Kaskus

Story

vincelerouxAvatar border
TS
vinceleroux
Keluarga Sega (Selalu Bahagia)
Spoiler for Gambar Judul:





Quote:



******


BAGIAN 1

Jakarta, Juni 2002

Sejak gue TK dan kakak kelas 3 SD, kita tidur di kamar yang sama. Awalnya kakak gue tidur sendiri dan gue tidur sama ortu. Tapi, setelah gue masuk TK, gue ditantang nyokap tidur bareng sendiri. Gue senang? Tentu saja nggak. Gue nangis di malam pertama tidur pisah dengan nyokap. Tengah malam buta, gue mengendap-ngendap ke kamar nyokap, sayangnya malam itu kamarnya di kunci. Akhirnya gue putusin, emang udah nasib gue harus tidur terpisah dengan ortu.

Tidur bersama saudara dalam satu kamar berarti lo harus berani membagi ruang privasi dengan dia. Meski saudara sendiri, tapi pasti ada hal-hal yang ingin tetep lo tau sendiri. Begitupun dengan saudara kita, banyak hal yang sebenarnya nggak dia ucapkan, padahal lo udah saling tuker-tukeran baju dan bantal. Itulah yang gue rasakan selama tidur bareng sama kakak gue.

Kakak gue, panggil aja dia Jenny, punya selera yang agak berbeda dengan gue. Seperti sifatnya, dia suka hal-hal yang identik dengan cowok. Kelas 6 SD, dia tempelin seluruh kamar dengan poster Slipknot. Gue yang saat itu baru pulang les, kaget setengah mati melihat dinding bercat biru itu tertempel sesuatu yang terlalu dini untuk gue ketahui. Muka aneh orang-orang yang gue bahkan nggak kenal plus menyeramkan. Kakak gue cuman nyengir pas liat gue kebingungan.

"Bagus, kan? Gue abis beli tadi!" serunya bahagia.

"Kakak udah bilang Mama mau nempel-nempel tembok?" tanyaku polos, mencoba mengancamnya supaya dia mau melepaskan poster-poster itu.

Dia mengacak-ngacak poni gue yang baru kelar dipotong di salon kemaren dengan gemas. "Nggak perlu izin, ah."

Gue terdiam, bingung. "Hah, maksudmu apa, Kak?"

Kakak tersenyum tipis lalu menjawab, "Adik kecil, lo belum paham aja. Nanti aja lo bakalan paham sendiri," paparnya sambil terkikih.

Setelah berhari-hari hidup dilihati personel Slipknot saat belajar di kamar, gue jadi jengkel sendiri. Bayangkan, gue yang baru saja hapal nama ibu kota provinsi di Indonesia itu harus berhadapan dengan para makhluk bertopeng atau dandanan menyeramkan. Pokoknya, gue nggak tau mereka itu kenapa. Gue jadi mikir, kenapa nyokap gue bolehin kakak masang poster kayak gitu. Apa coba alasan nyokap kala itu yang terkenal pembersih itu nggak melarang kakak nempel poster? Gue aja mau nempel jadwal pelajaran harus mastiin lemnya nggak meninggalkan jejak di tembok.

Saking frustasinya dan merasa nggak adil, gue yang masih polos itu mengkonfrontasi kakak dengan pertanyaan berulang-ulang. Gerah karena ditanya melulu, kakak pun menyuruh gue menanyakannya langsung pada nyokap.

"Lo tanya sendiri aja sama Mama. Gue nggak yakin, sih, Mama mau cerita apa nggak ke lo," kata kakak penuh percaya diri.

Kesal nggak kunjung dapat jawaban, aku langsung menanyakan nyokap alesannya, di manapun dan kapan pun. Nyokap sendiri nggak mau cerita langsung.

"Nanti aja, yaaaaa," jawab nyokap tiap kali dicerca pertanyaan yang sama dari gue berulang kali.

Setelah beberapa tahun berlalu, gue akhirnya udah nggak begitu peduli lagi sama poster Slipknot yang memudar kena sinar matahari itu. Kakak gue juga udah nggak begitu mengungkitnya, kecuali semakin seringnya dia membeli kaset aliran heavy metal dan memutarnya di tape recorder tiap saat. Sebagai anak kelas 2 SD berumur 7 tahun, gue agak terusik. Apalagi, kesukaan gue saat itu ialah musik anak-anak macam Tasya Kamila dan Tina Toon. Sangat kontras dengan pilihan lagunya.

Di suatu hari Minggu, gue sekeluarga ke sebuah mal di Jakarta Pusat untuk berbelanja keperluan masuk sekolah. Saat itu, gue bakalan naik kelas 5 SD, dan kakak akan naik kelas 2 SMP. Rumah gue terletak di Jakarta Barat. Jalanan hari itu seperti biasa, macet nggak karuan. Motor dan mobil saling adu mencari celah. Suara klakson demi klakson bersahut-sahutan menembus sinar matahari yang terik. Dengan menumpang mobil Kijang warna biru metalik yang barusan dibeli bokap setelah usahanya mencapai target, gue membawa komik Chibi Maruko-chan kesukaan gue sejak TK. Mungkin, saat itu gue udah ratusan bahkan ribuan kali membaca buku itu. Gue terobsesi ingin menjadi Momoko Sakura atau Maruko, pemeran utama di komik itu. Potongan poni dan rambut yang gue pertahankan hingga sekarang adalah hasil kegilaan gue pada karakter anime itu. Bahkan, seluruh peralatan sekolah mulai dari tempat pensil hingga sampul buku, harus ada embel-embel Chibu Maruko-chan. Gue juga sampai punya koleksi merchandise asli berupa tas berbahan kulit berwarna pink yang bokap gue belikan sebagai oleh-oleh dari Jepang pada tahun 1999 silam. Sampai sekarang, saking cintanya gue dengan tas itu gue nggak pernah sekalipun memakainya dan masih tersimpan rapi di lemari dengan warna yang udah memudar.

Keadaan jalanan yang ramai membuatku terhanyut dalam tiap cerita Maruko. Kakak gue sibuk berkutat dengan majalah Aneka yang baru segar dibeli dari pedagang majalah keliling yang biasa mampir ke kompleks perumahan. Nyokap asik menyetir, memperhatikan seluruh kaca spion. Sehari-hari, nyokap yang selalu menyetir. Alasannya sederhana, bokap gue nggak bisa nyetir. Saat usia 10 tahun, beliau sempat kecelakaan cukup parah yang membuatnya mengidap trauma berat selama bertahun-tahun. Walaupun beliau udah dinyatakan sembuh setelah dibantu pertolongan psikiater, beliau tetap nggak akan mau menyetir. Baginya, jalan raya itu sangat berbahaya. Bahkan, duduk di kursi penumpang aja udah jadi pencapaian tersendiri bagi bokap gue.

AC mobil yang dingin membuat fokus gue buyar saat membaca komik. Gue langsung meminta tolong bokap untuk mengecilkan AC-nya.

"Pa, tolong kecilin ACnya dong," seru gue dari balik kursinya. Tanpa banyak omong, bokap langsung mengecilkan tenaga pendingin itu.

Kakak gue tiba-tiba nyeletuk, "Duh, macet banget. Masih jauh, kah?"

Mama mendongakkan kepalanya ke depan, memastikan bahwa mobil baru keluarga ini masih di jarak aman. Nyokap menjawab, "Dikit lagi, sabar, yaaaa."

Kakak merogoh saku jaketnya. Sebuah kaset tape dengan tulisan Black Zabbath di labelnya dikeluarkannya. Empat pria yang berambut gondrong dan berkumis khas anak band metal menghiasi gambar sampul kaset itu.

"Pa, muter lagu ini aja," pinta kakak. Diserahkannya kaset itu pada bokap yang sedari tadi sibuk mendengarkan radio mengenai keadaan lalu lintas.

"Lohhhhhh. Black Sabbath!" sorak nyokap. "Kamu bawa ini juga?"

Kakak mengangkat bahu. "Iyalah, siapa yang bisa menolak suara emas Ozzy Osbourne?"

Gue melirik ke arah nyokap, kaget melihat reaksi beliau setelah melihat kaset tape Black Sabbath.

"Eh.. tapi, yakin kamu muter di mobil? Kan..." nyokap gue ngomong terbata-bata lalu menyuri pandang ke arah gue yang masih terpengarah dengan reaksi nyokap.

"Halah, udah sering kok, dia dengerin lagu beginian di kamar. Aku yang pengen denger, jadi lo," kakak menoleh ke arah gue, matanya membola. "Diem dengerin aja. Jangan banyak tanya."

Kakak berhasil buat gue kesel. "Siapa juga yang mau nanya," balas gue ketus.

Papa membantu kakak memasukan kaset tape ke player mobil. Trek pertama yang terputar ialah lagu andalan band asli Birmingham, Inggris itu ialah Evil Woman. "Wooo! Good choice. Evil woman!" teriak kakak terlalu excited.

Lagu yang rilis tahun 1970 seketika menggema di seluruh speaker mobil. Alunan musik khas rock yang sedikit lebih lembut dibandingkan musik lain yang diputar kakak di kamar itu terdengar lumayan juga. Kakak nggak menyia-nyiakan waktu untuk segera bernyanyi mengikuti vokalis bersuara lantang itu. Dari pantulan spion tengah, bola mata nyokap gue berbinar dari balik kemudi. Beliau berusaha mati-matian untuk nggak keliatan bernyanyi.

"Evil woman, don't you play your games with meeee!" Kakak gue terhanyut dalam dentuman drum dan petikan gitar yang keras. Berulang kali lirik itu diulangnya dengan mantap. Sesekali ia mengetukkan jarinya di kaca jendela mobil. Bokap kelewat santai. Beliau cuman mengangguk-anggukan kepalanya pelan dan melontarkan pertanyaan dan pernyataan kecil nan receh.

"Eh ini bukannya dulu si Ozzy sempet dikeluarkan, ya, dari band karena masalah narkoba?"

"Dulu Papa pas muda suka, lho, main gitar. Mau nyaingin Tony Iommi."

 

Karena sudah terbiasa dengan dentuman musik heavy metal yang agak keras, gue merasa biasa-biasa aja. Fokus gue tetap di komik Jepang kesayanganku sebuah. Biarkanlah kakak menikmati musiknya di sepanjang perjalanan yang padat merayap ini.

"Kamu kalau mau nyanyi, nyanyi aja, lho. Daripada ditahan-tahan," ucap bokap kepada nyokap yang terlihat menikmati musik karya band yang tenar tahun 1970-an ini.

"Ih, nggak, kokkkkk. Aku nggak sukaaa..." balas nyokap manja.

Bokap tertawa. "Masih bisa imut imut juga kamu setelah gagal pacaran berulang kali gara-gara Black Sabbath dan Led Zeppelin?"

Nyokap terkejut. Matanya menatap bokap dengan sorot mata mematikan bak Saras 008. "Kok kamu gitu? Ngungkit-ngungkit masa lalu segala!" ucap nyokap keras, berusaha berkelit.

"Yah, kamu, sih. Mau menikmati musik aja segitu sulitnya?" Bokap terkekeh. Nyokap masih nggak terima.

"Bukan gituuuuu," kata nyokap lengkap dengan lenguhan panjang. "Aku belum siap ceritanya."

"Apa, sih? Kok aku nggak paham," gue memotong pembicaraan mereka.

Kakak cuman tersenyum simpul di sebelah gue, menatapi jembatan penyeberangan di daerah Menteng. "Sepertinya bakal seru."

Diikuti suara Ozzy dalam lagunya bertajuk Paranoid, bokap kembali menggoda nyokap. "Cerita ajalah. Anak-anak juga udah bakal paham."

"Kalau Jenny mungkin iya... Tapi, Maya? Aduh,"

Gue menoleh ke kakak gue yang masih sibuk tenggelam dalam lautan luas musik rock. Gue colek bahunya pelan. "Apaan, sih?" tanyaku setengah berbisik. Gue agak malu bertanya hal itu pada bokap dan nyokap yang terlihat sedang bernostalgia.

"Tunggu aja. Dikit lagi waktunya meledak."

Gue melongo. "Hah?"

Dalam satu gerakan, bokap mengecilkan suara tape. Nyokap masih gelisah namun tetap waspada. Jalanan masih padat merayap. Dengan sopan pula, nyokap menolak tawaran penjual koran di perempatan lampu merah. Kegelisahaan nyokap itu berhasil buat gue jadi tambah penasaran. Terlebih, bokap udah nyinggung dikit mengenai masa lalu nyokap yang pertama kali gue denger.

"Yaudah, Mama ngalah. Mama bakalan cerita," ujar nyokap di sela-sela putar balik menuju tol.

"Apanya?" tanya gue.

"Kamu ingat nggak dulu kamu nanya alasan Mama bolehin kakak masang poster Slipknot di kamar?" tanya nyokap.

Tentu saja gue ingat. Para kumpulan anggota band yang terlihat menyeramkan. Nggak jarang saat malam hari gue masih sering kaget melihat poster itu. Gue berasa kayak ditodong dan dipalak duit sama mereka.

Gue berdeham. "Hm, iya, kenapa emangnya?"

"Jadi, Mama..." ucapnya pelan dan ragu.

"Cerita! Cerita!" sorak kakak menyemangati disusul suara tawanya.

"Mama suka band metalllll!" ungkap nyokap cepat. Gue bahkan hampir nggak bisa mencerna omongannya.

Hening. Kakak menahan tawa. Bokap pun sama. Nyokap cuman bisa nyengir-nyengir sendiri sambil melihat gue dari kaca spion tengah. Gue bingung harus jawab apa. Gue sending emang nggak nyangka nyokap gue, seorang lulusan S-2 pendidikan di sebuah universitas negeri terbaik di seluruh penjuru negeri ini ternyata penyuka musik berat kayak gini. Apalagi, usia beliau bakalan 48 tahun saat itu.

Setelah menimbang-nimbang jawaban yang tepat saking bingungnya mau ngejawab apa, gue cuman bisa menjawab, "Oh... gitu..."

"Iya... Gitu. Suka aja. Hehehehehe," imbuh nyokap sambil tertawa renyah.

"Kamu nggak mau tau kenapa mamamu nggak ceritain hal ini dari jauh-jauh hari?" celetuk bokap.

"Hm.. Kalau Mama mau cerita. Nggak maksa, sih,"

Mobil yang mengantar kita akhirnya terlepas dari jebakan macet. Nyokap dengan sigap meliuk-liukkan tangannya di kemudi, mencari celah untuk menyalip mobil Taft hijau di depannya. Tampak sebuah motor Vespa biru mencoba mencuri jalan. Bak penyetir pro di arena balapan, nyokap nggak membiarkan si pengendara vespa mencuri jalan.

"Sebenarnya Mama, tuh, bukannya nggak mau cerita sama kamu. Cuman Mama maluuu sama kamu dan kakak Jenny," ucap nyokap yang tetap fokus melihat jalan.

Gue meletakkan komik Chibi Maruko-chan gue di tas. Rasa penasaran gue menggebu-gebu. Gue nggak mau kelewatan penjelasan nyokap.

******
Lanjut di komentar 

Quote:



meruruAvatar border
abellacitraAvatar border
nona212Avatar border
nona212 dan 20 lainnya memberi reputasi
21
736
23
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan