- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Tanpa Stimulus, 30 Juta Karyawan Properti Terancam PHK


TS
Lockdown666
Tanpa Stimulus, 30 Juta Karyawan Properti Terancam PHK

Jakarta, CNBC Indonesia- Di tengah pandemi COVID-19 berbagai sektor ekonomi terkena dampak pelemahan ekonomi, termasuk properti dan industri yang terkait.
Dari hasil kajian terbatas Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia dan Asosisasi Pengusaha Indonesia (Apindo), bahwa industri properti dan industri turunannya memiliki 30,34 juta pekerja. Kalau industri ini jatuh dalam krisis, maka sebagian hingga seluruh pekerja tersebut akan terancam terganggu penghasilannya hingga terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK).
Hal tersebut diungkapkan oleh Ketua Bidang Properti Apindo Sanny Iskandar dalam konferensi pers daring, Kamis (16/15/2020). Menurutnya, keberlangsungan usaha properti dalam kondisi pandemik juga akan sangat berimbas pada persoalan ketenagakerjaan.
Jika industri properti dan industri ikutannya terganggu, maka kurang lebih sekitar 30 juta pekerja yang berpotensi akan terdampak berdasarkan hasil kajian terbatas Kadin Apindo dan REI.
"Belum lagi ditambah dengan sektor informal yang juga ikut terdampak seperti sewa kontrakan dan warung-warung untuk para pekerja lapangan," kata dia. "Jadi kita semua harus berupaya agar industri properti ini jangan sampai terganggu karena ada 30 jutaan pekerja yang berpotensi terdampak. Ini khan jumlah yang sangat besar dan tidak main-main," ujar Sanny.
Di sisi lain, tuturnya, industri properti Indonesia dinilai masih memiliki peluang untuk berkembang jika diberikan porsi yang seimbang oleh pemerintah. Porsi seimbang yang dimaksud oleh Kadin, Apindo dan REI adalah kebijakan yang terintegrasi untuk pendanaan, perijinan dan pertanahan, perpajakan, kepemilikan properti, dan lain sebagainya.
Pada kesempatan yang sama, Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Properti Hendro Gondokusumo mengatakan kedudukan sektor properti yang berkaitan erat dengan sektor lain (backward linkage) dan mempengaruhi pertumbuhan sektor lain (forward linkage), menjadikan sektor properti memiliki peran sentral pada pembangunan.
"Dari 175 sektor industri yang bergerak dengan keterkaitan langsung dan tidak langsung dengan sektor properti, industri properti memiliki pangsa jumlah permintaan akhir 33,9% sehingga ini yang menjadikan industri properti sebagai lokomotif pertumbuhan ekonomi nasional," ungkap Hendro.
Menurutnya, angka itu menunjukkan multiplier effect yang tinggi di mana jika sektor properti meningkat akan memiliki dampak langsung pada 33,9% sektor yang berkaitan. Padahal, kontribusi sektor properti Indonesia terhadap PDB masih kecil dibandingkan dengan negara-negara di ASEAN.
Ketua Umum REI, Totok Lusida mengatakan sektor properti memiliki keterkaitan langsung yang erat dengan industri perbankan. Dukungan perbankan amat penting, apalagi dengan kondisi pandemik sekarang ini yang semakin membuat para pengembang tertekan. Apalagi pemerintah meminta agar sektor properti tidak melakukan PHK terhadap pekerjanya.
"Kami perlu stimulus untuk restrukturisasi utang di perbankan, yang kami minta adalah penundaan pembayaran pokok dan bunga supaya bisa membayar karyawan. Kalau digantung lama oleh perbankan, kami perlu kepastian," kata Totok.
Totok mengatakan sektor properti membutuhkan stimulus yang bisa membantu developer dan end user terutama untuk segmen properti Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR). Dia pun meminta Otoritas Jasa Keuangan (OJK) lebih tegas memberikan relaksasi agar utang perusahaan properti bisa ditunda untuk menjaga kelangsungan industri properti di masa seperti ini.
Menurut data BI per Maret 2020, total kredit yang disalurkan oleh perbankan kepada 17 sektor industri adalah sebesar Rp 5.703 triliun, sebanyak 17,9% disalurkan untuk sektor realestat sebesar Rp 1.024 triliun. Nilai ini terdiri dari kredit konstruksi Rp 351 triliun, kredit realestat Rp 166 triliun dan KPR KPA Rp 507 triliun.
Dari jumlah tersebut yang disalurkan ke sektor properti senilai Rp 62 triliun di antaranya adalah kredit modal kerja jangka pendek. Berdasarkan strukturnya, Rp 51,1 triliun (82%) penyalurannya ditujukan untuk modal kerja perusahaan properti terbuka. Perlu dicermati bahwa 24% atau senilai Rp 12,5 triliun berupa kredit modal kerja perusahaan properti terbuka tersebut merupakan hutang jangka pendek yang perlu ditangani secara cepat.
"Kami siap mendukung semua program pemerintah tetapi kami minta dukungan kepastian hukum," katanya.
Menurutnya segmen MBR sangat rentan di masa seperti ini karena biasanya terdiri dari pengembang kecil atau "UMKM Properti". Segmen ini lebih rentan terhadap arus kas, sehingga jika tidak ada restrukturisasi kredit dan pemulihan ekonomi lainnya bisa berhenti dan tidak bisa memulai kembali.
"Pengembang berusaha keras tidak PHK, sampai berapa lama tahan tergantung restrukturisasi. Kami disurati agar tidak PHK, tetapi tetap bayar bank. Tolonglah ketegasannya," ujar Totok.
sumur
https://www.cnbcindonesia.com/news/2...i-terancam-phk






anasabila dan 8 lainnya memberi reputasi
9
916
10


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan