- Beranda
- Komunitas
- Story
- Stories from the Heart
Perihal Kematian Dua Sahabat


TS
Ilal303
Perihal Kematian Dua Sahabat

"Mohon ulangi detik kelima menit dua puluh satu!" Jaksa Penuntut umum mengangkat punggungnya dari sandaran kursi. Sambil berkata, ia menuding ke layar proyeksi dengan ujung pena.
Slide diputar pada waktu yang dimaksud. Persis seperti apa yang kualami di sana, Jay beranjak lalu kembali dengan secangkir kopi yang kuminta.
"Ada rentang waktu lima puluh detik pada saat tersangka berjalan dari Coffee Bean untuk kembali ke meja nomor sebelas. Sementara, hanya butuh dua detik baginya untuk melewati pintu yang bebas dari kamera pemantau.
Ia menghentikan bicaranya yang menyihir ruangan. Sepi sesaat, waktu dan perhatian semua orang menjadi miliknya kini.
"Tersangka menghilang dari mata CCTV selama tiga koma lima detik. Pertanyaannya, Yang Mulia, apa yang tersangka lakukan pada satu setengah detik sisanya? Tentu bukan untuk mengikat tali sepatu. Satu setengah detik yang memadai untuk melakukan sesuatu yang telah tersangka persiapkan pada kopi yang ia bawa."
Aku memandang wajah pucat Jay yang berdiri di belakang Tim Penasehat Hukum keluarganya. Saat ini keberadaannya tersembunyi dari mata semua orang. Ia segera menjauhkan raut mukanya dari tatapanku.
Hari ini, untuk pertama kalinya aku datang ke pengadilan. Aku terlambat, sesuatu yang penting harus kuurus terlebih dahulu. Klaim asuransi bernilai dua milyar itu harus kupastikan aman. Kujauhkan dari jangkauan para penyidik, termasuk dari Jay. Hmmm... apalagi dia. Aku sudah paham akan ketamakannya.
Kini, di mataku Jay tak lain lelaki oportunis lengkap dengan atribut kelicikan dalam hatinya. Sungguh kusayangkan, pemuda berwajah tirus itu adalah sahabat terdekatku. Sedekat dua jari tengah dan telunjuk. Tempat berbagi banyak hal. Namun, waktulah yang mungkin telah mengubahnya, Jay menjadi misal yang paling sempurna tentang bagian paling keruh dari samudera hati seorang teman yang seharusnya jernih.
Meski tanpa kehadiran tersangka, persidangan kasus pembunuhan ini tetap digelar. Itu menjadi niscaya, sebab negeri ini menganut sistem pengadilan yang memungkinkan keluarga korban untuk meminta diadilinya sebuah perkara, meski pelakunya telah meninggal dunia.
"Aku sungguh heran, Jay. Kau tetap dijadikan tersangka utama. Padahal, akulah yang membunuhmu." Pertanyaan itu bersipongang di benakku sedari tadi.
Sore itu, masih teringat bagaimana aku mengatur rencana untuknya. Setelah menikmati secangkir kopi berbalut buih kapucino di Cendana Cafe, perjalanan karibku itu berakhir di mulut jurang bersama mobil pribadi mewahnya yang hangus. Aku menyambut berita itu dengan senyum lega dan penyesalan secara bersamaan.
Jay beranjak ke sudut ruangan pengadilan. Sesaat ia melirikku, lalu pergi mengendap, menyelinapkan diri melalui celah jendela yang tertutup.
Kusimak kembali jalannya persidangan. Saat slide di layar menampilkan sepuluh menit setelah Jay keluar kafe untuk menjemput kematiannya. Di meja bernomor sebelas, orang-orang berkerubung. Semua panik melihat tubuhku yang kejang-kejang. Aku mengembuskan napas penghabisan melalui mulut yang dipenuhi busa. []
*Dikembangkan dari FM Mas Yo:
PERIHAL KEMATIAN DUA SAHABAT
-Aku heran, kau tetap dijadikan tersangka utama. Padahal, akulah yang membunuhmu.
Sumber ilustrasi: MERDEKA.com
Diubah oleh Ilal303 14-05-2020 06:21


tien212700 memberi reputasi
1
269
1


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan