- Beranda
- Komunitas
- Story
- Stories from the Heart
Akhir Sebuah Kisah


TS
VitaArkana
Akhir Sebuah Kisah

Cinta itu egois, terkadang datang sesuka hati, dan lalu pergi begitu saja, meninggalkan hati yang teriris.
Kisah ini berawal saat aku sedang terpuruk. Gagal mendapatkan pekerjaan yang aku idamkan sesudah melewati 3 rangkaian tes yang melelahkan, berakhir pada sebuah pertanyaan dari sang penguji, "apakah anda mempunyai koneksi di perusahaan ini?"
Aku yang hanya gadis desa berbekal sebuah ijazah dan IPK yang mumpuni. Melamar pada sebuah perusahaan yang bonafid dan terkenal, berlokasi di Jakarta Utara. Tanpa pengalaman sebelumnya, tanpa koneksi. Namun, berujung kegagalan. Terbiasa di tolak karena kurang pengalaman? Sudah bukan rahasia, tapi ditolak karena tak ada koneksi, benar membuatku kecewa dan terpuruk.
Saat itu, aku menumpang sementara di rumah kerabat, di kawasan Koja, Jakarta Utara. Pulang dari tes terakhir yang mengecewakan itu, rasanya hancur lebur hati dan pikiran. Kuhempaskan badan pada sebuah kasur lantai di rumah kerabat itu. Kubenamkan wajah pada bantal. Aku menangis, sedih dan kecewa, hingga sebuah SMS membuyarkanku.
[ Assalamualaikum, Sayang ! ]
Wow, sang kekasih hati mengirim pesan, apakah dia merasa jika aku sedang kecewa.
[ Waalaikum salam, A. Hiks.... hiks.... ] Balasku.
[ Lho kenapa sedih, gimana tes hari ini? Aa harap adek lolos ya, biar kita bisa sering ketemu, ga LDR Mulu ]
[ Boro-boro lolos, gagal A. Katanya harus ada koneksi. huwaaaaaaaaa ]
Tak ada balasan dari seberang sana. 10 menit berlalu.
[ Ko diam A. Aa kecewa ya, maaf ya adek belum bisa tinggal deket Aa]
[ Engga ko, mungkin udah takdir. Tadinya pengen ngajak jalan sore ini. Tapi mending Adek istirahat aja, biar tenang dulu ]
[ Ngajak jalan sore ini? Asik, kemana? Mau lah, pengen tau daerah sini juga sebelum balik kampung ] balasku antusias.
[ Jangan sekarang, nanti aja, takut adek kaget, ada yang mau Aa sampaikan ]
[ Wah koq gitu, curiga nih ]
[ Hehehehe .... bukan apa-apa koq, tenang aja. udah istirahat ya Say, Love U ]
[ ok sip ]

Sumber : brobali.com
Pesan singkat dari Aa, lelaki yang beberapa waktu ini telah mengisi hari-hariku cukup membuang rasa sedih dan kecewa. Ary namanya, lelaki yang berusia 2 tahun diatasku itu berasal dari Bandung. Pertemuan yang tak disengaja saat berada di Bandung menumbuhkan bunga-bunga asmara. Kami pun menjadi sepasang kekasih, tetapi saat itu aku harus kembali ke kampung halaman, dan dia merantau untuk bekerja pada sebuah perusahaan di Jakarta Utara. Kami menjalani LDR bermodalkan saling percaya dan kata cinta.
Saat mendapat panggilan pekerjaan di wilayah Jakarta Utara seperti saat ini, sangat menggembirakan buat aku. Selain menjadi sering bertemu dengan Ary, ada harapan untuk lebih serius menatap masa depan berdua.
Sesuai janji, Ary mengajakku jalan-jalan. Minggu pagi pertengahan tahun 2006, Ary datang menjemputku, berpamitan dan meminta ijin pada kerabatku. Setelah mengantongi ijin, kamipun pergi berdua. Ary mengajakku ke pantai, dengan alasan dia tahu kalau aku sangat menyukai pantai dan angin laut. Sepanjang perjalanan kami bersenda gurau dan bercerita banyak hal.
Namun, ada satu yang janggal, dalam setiap tawanya, tak pernah sekalipun Ary memandang wajahku seperti biasanya. Sedikit heran, tetapi segera kutepis segala curiga dalam hati.
Setelah puas berkeliling, kamipun beristirahat untuk mengisi perut pada sebuah gerai makanan cepat saji yang cukup terkenal di kawasan itu. Kami pun makan dengan memilih tempat duduk di luar bangunan, sengaja mencari tempat yang sepi, agar bisa menghirup udara bebas dan menikmati pantai dari kejauhan. Saat makan, terlihat Ary murung. Seperti tak berselera makan.
Aku menyesap 1 gelas minuman cola, dan memberanikan diri bertanya.
"Ada masalah apa, A' koq dari tadi murung?"
Ary tak menjawab. Dia mengambil minumannya lalu menenggak sampai habis. Kemudian menarik nafas panjang. Ary memandangku, lekat. Matanya memerah, sedikit berkaca-kaca.
"Kenapa?" tanyaku hati-hati.
"Maafin Aa, ya."
"Maaf untuk apa? Ada apa?" Aku bingung dengan kata-katanya.
Ary diam cukup lama. Matanya tak lagi memandangku, namun memandang pantai yang jauh disana. Beberapa kali dia menghela nafas panjang. Aku semakin bingung, firasat tak enak muncul dibenakku.
"Kalau ada masalah cerita aja," bujukku pelan. Tak ada jawaban, hanya saja Ary menunduk.
"Dek, kita udahan ada, ya." Bagaikan petir disiang hari, Ary meminta agar menyudahi hubungan kami.

Sumber : muslimAfiyah.com
"Kenapa A? Perasaan kita ga ada masalah kenapa minta udahan? Barusan Aa bicara tentang masa depan kita," kataku kaget antara percaya tak percaya dengan apa yang diucapkannya.
Sungguh tega Ary berkata seperti itu. Mataku memanas, demikian juga dengan hatiku.
Aku mencecar Ary dengan puluhan tanya, meminta penjelasan yang masuk akal. Namun, Ary hanya diam menunduk. Rasa kesal mulai melingkari hatiku. Aku mulai gusar, tak terasa butiran air mata mulai menetes berebut keluar dari mataku. Ary memandangku.
"Aa yang salah. Aa ga sengaja berhubungan dengan perempuan lain, dia masih mahasiswa. Maaf," sebuah pengakuan kejam muncul dari mulut manisnya, tajam menusuk ke dalam hati.
"Jadi karena perempuan lain? Aa lebih memilih dia, lalu salah aku apa?" tanyaku tak percaya.
"Kalau bisa memilih, Aa akan memilihmu, kamu jauh lebih segalanya dari dia. Tapi ga ada pilihan lain, jujur Aa bingung."
"Aaahhh omong kosong. Setiap laki-laki bisa memilih. Jangan beralasan."
"Maaf, Dek. Aa dengan dia sudah kelewat batas, ga mungkin Aa tinggalin dia." Lagi-lagi Ary berkelit.
"Ga mungkin tinggalin dia, tapi sangat mungkin ninggalin aku? Apa maksudnya? Bertele-tele sekali. Aa berkhianat!" seruku marah.
"Aa sudah berbuat jauh dengannya, Aa harus bertanggungjawab. Meski hati Aa lebih berat kepadamu."
Kini hujan air mata sudah memenuhi kedua mataku. Pengakuan demi pengakuan pun muncul dari mulut Ary, dia menceritakan peristiwa yang bermula iseng berkenalan dengan seorang gadis kesepian, hanya karena kasian, lalu terjebak dalam situasi yang tak terkendali. Bahkan malam bagaimana peristiwa laknat itu terjadi pun dia sesali. Pengakuan itu sulit sekali diterima oleh akal sehatku.
Namun, yang aku tahu Ary tak pernah berbohong selama ini. Puluhan kata maaf keluar dari mulut Ary, tampak olehku butiran air mata pun menetes dari matanya. Ya, kami berdua menangis dalam perasaan yang berbeda.
Cukup lama aku berusaha mengendalikan emosi. Hingga aku kuat untuk kembali memandangnya dan berbicara padanya.
"Tega sekali kamu seperti ini, jika memang sudah tak bisa bertahan jangan bawa perempuan lain. Katakan saja, toh LDR ini bisa dijadikan alasan Aa tak setia. Aa menempatkan posisi aku dan perempuan itu pada tempat yang sulit. Tak adil untukku dan tak adil pula untuknya." ujarku kesal.
"Itupun jika alasan yang Aa bilang tadi bukan sekedar omong kosong dan bohong semata." lanjutku lagi.
Aku memang sedih, kecewa dan terluka, tapi tak berarti aku harus lemah. Aku harus kuat, terlebih lagi di depan orang yang baru saja melukaiku.
"Maafkan, Aa khilaf waktu itu, andai waktu bisa diputar Aa ga akan melakukannya." Ary memandangku. Rasa sesal terlihat jelas pada raut wajahnya. Aku membuang muka.
"Aa mengakhiri hubungan kita, tanpa ada kesalahan padaku. Itu jelas tak adil."
"Dek, pikirkan jika berada pada posisi dia. Aa mohon, ini bukan perkara lebih cinta. Dia kacau dan down, dia mengancam berbuat yang tidak-tidak." Ary berkata lirih. Sepertinya dia bersungguh-sungguh.
"Jadi atas nama sesama wanita, aku harus mengalah?" Aku tetap menyanggah omongannya.
"Karena Aa tau, Adek lebih dewasa, lebih bisa berpikiran jernih daripada dia, bahkan... sampai kapanpun Aa akan sayang sama kamu."
"Tetap saja tak adil! Sudahlah, aku malas berdebat."
Kami berdua terdiam. Marah dan kecewa ada dalam hatiku. Sementara dihadapan ku, Ary terlihat kacau. Ary menangis.

Sumber : edunews.id
Sore itu, Ary mengantarku pulang ke rumah kerabat untuk yang terakhir kalinya. Bahkan untuk selamanya. Aku tak lagi meminta penjelasan padanya.
Buat aku, semua itu adalah omong kosong, cuma alasan. Alasan yang jelas membuatku tak bisa mempunyai pilihan lain demi menjaga perasaan sesama perempuan. Hatiku benar-benar hancur, sudah ditolak perusahaan kini cintaku putus di tengah jalan.
Bahkan hingga belasan tahun berlalu, saat kami berjumpa dalam status yang berbeda. Tak pernah sekalipun Ary menatap wajahku. Ary selalu canggung di hadapanku, saat mata kami tak sengaja bertemu, masih terlihat ada sejumput cinta untukku di sana. Namun, cinta itu akan tetap tersimpan, di dasar hati, dan mungkin menyiksa batinnya. Karena kini statusku adalah kakak ipar baginya.
Tamat






nona212 dan 21 lainnya memberi reputasi
22
361
2


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan