

TS
Ilal303
Lintang

Kuletakkan kembali dua lembar foto itu untuk kemudian kembali mematut diri di depan cermin. Sempurna, gumamku dengan senyum, mencermati bayanganku yang dipantulkan cermin sembari mengagumi tiap lekuknya. Hanya butuh satu kali pertemuan lagi dengan dokter pribadi dan semua akan menjadi seperti apa yang selama ini kuidamkan.
Baru saja ingin menyudahi keasyikan menata penampilan ketika getar alarm gawai berdengung di atas meja rias. Aku harus bergegas. Namun, sebelum beranjak, kusempatkan lagi membuka buku agenda. Hmm, kegiatanku padat nian hari ini. Belakangan, semenjak membuka cabang salon kecantikan di beberapa kota, hari-hari seperti berputar cepat dalam pusaran kesibukan.
Jelang siang nanti aku akan menjemput Lintang. Menyenangkan, setelah tiga hari ia menginap di rumah ibunya, kami akan kembali bertemu. Aku rindu dengan senyumnya.
Lintang adalah kebahagianku. Meski tentangnya adalah sesal yang tak akan berujung. Rasa bersalah selalu hadir tiap adanya Lintang di dekatku. Apa yang dikatakan Aisyah, ibunya, masih lekat dalam ingatan. Dulu, hari pertama saat kuminta agar Lintang tinggal bersamaku.
"Jadi, Aisyah, bagaimana akan kau jelaskan pada Lintang jika suatu hari ia bertanya tentang ayahnya?"
Aisyah tak segera menjawab waktu itu. Ia menatapku cukup lama. Wajahnya berlumur jelaga-jelaga muram. Perih sekali ketika kudengar jawabnya.
"Sudah. Dia sudah bertanya. Kukatakan bahwa ayahnya telah meninggal. Bahwa dia telah yatim sebelum dilahirkan."
"Tapi, Aisyah ...."
"Harus bagaimana?" entaknya, "Apakah harus kukatakan jika ayahnya ...."
Dering HP menyengat lamunanku. Klien telah menunggu. Sekali lagi aku memandang cermin. Mengusut bening di kelopak mata yang sempat bergulir. Lalu kusambar tas jinjing di ujung meja, memasukkan cermin kecil dan beberapa alat rias ke dalamnya.
*****
Siang tadi Lintang mengirimkan pesan agar aku tak perlu menjemputnya. Gadis kecil itu memang cukup mandiri dalam banyak hal. Ia bahkan pernah meminta agar diizinkan untuk sedikit memiliki kesibukan di salon yang kukelola.
"Tugasmu saat ini hanya belajar, Lintang. Buatlah ibu dan tantemu ini bangga dengan itu."
Waktu itu Lintang memulas senyum, tak membantah. Aku pun memeluknya.
Baru menjelang sore aku kembali. Cukup kaget ketika kudapati pintu kamar yang terbuka. Semula kukira Bibi Iyah yang tengah bersih-bersih. Tapi ....
Lintang berdiri di dekat meja rias. Ia menatapku. Ada telaga di matanya yang akhirnya meluap. Di tangannya dua lembar foto. Salah satunya adalah potret diriku dua tahun lalu sebelum menjalani bedah plastik dan mengubah penampilan. Ah, aku benar-benar mengutuk kecerobohanku.
Aku hendak lekas berlalu layaknya pencuri tertangkap basah, lantas sibuk merangkai alibi. Namun urung. Di tengah isak tersendatnya kudengar Lintang berucap. Suaranya teramat perih dan tertekan.
"Ayah ...."
Lampung, 29 Agustus 2017
Diubah oleh Ilal303 14-05-2020 06:34
0
366
1


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan