaparkan, ada 22 peraturan daerah di 22 daerah masih memberlakukan pelarangan rumah ibadah Ahmadiyah berdasarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) 3 Menteri No. 3/2008 yang dibuat Menteri Agama, Menteri Dalam Negeri dan Jaksa Agung.
“Kami berharap, setidaknya Presiden Jokowi dapat meminta sejumlah memerintah mengambil langkah permulaan untuk mengatasi marakanya intoleransi,” ungkap Ismail Hasani, peneliti Setara Institute.
Problem lain misalnya terkait penulisan agama dalam KTP. Karena mengosongkan isian dalam kolom agama, banyak penganut kepercayaan maupun aliran lain sulit mendapatkan pekerjaan atau menikmati pelayanan publik yang menjadi haknya. “Sebaiknya kolom agama di KTP ini dihapus saja, sehingga pelayanan setiap daerah tidak berbeda-beda,” kata Coki..
Setara Institue menggarisbawahi, Jawa Barat, DKI Jakarta, Jawa Timur. Jawa Tengah, dan Bangka Belitung menjadi lima besar daerah yang paling banyak pelanggaran atau diskriminasi terhadap kelompok minoritas.
Dalam pertemuan itu hadir bersama Setara Institute perwakilan dari kelompok minoritas yang tengah berjuang melawan diskriminasi. Mereka antara lain Yudistira Arif Rahman Hakim (Gafatar), Endang Retno Lastani (Organisasi Kepercayaan Leluhur), dan Budi Andra (Juru Bicara Ahmadiyah).

“Selanjutnya, kami akan menyampaikan rekomendasi kepada kementerian terkait dan bahkan langsung kepada Presiden,” ungkapnya. Teten menegaskan, perlu ada kekuatan bersama menggalang solidaritas, terutama terkait ancaman radikalisme dan fundamentalisme yang semakin besar.
Dalam kesempatan ini, Teten didampingi Staf Khusus Kepala Staf Kepresidenan Dimas Oky Nugroho. “Jangan sampai permasalahan yang menimpa saudara-saudara kita kelompok minoritas ini tenggelam karena kuatnya pemberitaan terkait Pilkada,” kata Dimas.

0
324
1


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan