Cintaku berhijrah


Maryam namanya, wanita cantik berlesung pipi. Dia mantan pacarku. Saat itu aku masih bekerja sebagai security di salah satu hotel di Banten, beberapa tahun silam.

Perpisahan yang tidak di rencanakan itu terjadi karena salahku, yaa... Salahku. Sejak ada berita bahwa aku akan di rumahkan, pikiranku kacau balau. Bingung bila tak berpenghasilan lagi, sedangkan aku adalah anak satu-satunya dan juga tulang punggung keluarga.

Maryam yang notabene dari keluarga berada belum tahu tentang di rumahkannya aku. Siang itu aku menghubunginya.

[Iyam, senja nanti kita ketemuan di tempat biasa, ya. Ada yang ingin aku bicarakan padamu.]Aku mengirim pesan singkat padanya. Iyam--nama panggilan untuk Maryam.

[Oke, Iyam pun ada hal penting yang ingin di sampaikan ke Aa'.] Tak selang berapa lama Iyam membalas pesanku itu.

Senja pun datang dengan semburat jingga yang indah di ufuk barat. Kutemui wanita yang sedang duduk di meja pesananku. Siapa wanita itu? Tanyaku dalam hati. Dia berhijab, bukan seprti Iyamku. Rambut wanitaku biasanya bebas tergurai indah, halus, dan lurus sepunggung. Kusentuh pundaknya, sambil bilang, "Assalamu'alaikum..."Dia sedikit terkejut saat menoleh dan menatap padaku. Wajah itu tak lain adalah Maryam, dia terlihat makin mempesona, teduh, indah dengan balutan hijab berwarna salem. Aah... Dia benar-benar Iyamku.

Akupun duduk di depannya. Ingin kugenggam dan kuelus tangan putihnya, tapi aku seperti kaku, tak berani melakukan hal itu lagi. Heey... Ada apa denganku?

"Iyam, langsung saja ya, masa depanku kini terlihat suram, aku akan dirumahkan segera. Aku bingung harus bagaimana, sedangkan aku harus biayai kedua orang tuaku serta diriku sendiri. Apalagi bila kita menikah nanti. Kayaknya semua itu tidak akan pernah terjadi. Kamu boleh meninggalkan aku. Aku ikhlas."

Aku berkata tanpa jeda sambil kutahan sesak di dada serta buliran hangat untuk jatuh membasahi pipiku. Cemen sekali diriku. Sungguh, akupun tak ingin kehilangan wanita ini. Dia sangat mengerti aku dan juga sayang ke kedua orang tuaku. Namun, aku pun tak ingin menyeretnya ke dalam masa depan yang tak indah. Karena aku tahu, dia layak untuk yang lebih baik dariku.

"Tapi, A'. Semua itu belum terjadi bukan? Kenapa kamu mikirnya yang tidak-tidak? Bisa jadi atasanmu berubah pikiran. Aku ingin bersamamu, A'. Dalam suka maupun duka."

Iyam membalas ucapanku dengan suarannya yang khas, lembut dan berwibawa. Aah.. wanita ini membuatku makin jatuh cinta saja.



Gawai Maryam berdering dengan ringtone lagu satu hati sampai mati, cocok sekali dengan yang baru saja dia ucapkan padaku.

"Assalamu'alaikum, Iya... Cuma sebentar. Jangan khawatir. Daah, Ummi. Uumaaah,"

Iyam menutup sambungan telponnya, lalu dia menatapku dengan teduhnya. Kemudian...

"A' kita putus!!"

"Maksudmu apa Iyam? Kamu mutusin Aa' karena permintaan Aa' kan?"

"Bukan A', Iyam udah putusin untuk berhijrah. Tidak pacaran lagi. Bila Aa' dah siap, datanglah lamar iyam ke Abbah. Iyam nunggu Aa'."

"Untuk saat ini aku belum siap, Iyam. Beri Aa' waktu."

"Silahkan ambil waktu yang Aa' butuhkan untuk siap. Iyam akan memperbaiki diri agar menjadi jodoh yang terbaik. Iyam tunggu Aa'."

"Aa' cinta sama Iyam."

"Iyam tahu A', datanglah kerumah dan pinang iyam segera."



Permintaan Iyam itu sangat berat, karena aku belum siap dalam materi. Aku tidak bisa berkata apa-apa lagi, lidahku terasa kelu. hanya diam. Suasana menjadi sepi. Beberapa saat kemudian...

"Tapi Iyam...."

"Iyam tahu jawaban Aa'"

Iyam berdiri, mengucap salam dan berlalu. Aku tak mampu meraih tangannya seperti yang dulu aku lakukan. Iyam... Aku mencintaimu.. lalu kujawab salam dengan lirih.

Iyam, maafkan aku yang belum bisa menyuntingmu saat itu. Tunggulah aku. Aku sedang berjuang demi keluargaku dan juga kita.

Mungkin perpisahan sementara ini akan manis pada waktunya. Akan aku perbaiki diriku juga, agar akupun layak untuk mendapatkanmu.



Banten, 03 Mei 2020
Oleh @roybgr