- Beranda
- Komunitas
- Story
- Stories from the Heart
Cerita Sedih nan Perih - Tuhan Aku Butuh by putramelankolis


TS
putramelankolis
Cerita Sedih nan Perih - Tuhan Aku Butuh by putramelankolis
Di sore hari pada bulan Ramadhan h+10, pemuda itu terlihat sangat bingung sembari memegangi kepalanya. Dia berjalan ke arah barat lalu timur, di dalam ruangan. Sesekali ia pun menengok layar smartphonenya, seakan sedang menunggu balas dari salah satu kolom whatsapp. Benar saja, ketika bunyi notifikasi menyadarkan bingungnya.
*Klunting
Dilihatnya terdapat balas dari kontak yang ternamai si boss, "Kendala lampu motor bisa di serviskan. Kalau tidak ada dana bisa bon dlu. Untuk jam kantor tetap mas."
Wajahnya terlihat semakin murung, padahal sejenak ia rasakan ketenangan usai sholat ashar.
"Astaghfirullah al'adzim, sabar sabar sabar. Lahaulla wala quwwata illa billah." ucapnya dalam hati.
Dia memang tidak terbiasa meminta bon selama bekerja. Lebih baik ia cari cara, meskipun semampu ia bisa.
Usut punya usut, sebelum pesan itu terbalas, dia melayangkan pesan kepada bossnya untuk meminta keringanan pada jam masuk kerja. Dia sedang diuji, lampu depan pada motornya tidak bisa menyala alias rusak. Kalaupun punya uang, ia pasti sesegera mungkin membawa si "Rubby" motor kesayangannya ke bengkel terdekat.
Pemuda itu menjumput dompet dari dalam tas ranselnya, "Astaghfirullah, aku lupa. Uangku kan sudah habis sejak 3 hari kemarin. Gajian juga masih minggu depan." ucapnya pasrah dan berserah.
Ia mendongak ke arah langit-langit dan menengadah seakan sedang meminta sesuatu, "Ya rabb, Ya Rahman Ya Rahim. Sungguh, luas rahmat-Mu melebihi dunia dan isinya. Hamba hanya menggantungkan harap pada-Mu. Aamiin."
Dikejar waktu, ia pun bergegas beberes barang bawaan yang berserak di ruangan (kantor). Mengintip layar smartphone, terpampang jam digital menunjukkan pukul 15.30.
Tanpa basa-basi ia matikan lampu seluruh isi ruangan lalu pergi. Seperti saat berangkat dari kost tadi pagi, ia pulang pun ditempuh dengan jalan kaki. Jaraknya dari kost ke kantor sekitar 2km+, 40 menit sampai.
Setelah mengunci pagar, menghela nafas panjang, "Ya rabb, ketika aku tak punya siapa-siapa lagi di sini (orang yang dipercayai) aku masih memiliki-Mu baik dalam pikiran maupun sanubari."
"Bismillahi tawakaltu Alallah." sambungnya secara mantap.
Sepanjang perjalanan ia terus menerus ucapkan dzikir, mengingat Allah. Ia lalukan itu berulang-ulang sampai ia lupa dengan rasa khawatir yang berlebih. Baru berjalan beberapa meter, ia melihat seorang bapak-bapak pemulung sampah tertidur pulas di pinggir jalan, bersender pada tembok pondok UII Yogya.
Langkahnya melambat sembari memperhatikan si bapak pemulung.
"Barakallah bapak, semoga sehat selalu dan rezeki akan bertubi-tubi menghampiri. Aamiin."
"Maafkan hamba Ya Rabb, aku belum bisa bantu beliau. Semoga lain kali. Aamiin." sambugnya dalam hati.
Lanjutnya melangkah serta berdzikir mengingat Allah. Dari kejauhan terlihat tepat di depan outlet potong rambut yang ia idam-idam, karena rambut yang sudah tak tertata. Ia memicingkan mata sekaligus menerka-nerka.
"1 orang ambil 1 bungkus." dektenya dalam pikiran.
Semakin mendekat ia memastikan dan bertanya kepada ibu paruh baya yang tak henti-henti menyiarkan tulisan yang ada di tangan.
"Pak, buk monggo ambil 1 bungkus untuk dibawa pulang. Gratis pak buk." teriaknya sopan menawarkan.
"Maaf buk, ini serius gratis?" ucap pemuda setengah tak percaya.
"Iya nak alhamdulillah, ambil saja gpp. Siapa tahu kamu butuh." sembari tersenyum manis.
"Alhamdulillah, terima kasih banyak buk."
Dengan pikiran yang masih bertanya-bertanya, ia mendekat ke arah tumpukan kantong berisi sayuran. Sekujur badannya gemetar, saking gugupnya.
Tanyanya sekali lagi kepada laki-laki muda yang mungkin pegawai ibu tadi.
"Mas, ini serius gratis?" menunjuk ke arah tumpukan kantong.
"Iya mas, ini mas bawa pulang ya. Semoga bermanfaat."
"Alhamdulillah, terima kasih ya mas."
"Terima kasih mas." ulangnya lagi dengan mata yang berkaca-kaca.
Lantas pemuda menyebrang jalan dan mengingat-ingat. Stok makanan di kostnya tersisa sebutir telur dan sebungkus mie soto. Sebenarnya ia masih punya beberapa bungkus mie instan dan sarden kalengan. Hanya saja, itu adalah stock milik temannya (pemilik kost yang ditinggalinya saat ini).
Sudah seminggu ini dia tinggal di kost temannya yang tengah pulang kampung. Kebetulan temannya tidak keberatan untuk meminjamkan kamar beserta isinya, alat dapur. Begitu pula stock sisa satu bulannya. Karena pemuda itu sudah merasa sangat terbantu, ia tak ingin lagi lebih. Cukup.
"Alhamdulillah ya Rabb, rahmat-Mu memanglah lebih luas dari dunia seisinya. Rezeki yang kau kirim tak terhitung dan tak terkira datang dari arah mana."
"Alhamdulillah, terima kasih ya rabb."
~End
NOTE : True Story by putramelankolis
Loc : Yogyakarta, selokan mataram
Diubah oleh putramelankolis 09-05-2020 09:26






nona212 dan 29 lainnya memberi reputasi
30
1.4K
16


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan