- Beranda
- Komunitas
- Story
- Stories from the Heart
Namanya Wira


TS
islamisdevi
Namanya Wira

"Mencintai bukan berarti memiliki."
Kalimat itu santer terdengar di setiap sinetron yang kutonton bersama Emak.
Ketika kau mencintai seseorang, tetapi dia tidak merasakan hal yang sama, itulah arti dari kalimat tersebut.
Aku teringat dengan kisah cinta Romeo dan Juliet. Mereka saling mencintai. Namun, takdir memilih memisahkan mereka.
Seperti kalimat di atas, aku juga mempunyai kisah cinta tanpa balas. Dia yang mengisi hari-hariku dan menjadi pendengar di kala gundah hatiku ternyata tidak merasakan cinta yang sama. Sakit tentu saja kurasakan. Namun, bukankah cinta tak boleh dipaksa?
Namanya, Wira. Seorang sahabat pengisi setiap waktuku. Sosok yang tampan. Bertubuh jangkung dengan hidung bangir berpadu dengan alisnya yang lebat. Tak lupa jika ia tersenyum, sebuah lesung pipit akan terlihat indah di pipi kirinya.
Wajahnya yang rupawan serta kepintaran di atas rata-rata membuat para siswa dan siswi di sekolah menyanjungnya.
Jika kau tanya perasaanku? Inilah jawabannya.
Memasuki SMA, rasa yang tadinya biasa menjadi luar biasa. Dia telah meninggalkan sebuah kenyamanan setiap kali di dekatnya serta rasa takut saat tak berada di sisinya.
"Woy! Malah bengong, ntar kesambet loh!" seru Wira sambil melambaikan tangan di depanku.
"Siapa yang bengong coba? Ngawur ah," sangkalku sambil menggeser tempat duduk. Membiarkan Wira duduk di sebelahku.
"Baguslah kalo gitu."
Ia sedang membuka kemasan mineral yang dibawanya.
"Kamu haus?" tanyanya seraya menyodorkan botol air mineral itu.
"Gak. Kamu minum aja. Pasti capek abis latihan."
Ia pun meneguk air tersebut sampai habis. Keringat di dahinya membanjiri akibat latihan futsal.
Aku menyodorkan handuk yang kubawa.
"Jorok banget tuh keringat. Nih!"
Ia nyengir.
"Capek, Vi. Kamu yang lapin deh."
Wajahnya maju sangat dekat ke arahku. Membuat jantung di antara tulang iga berdetak dua kali lipat.
Pelan, aku mengusap wajahnya dengan handuk.
"Cieee, terpesona ...!" godanya memamerkan deretan gigi putihnya.
Ish! Aku melempar handuk ke wajah menyebalkannya itu lalu memalingkan muka.
Dasar!
"Dasar kepedean!" cibirku sambil mengerucutkan bibir.
Wira terkekeh lalu mengacak rambutku.
***

Begitulah keseruan kita berdua. Aku rela meluangkan waktu setiap hari Minggu untuk menemaninya latihan futsal.
Namun, aku tak menyangka jika ternyata percakapan tadi adalah percakapan terakhir antara aku dan Wira.
Ya, dia harus pindah sekolah. Mengikuti ayahnya yang harus pindah tugas ke kota lain. Meninggalkanku dalam kesedihan yang tak berkesudahan.
Hari-hari tanpa Wira begitu berat walaupun kami masih berhubungan lewat handphone. Dia sering mengabariku tentang tempatnya yang baru, teman-teman baru dan sahabat barunya.
Berpisah selama lima tahun membuatku tidak benar-benar melupakannya.
Hingga suatu hari ia kembali.
Sosok tampan itu kini tampak lebih dewasa dan berkharisma. Di hadapanku, ia melempar senyuman berlesung pipitnya.
Menyambutku di hangat pelukannya saat aku membuka pintu. Kami melepas rindu. Betapa bahagianya melihat dia kembali.
Namun, seketika hatiku hancur tak terperi. Kala ia mengutarakan kedatangannya dan mengulurkan sepucuk undangan berwarna biru dengan namanya yang tercetak indah berwarna emas beserta satu nama wanita. Sangat jelas bukan namaku.
Matanya berbinar seraya menceritakan kisah cintanya bersama wanita cantik yang duduk di sebelahnya.
Aku mendengarkan dengan menahan sesak dan sakit yang menghujam jantung bertubi-tubi. Menahan agar kaca-kaca di mata tidak menarik perhatian.

Selesai
Sinjai, 30 April 2020
Diubah oleh islamisdevi 29-04-2020 16:34






nona212 dan 14 lainnya memberi reputasi
15
455
3


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan