- Beranda
- Komunitas
- Story
- Stories from the Heart
Kekasih Bayangan


TS
pakolihakbar
Kekasih Bayangan
Quote:

Quote:
Quote:
Kata orang, cinta itu banyak bentuknya dan berjuta rasanya. Aku sendiri ga tau bentuk dan rasanya cinta seperti apa. Yang aku tau, cinta itu buta. Tapi, itu hanya sebatas orasi tak bermakna karena aku sendiri belum pernah merasakannya. Aku terlalu tertutup soal percintaan setelah beberapa kali di 10 tahun yang lalu, aku pernah menjalin cinta namun selalu kandas karena adanya orang ketiga. Namun semenjak kenal Vita, rasanya jelas berbeda. Ia ga seperti wanita kebanyakan pada umumnya, setidaknya sebelum aku pun harus merasakan pahitnya kehilangannya.

mulustrasi

mulustrasi
Quote:
"Ya abis gimana kak, aku juga ga diizinin mamah buat jalanin sama dia... Dia juga terlalu gitu sih orangnya, jadi ya gimana ya? Aku juga, ya gitu deh..." Ujar Vita bertukar pesan voicenote bersama Risky, sahabatnya.
***
"Hai, boleh kenalan ga?" Sapaku kepada seorang wanita yang sempat menyita perhatianku selama beberapa bulan belakangan ini.
Dia hanya menoleh sekilas ke arahku dan kemudian kembali meneruskan kegiatan merajutnya seperti ia kembali ke dalam dunianya sendiri.
"Namaku Nanda, nama kamu siapa?" Tanyaku kembali membujuknya untuk setidaknya melihat ke arahku dan tak mengabaikan keberadaanku sambil mengulurkan tanganku.
Dia kembali menoleh ke arahku tapi kali ini dia tersenyum. Lalu, ia menaruh jarum rajut dan benang berwarna merah yang sedang ia rajut menjadi sebuah sweater. Ia pun mengulurkan tangannya dan kemudian menjabat tanganku.
"Vita" Jawabnya dengan singkat sambil tersenyum kecil.
Aku pun langsung membalas senyumnya. Lalu, wanita bernama Vita itu menghempaskan tanganku dengan agak kasar dan langsung mengambil kembali peralatan rajutannya. Ia pun kembali masuk ke dalam dunianya. Sedangkan aku, aku masih terpaku ditempat dimana ia tersenyum dan memperkenalkan dirinya kepadaku. Dan masih tertegun di hadapannya.
"Kamu ngapain?" Tanyanya dengan ketus sambil sedikit mendongakkan kepalanya ke arahku yang sedang duduk dihadapannya.
"Lagi liatin kamu" Jawabku sambil tetap memandanginya.
"Ngapain liatin aku terus?" Tanyanya lagi dengan ketus.
"Karena aku suka liatin kamu" Jawabku dengan senyum yang tetap mengembang tatkala memandang wajahnya berada persis dihadapanku setelah berbulan bulan lamanya aku mengaguminya dalam diam.
Tanpa berbasa basi lagi, ia pun segera pergi dari hadapanku yang mungkin dianggapnya terlalu aneh dengan sikapku yang masih saja tersenyum lebar saat ia menjawab pertanyaanku dengan nada nada ketusnya.
Dia hanya menoleh sekilas ke arahku dan kemudian kembali meneruskan kegiatan merajutnya seperti ia kembali ke dalam dunianya sendiri.
"Namaku Nanda, nama kamu siapa?" Tanyaku kembali membujuknya untuk setidaknya melihat ke arahku dan tak mengabaikan keberadaanku sambil mengulurkan tanganku.
Dia kembali menoleh ke arahku tapi kali ini dia tersenyum. Lalu, ia menaruh jarum rajut dan benang berwarna merah yang sedang ia rajut menjadi sebuah sweater. Ia pun mengulurkan tangannya dan kemudian menjabat tanganku.
"Vita" Jawabnya dengan singkat sambil tersenyum kecil.
Aku pun langsung membalas senyumnya. Lalu, wanita bernama Vita itu menghempaskan tanganku dengan agak kasar dan langsung mengambil kembali peralatan rajutannya. Ia pun kembali masuk ke dalam dunianya. Sedangkan aku, aku masih terpaku ditempat dimana ia tersenyum dan memperkenalkan dirinya kepadaku. Dan masih tertegun di hadapannya.
"Kamu ngapain?" Tanyanya dengan ketus sambil sedikit mendongakkan kepalanya ke arahku yang sedang duduk dihadapannya.
"Lagi liatin kamu" Jawabku sambil tetap memandanginya.
"Ngapain liatin aku terus?" Tanyanya lagi dengan ketus.
"Karena aku suka liatin kamu" Jawabku dengan senyum yang tetap mengembang tatkala memandang wajahnya berada persis dihadapanku setelah berbulan bulan lamanya aku mengaguminya dalam diam.
Tanpa berbasa basi lagi, ia pun segera pergi dari hadapanku yang mungkin dianggapnya terlalu aneh dengan sikapku yang masih saja tersenyum lebar saat ia menjawab pertanyaanku dengan nada nada ketusnya.
***
Hari demi hari kulewati dengan harapan bahwa suatu hari nanti, Vita ga lagi mengabaikan keberadaanku. Aku terus berjuang untuk mendapatkannya. Karena aku merasa, ia sungguh sangat berbeda dibandingkan dengan wanita lainnya baik yang kukenal maupun yang pernah menjalin hubungan asmara denganku.
Hingga suatu hari...
"Hei, kamu" Sapa Vita tiba tiba mengejutkanku yang sedang asyik membaca buku di bangku taman.
"Ya?" Tanyaku dengan singkat sambil menyembunyikan rasa gugupku karena ini baru pertama kalinya ia menyapaku setelah berhari hari bahkan berminggu minggu aku berjuang untuk setidaknya mendapatkan perhatiannya walau hanya secuil saja.
"Ih jutek banget, aku ganggu ya?" Tanyanya sambil mengerucutkan bibirnya di hadapanku, meleleh rasanya hatiku melihat sikapnya yang tiba tiba semanja itu.
"Eh, ga kok... Kamu ga ganggu sama sekali, sini duduk... Ada apa?" Tanyaku dengan sigap karena ga mau juga melewatkan momen seperti ini yang amat sangat mustahil sebelumnya.
"Ga apa apa sih, cuma kok belakangan ini kamu jarang nyapa aku?" Tanyanya sambil kemudian duduk di sampingku.
"Oh, aku takut ganggu Vit... Ga enak juga kalo ya kali aja kamu udah ada pacar" Jawabku dengan jujur sambil tersenyum kepadanya.
Sepersekian detik kemudian, ia balik tersenyum kepadaku dan menatap dalam² mataku. Seolah sedang membaca perasaanku yang selama ini bergejolak kepadanya.
"Aku belum punya pacar kali Nda" Jawabnya.
Seolah mendapatkan angin segar atas jawabannya, aku hanya tersenyum namun dalam hati sudah jelas aku loncat kegirangan karenanya.
Sejak itu aku dan Vita selalu jalan bersama dan menghabiskan waktu berdua walau terkadang, sifat kekanakannya muncul tiba² dan membuatku menjadi serba salah di hadapannya.
Hingga suatu hari setelah beberapa bulan lamanya dalam penantian, aku pun memberanikan diri untuk mengungkapkan perasaan yang sudah lama ku pendam kepadanya di hadapan beberapa teman satu kamar di asramaku.
"Vit, aku boleh ngomong sesuatu sama kamu?" Tanyaku pelan kepadanya yang sedang asyik dalam dunianya seperti biasa.
"Boleh kok, ngomong aja... Biasanya juga tinggal ngomong" Jawabnya sambil asyik meneruskan hobbynya.
"Aku suka kamu sejak awal liat kamu suka ngerajut di taman dan makin lama makin sayang setelah kenal sama kamu" Ujarku dengan terbata bata karena gugup.
"Ya terus?" Tanyanya dengan sedikit ketus.
"Ya terus, mau ga kamu jadi pacar aku?" Tanyaku balik dengan terbata bata namun pasti untuk segera mengucapkannya.
Vita sempat terdiam sejenak dan langsung menaruh alat² rajutnya disampingnya membuat jantungku terasa hendak lepas dari tempatnya berada. Ia pun langsung menatap mataku dalam² seolah ingin mengetahui tentang diriku dari bola mataku saja.
"Kamu serius?" Tanyanya kemudian.
"Iya" Jawabku dengan tegas.
Lalu Vita kembali terdiam hingga membuatku agak ga enak hati karenanya.
"Ya kalo ga bisa dijawab sekarang ga apa², seenggaknya kamu udah tau Vit soal perasaan aku sebenarnya gimana ke kamu" Ujarku pelan sambil sedikit menguatkan hatiku sendiri, barangkali hari ini akan jadi hari patah hatiku karena dari sorot matanya ia seperti hendak menolakku.
"Iya aku mau" Jawab Vita dengan cepat sehingga membuatku agak sedikit ga percaya dan ingin mendengarnya sekali lagi apa yang baru saja keluar dari mulutnya.
"Hah?" Tanyaku dengan ekspresi terkejut menatapnya.
"Iya aku mau jadi pacarmu Nda" Jawabnya lagi.
Aku tersenyum kegirangan karena ucapannya yang cukup jelas terdengar di telingaku . Bahagia sekali rasanya bisa mendapatkan seseorang yang selama ini sudah menyita perhatianku juga menyita malam²ku hanya untuk berkhayal kapan bisa memilikinya dan hari ini semuanya terjadi begitu saja.
Hingga suatu hari...
"Hei, kamu" Sapa Vita tiba tiba mengejutkanku yang sedang asyik membaca buku di bangku taman.
"Ya?" Tanyaku dengan singkat sambil menyembunyikan rasa gugupku karena ini baru pertama kalinya ia menyapaku setelah berhari hari bahkan berminggu minggu aku berjuang untuk setidaknya mendapatkan perhatiannya walau hanya secuil saja.
"Ih jutek banget, aku ganggu ya?" Tanyanya sambil mengerucutkan bibirnya di hadapanku, meleleh rasanya hatiku melihat sikapnya yang tiba tiba semanja itu.
"Eh, ga kok... Kamu ga ganggu sama sekali, sini duduk... Ada apa?" Tanyaku dengan sigap karena ga mau juga melewatkan momen seperti ini yang amat sangat mustahil sebelumnya.
"Ga apa apa sih, cuma kok belakangan ini kamu jarang nyapa aku?" Tanyanya sambil kemudian duduk di sampingku.
"Oh, aku takut ganggu Vit... Ga enak juga kalo ya kali aja kamu udah ada pacar" Jawabku dengan jujur sambil tersenyum kepadanya.
Sepersekian detik kemudian, ia balik tersenyum kepadaku dan menatap dalam² mataku. Seolah sedang membaca perasaanku yang selama ini bergejolak kepadanya.
"Aku belum punya pacar kali Nda" Jawabnya.
Seolah mendapatkan angin segar atas jawabannya, aku hanya tersenyum namun dalam hati sudah jelas aku loncat kegirangan karenanya.
Sejak itu aku dan Vita selalu jalan bersama dan menghabiskan waktu berdua walau terkadang, sifat kekanakannya muncul tiba² dan membuatku menjadi serba salah di hadapannya.
Hingga suatu hari setelah beberapa bulan lamanya dalam penantian, aku pun memberanikan diri untuk mengungkapkan perasaan yang sudah lama ku pendam kepadanya di hadapan beberapa teman satu kamar di asramaku.
"Vit, aku boleh ngomong sesuatu sama kamu?" Tanyaku pelan kepadanya yang sedang asyik dalam dunianya seperti biasa.
"Boleh kok, ngomong aja... Biasanya juga tinggal ngomong" Jawabnya sambil asyik meneruskan hobbynya.
"Aku suka kamu sejak awal liat kamu suka ngerajut di taman dan makin lama makin sayang setelah kenal sama kamu" Ujarku dengan terbata bata karena gugup.
"Ya terus?" Tanyanya dengan sedikit ketus.
"Ya terus, mau ga kamu jadi pacar aku?" Tanyaku balik dengan terbata bata namun pasti untuk segera mengucapkannya.
Vita sempat terdiam sejenak dan langsung menaruh alat² rajutnya disampingnya membuat jantungku terasa hendak lepas dari tempatnya berada. Ia pun langsung menatap mataku dalam² seolah ingin mengetahui tentang diriku dari bola mataku saja.
"Kamu serius?" Tanyanya kemudian.
"Iya" Jawabku dengan tegas.
Lalu Vita kembali terdiam hingga membuatku agak ga enak hati karenanya.
"Ya kalo ga bisa dijawab sekarang ga apa², seenggaknya kamu udah tau Vit soal perasaan aku sebenarnya gimana ke kamu" Ujarku pelan sambil sedikit menguatkan hatiku sendiri, barangkali hari ini akan jadi hari patah hatiku karena dari sorot matanya ia seperti hendak menolakku.
"Iya aku mau" Jawab Vita dengan cepat sehingga membuatku agak sedikit ga percaya dan ingin mendengarnya sekali lagi apa yang baru saja keluar dari mulutnya.
"Hah?" Tanyaku dengan ekspresi terkejut menatapnya.
"Iya aku mau jadi pacarmu Nda" Jawabnya lagi.
Aku tersenyum kegirangan karena ucapannya yang cukup jelas terdengar di telingaku . Bahagia sekali rasanya bisa mendapatkan seseorang yang selama ini sudah menyita perhatianku juga menyita malam²ku hanya untuk berkhayal kapan bisa memilikinya dan hari ini semuanya terjadi begitu saja.
***
Hari demi hari, bulan demi bulan pun kulalui dengan penuh semangat karena bagiku mendapatkannya bukanlah hal yang mudah juga memperjuangkannya bukanlah hal yang sepele hingga aku harus berjuang mati²an untuk mempertahankannya disisiku dengan hubungan kami yang jelas amat sangat monoton.
Ga ada pergi nonton bioskop, ga ada hang out ke mall dan lain². Paling ga, aku hanya menemaninya duduk sambil menikmati secangkir kopi pada saat ia sedang asyik tenggelam dalam dunianya sendiri.
Hingga di bulan kelima, hubunganku dengan Vita mulai merenggang karena desas desus tentang orang ketiga yang ga aku percaya sepenuhnya. Aku masih percaya bahwa Vita ga seperti mantan²ku sebelumnya.
"Eh bro, lo liat Vita ga? Kok 2 harian ini dia ga keliatan di taman?" Tanyaku kepada Risky, yang kuketahui dia adalah sahabat dari Vita.
"Lah, lo cowoknya kan? Kok bisa ga tau Vita kemana?" Tanya Risky balik kepadaku membuatku cukup kebingungan.
"Ya iya sih, cuma dia kan juga punya privasi ya ga semua kegiatannya juga kan gw mesti tau tapi gw takut dia lagi sakit aja makanya gw tanya lo kali aja lo tau gimana kabarnya dia" Jawabku sambil mengeluarkan sebungkus rokok gud*ng g*ram favoritku kemudian membakarnya dan mengisapnya.
"Hahaha lo tuh terlalu bego sih jadi orang, cewek lo tuh lagi ngincer anak baru... Namanya Sandy, makanya dia ga kesini buat nemenin lo... Terlalu monoton sih lo jadi orang" Ujar Risky sambil menertawakanku.
Aku hanya diam tanpa sepatah katapun dan langsung pergi menuju asrama. Rasa marah, kecewa, jengkel dan sedih bercampur aduk menjadi satu begitu mendengar kabar itu. Namun aku juga ga mau menghakimi Vita karena aku ga tau seperti apa kejadian sesungguhnya. Jadi yg kulakukan hanyalah menunggu selama apapun itu hingga aku bisa mendapatkan jawaban atas pertanyaan yang kali ini terngiang di otakku.
Setelah 5 hari menghilang begitu saja, Vita pun kembali duduk di taman seperti biasanya sambil merajut sebuah sweater dengan warna yang berbeda. Kali ini berwarna Navy. Aku pun segera menghampirinya.
"Hei kamu, kemana aja sih? Aku kangen tau" Ujarku sambil menggodanya dengan menarik ujung sweater yang dikenakannya.
"Ada kok, aku kemarin agak kurang enak badan makanya ga datang kesini" Jawabnya dengan nada agak ketus tanpa melihat ke arahku sama sekali.
"Oh, tunggu bentar deh ya jangan kemana²" Pintaku kepadanya sambil tersenyum, namun ia tetap asyik dengan rajutannya tanpa melihat ke arahku sedikitpun.
Aku pun bergegas pergi ke asrama dan membuatkannya susu coklat hangat yang kutambahkan sedikit bubuk jahe merah untuk Vita yang ku masukkan kedalam termos kecil yg biasa kubawa ketika aku sedang merasa kurang enak badan dan harus selalu meminum minuman yg hangat.
"Nih aku bikinin susu coklat campur sedikit bubuk jahe merah, supaya badan kamu tetep anget" Ujarku sambil menyodorkan termos kecil yg berisi susu coklat buatanku.
"Makasih" Jawabnya dengan ketus dan lagi² tanpa melihat ke arahku.
Aku hanya bisa mendengus sebal karena ulahnya. Namun, aku juga ga mau terlalu mengganggunya karena aku tau bahwa dari merajut itu ia bisa menghasilkan pundi² rupiah untuk meringankan beban Mamanya yg harus membiayainya kuliah di kampus tempatku kuliah.
Ga ada pergi nonton bioskop, ga ada hang out ke mall dan lain². Paling ga, aku hanya menemaninya duduk sambil menikmati secangkir kopi pada saat ia sedang asyik tenggelam dalam dunianya sendiri.
Hingga di bulan kelima, hubunganku dengan Vita mulai merenggang karena desas desus tentang orang ketiga yang ga aku percaya sepenuhnya. Aku masih percaya bahwa Vita ga seperti mantan²ku sebelumnya.
"Eh bro, lo liat Vita ga? Kok 2 harian ini dia ga keliatan di taman?" Tanyaku kepada Risky, yang kuketahui dia adalah sahabat dari Vita.
"Lah, lo cowoknya kan? Kok bisa ga tau Vita kemana?" Tanya Risky balik kepadaku membuatku cukup kebingungan.
"Ya iya sih, cuma dia kan juga punya privasi ya ga semua kegiatannya juga kan gw mesti tau tapi gw takut dia lagi sakit aja makanya gw tanya lo kali aja lo tau gimana kabarnya dia" Jawabku sambil mengeluarkan sebungkus rokok gud*ng g*ram favoritku kemudian membakarnya dan mengisapnya.
"Hahaha lo tuh terlalu bego sih jadi orang, cewek lo tuh lagi ngincer anak baru... Namanya Sandy, makanya dia ga kesini buat nemenin lo... Terlalu monoton sih lo jadi orang" Ujar Risky sambil menertawakanku.
Aku hanya diam tanpa sepatah katapun dan langsung pergi menuju asrama. Rasa marah, kecewa, jengkel dan sedih bercampur aduk menjadi satu begitu mendengar kabar itu. Namun aku juga ga mau menghakimi Vita karena aku ga tau seperti apa kejadian sesungguhnya. Jadi yg kulakukan hanyalah menunggu selama apapun itu hingga aku bisa mendapatkan jawaban atas pertanyaan yang kali ini terngiang di otakku.
Setelah 5 hari menghilang begitu saja, Vita pun kembali duduk di taman seperti biasanya sambil merajut sebuah sweater dengan warna yang berbeda. Kali ini berwarna Navy. Aku pun segera menghampirinya.
"Hei kamu, kemana aja sih? Aku kangen tau" Ujarku sambil menggodanya dengan menarik ujung sweater yang dikenakannya.
"Ada kok, aku kemarin agak kurang enak badan makanya ga datang kesini" Jawabnya dengan nada agak ketus tanpa melihat ke arahku sama sekali.
"Oh, tunggu bentar deh ya jangan kemana²" Pintaku kepadanya sambil tersenyum, namun ia tetap asyik dengan rajutannya tanpa melihat ke arahku sedikitpun.
Aku pun bergegas pergi ke asrama dan membuatkannya susu coklat hangat yang kutambahkan sedikit bubuk jahe merah untuk Vita yang ku masukkan kedalam termos kecil yg biasa kubawa ketika aku sedang merasa kurang enak badan dan harus selalu meminum minuman yg hangat.
"Nih aku bikinin susu coklat campur sedikit bubuk jahe merah, supaya badan kamu tetep anget" Ujarku sambil menyodorkan termos kecil yg berisi susu coklat buatanku.
"Makasih" Jawabnya dengan ketus dan lagi² tanpa melihat ke arahku.
Aku hanya bisa mendengus sebal karena ulahnya. Namun, aku juga ga mau terlalu mengganggunya karena aku tau bahwa dari merajut itu ia bisa menghasilkan pundi² rupiah untuk meringankan beban Mamanya yg harus membiayainya kuliah di kampus tempatku kuliah.
***
Sebulan setelah pertemuan terakhirku di taman dengannya tempo hari, ia menghilang begitu saja dan setelah kutanya sahabatnya ternyata ia sudah pindah ke kampus lain yg berada di luar pulau karena keluarganya pindah kesana.
Aku pun laksana kehilangan arah setelah kepergiannya yang tanpa memberikan kabar sama sekali. Skripsi hampir hancur berantakan karena seluruh otakku sudah terpenuhi oleh bayangan tentang Vita yg sekarang jauh dari pandangan mata. Udah bisa lulus dengan IPK paspasan pun sudah bisa dikategorikan beruntung bagiku saat itu.
Aku pun mulai bekerja serabutan mulai dari menjadi tukang ojek hingga tukang bersih bersih rumah panggilan sambil menunggu panggilan kerja dari sebuah perusahaan kontraktor tempatku melamar kerja. Yang terpenting bagiku adalah mengumpulkan pundi pundi rupiah untuk membeli tiket pesawat menuju kota dimana Vita sekarang tinggal untuk menebus rasa rinduku.
Segala macam pekerjaan kasar kulakukan demi mengumpulkan pundi pundi rupiah untuk bekalku menemuinya nanti. Hingga akhirnya setelah terkumpul walau hanya cukup untuk membeli tiket kapal laut, aku pun menyegerakan diri untuk berangkat demi menemuinya.
Aku pun laksana kehilangan arah setelah kepergiannya yang tanpa memberikan kabar sama sekali. Skripsi hampir hancur berantakan karena seluruh otakku sudah terpenuhi oleh bayangan tentang Vita yg sekarang jauh dari pandangan mata. Udah bisa lulus dengan IPK paspasan pun sudah bisa dikategorikan beruntung bagiku saat itu.
Aku pun mulai bekerja serabutan mulai dari menjadi tukang ojek hingga tukang bersih bersih rumah panggilan sambil menunggu panggilan kerja dari sebuah perusahaan kontraktor tempatku melamar kerja. Yang terpenting bagiku adalah mengumpulkan pundi pundi rupiah untuk membeli tiket pesawat menuju kota dimana Vita sekarang tinggal untuk menebus rasa rinduku.
Segala macam pekerjaan kasar kulakukan demi mengumpulkan pundi pundi rupiah untuk bekalku menemuinya nanti. Hingga akhirnya setelah terkumpul walau hanya cukup untuk membeli tiket kapal laut, aku pun menyegerakan diri untuk berangkat demi menemuinya.
***
Sesampainya aku di kota dimana Vita tinggal bersama keluarganya, aku pun segera mencari alamat rumahnya. Bertanya dari satu orang ke orang lainnya hingga sempat tersesat jauh dari titik koordinat sebenarnya. Namun, demi menemuinya tak kuhiraukan seberapa jauh ku melangkah dan tersesat yang terpenting adalah aku bisa menemukannya dan memeluknya dengan sejuta rindu yang sudah lama kupendam semenjak kepergiannya yang begitu mendadak.
Aku pun berhenti di sebuah warung yang tak jauh dengan kediaman Vita. Ku pesan segelas kopi hitam dengan sebungkus rokok g*dang g*ram favoritku untuk sejenak melepas lelah setelah perjalanan yang cukup panjang.
"Bu, kopi hitam satu sama rokoknya bu sebungkus" Teriakku kepada si Ibu penjaga warung yang sedang asyik duduk bersama anaknya di warung sederhana miliknya itu.
Setelah membawakan kopi dan sebungkus rokok pesananku, pemilik warung itu pun berbasa basi mengajakku ngobrol karena melihat tasku yang begitu besar sudah pastilah aku bukan berasal dari daerah tempatnya tinggal.
"Mau kemana dek?" Tanya Ibu pemilik warung sambil tersenyum kepadaku.
"Ini bu, saya mau ke rumah pacar saya... Rumahnya sih disini katanya" Jawabku sambil sesekali menyesap kopi hitam buatannya.
"Oh, adek ini dari luar daerah pasti ya?" Tanyanya lagi.
"Iya bu, saya dari Jakarta dan baru pertama kali lagi kesini" Jawabku lagi.
Sambil mencuci gelas gelas kotor yang berserakan, Ibu pemilik warung itu terus saja mengajakku berbicara hingga tak sadar waktu bergulir begitu cepat. Tak terasa sudah 1 jam aku duduk bersantai di warung miliknya.
Aku pun merogoh saku untuk membayar segelas kopi berikut rokok yang sudah ku nikmati sedari tadi.
"Ini bu uangnya" Ujarku sambil memberikannya selembar uang 50.000an.
"Jadi 24 ribu ya dek, sebentar saya ambil kembalinya dulu" Jawab Ibu itu sambil mengambil sebuah kaleng yang berisikan uang receh hasil jualannya.
Aku hanya tersenyum sambil menunggunya mengambilkan uang kembalian untukku.
"Ini dek, kembaliannya... Ngomong ngomong adek ini mau ke rumahnya siapa?" Tanyanya sambil menyodorkan beberapa lembar uang pecahan 10.000 dan 2.000an kepadaku.
"Ke rumahnya Vita bu, yang belum lama pindah kesini" Jawabku sambil menerima uang kembalian itu.
"Hah? Pacarnya dek Vita?" Tanyanya seolah terkejut dengan pengakuanku.
"Iya bu, kenapa bu?" Tanyaku balik dengan rasa penasaran yang menggebu karena spontanitas yang kurasa amat sangat berlebihan tadi.
Ibu itu hanya tersenyum kecut memandangiku, lalu ia pun menepuk bahuku dengan pelan.
"Nanti adek tau sendiri, lebih baik adek langsung aja datang ke rumahnya... Apapun yang terjadi disana, jangan pakai emosi" Ujarnya sambil tersenyum seolah berusaha menguatkan aku.
Aku pun semakin penasaran dibuatnya dan membuat perasaanku semakin tak menentu. Aku pun mulai mantap melangkahkan kaki menuju kediamannya. Hingga tepat di depan rumahnya, aku melihat Vita sedang berpelukan dengan pria lain seolah pria itu hendak pergi meninggalkan Vita untuk jangka waktu yang lama.
Aku pun terpaku sejenak hingga pria itu pergi terlebih dahulu, barulah kuberanikan diri untuk menghampirinya.
"Assalamualaikum" Sapaku dengan pelan.
Wajah Vita nampak terkejut melihat kedatanganku untuk yang pertama kalinya setelah beberapa bulan lamanya aku pun menghilang seiring dengan kepindahannya yang mendadak dan tanpa memberitahuku sebelumnya.
"Waalaikumsalam, eh kamu... Kok bisa ada disini?" Tanya Vita dengan terbata bata.
Aku hanya tersenyum menatapnya, meredam emosi yang sedaritadi sudah memberontak tatkala Vita memeluk mesra tubuh pria yang tak kukenal itu. Kami saling diam satu sama lain seolah tubuh ini membeku selama sepersekian detik sebelum menyadari apa yang sebenarnya terjadi.
Aku pun berhenti di sebuah warung yang tak jauh dengan kediaman Vita. Ku pesan segelas kopi hitam dengan sebungkus rokok g*dang g*ram favoritku untuk sejenak melepas lelah setelah perjalanan yang cukup panjang.
"Bu, kopi hitam satu sama rokoknya bu sebungkus" Teriakku kepada si Ibu penjaga warung yang sedang asyik duduk bersama anaknya di warung sederhana miliknya itu.
Setelah membawakan kopi dan sebungkus rokok pesananku, pemilik warung itu pun berbasa basi mengajakku ngobrol karena melihat tasku yang begitu besar sudah pastilah aku bukan berasal dari daerah tempatnya tinggal.
"Mau kemana dek?" Tanya Ibu pemilik warung sambil tersenyum kepadaku.
"Ini bu, saya mau ke rumah pacar saya... Rumahnya sih disini katanya" Jawabku sambil sesekali menyesap kopi hitam buatannya.
"Oh, adek ini dari luar daerah pasti ya?" Tanyanya lagi.
"Iya bu, saya dari Jakarta dan baru pertama kali lagi kesini" Jawabku lagi.
Sambil mencuci gelas gelas kotor yang berserakan, Ibu pemilik warung itu terus saja mengajakku berbicara hingga tak sadar waktu bergulir begitu cepat. Tak terasa sudah 1 jam aku duduk bersantai di warung miliknya.
Aku pun merogoh saku untuk membayar segelas kopi berikut rokok yang sudah ku nikmati sedari tadi.
"Ini bu uangnya" Ujarku sambil memberikannya selembar uang 50.000an.
"Jadi 24 ribu ya dek, sebentar saya ambil kembalinya dulu" Jawab Ibu itu sambil mengambil sebuah kaleng yang berisikan uang receh hasil jualannya.
Aku hanya tersenyum sambil menunggunya mengambilkan uang kembalian untukku.
"Ini dek, kembaliannya... Ngomong ngomong adek ini mau ke rumahnya siapa?" Tanyanya sambil menyodorkan beberapa lembar uang pecahan 10.000 dan 2.000an kepadaku.
"Ke rumahnya Vita bu, yang belum lama pindah kesini" Jawabku sambil menerima uang kembalian itu.
"Hah? Pacarnya dek Vita?" Tanyanya seolah terkejut dengan pengakuanku.
"Iya bu, kenapa bu?" Tanyaku balik dengan rasa penasaran yang menggebu karena spontanitas yang kurasa amat sangat berlebihan tadi.
Ibu itu hanya tersenyum kecut memandangiku, lalu ia pun menepuk bahuku dengan pelan.
"Nanti adek tau sendiri, lebih baik adek langsung aja datang ke rumahnya... Apapun yang terjadi disana, jangan pakai emosi" Ujarnya sambil tersenyum seolah berusaha menguatkan aku.
Aku pun semakin penasaran dibuatnya dan membuat perasaanku semakin tak menentu. Aku pun mulai mantap melangkahkan kaki menuju kediamannya. Hingga tepat di depan rumahnya, aku melihat Vita sedang berpelukan dengan pria lain seolah pria itu hendak pergi meninggalkan Vita untuk jangka waktu yang lama.
Aku pun terpaku sejenak hingga pria itu pergi terlebih dahulu, barulah kuberanikan diri untuk menghampirinya.
"Assalamualaikum" Sapaku dengan pelan.
Wajah Vita nampak terkejut melihat kedatanganku untuk yang pertama kalinya setelah beberapa bulan lamanya aku pun menghilang seiring dengan kepindahannya yang mendadak dan tanpa memberitahuku sebelumnya.
"Waalaikumsalam, eh kamu... Kok bisa ada disini?" Tanya Vita dengan terbata bata.
Aku hanya tersenyum menatapnya, meredam emosi yang sedaritadi sudah memberontak tatkala Vita memeluk mesra tubuh pria yang tak kukenal itu. Kami saling diam satu sama lain seolah tubuh ini membeku selama sepersekian detik sebelum menyadari apa yang sebenarnya terjadi.
***
"Sebenernya ada apa sih?" Tanyaku pelan pada Vita yang tengah tertunduk lesu di sampingku.
"Maafin aku" Jawabnya.
"Ya maaf untuk apa?" Tanyaku lagi dengan pelan.
"Maaf, sebenernya aku cuma butuh kamu disaat dia pergi... Aku cuma ngelampiasin rasa kesepian aku ke kamu dan aku ga nyangka sama sekali bahwa kamu akan seserius ini sama aku" Ujarnya sambil sesekali mengusap airmatanya.
Aku pun langsung mengusap kepalanya dan merangkul bahunya.
"Kamu ga salah, mungkin aku yg terlalu naif dan terlalu terobsesi sama kamu... Dan hari ini aku jadi tau, bahwa ga seharusnya aku tanggepin segalanya dengan serius... Tapi, perasaan aku ke kamu ga sebecanda itu Vit makanya aku nekat datang kesini" Jawabku pelan sambil terus mengusap kepalanya.
"Maafin aku" Ujarnya lagi.
"Jauh sebelum kamu minta maaf, aku udah maafin kamu terlebih kamu ninggalin aku gitu aja disaat aku lagi sayang²nya dan ternyata kamu kembali ke kehidupanmu yang dulu dan kalian sekarang udah tunangan... Apapun keputusan kamu, itu adalah hak kamu" Jawabku sambil menahan airmata yang sudah hendak menetes sedari tadi.
Aku hanya tersenyum menatap Vita yang masih tertunduk lesu di sampingku. Dan langsung beranjak di tempatku duduk dan menyegerakan diri untuk pamit.
"Aku pergi dulu Vit, berbahagialah kamu sama dia... Kalo pun nanti kamu ga bahagia sama dia, kamu tau dimana aku berada dan kamu bisa nangis sepuasnya dibahuku... Aku pamit" Ujarku sambil mengambil tasku dan langsung menggendongnya.
Aku pun pergi begitu saja dengan rasa sakit yang terasa amat sangat menghujam jantungku. Tanpa membalikkan tubuh untuk melihat Vita yang masih tertunduk di tempatnya duduk, aku terus melangkah menjauh dari rumahnya dan melepaskan segala kenangan yang pernah tercipta dengan deraian airmata.
"Maafin aku" Jawabnya.
"Ya maaf untuk apa?" Tanyaku lagi dengan pelan.
"Maaf, sebenernya aku cuma butuh kamu disaat dia pergi... Aku cuma ngelampiasin rasa kesepian aku ke kamu dan aku ga nyangka sama sekali bahwa kamu akan seserius ini sama aku" Ujarnya sambil sesekali mengusap airmatanya.
Aku pun langsung mengusap kepalanya dan merangkul bahunya.
"Kamu ga salah, mungkin aku yg terlalu naif dan terlalu terobsesi sama kamu... Dan hari ini aku jadi tau, bahwa ga seharusnya aku tanggepin segalanya dengan serius... Tapi, perasaan aku ke kamu ga sebecanda itu Vit makanya aku nekat datang kesini" Jawabku pelan sambil terus mengusap kepalanya.
"Maafin aku" Ujarnya lagi.
"Jauh sebelum kamu minta maaf, aku udah maafin kamu terlebih kamu ninggalin aku gitu aja disaat aku lagi sayang²nya dan ternyata kamu kembali ke kehidupanmu yang dulu dan kalian sekarang udah tunangan... Apapun keputusan kamu, itu adalah hak kamu" Jawabku sambil menahan airmata yang sudah hendak menetes sedari tadi.
Aku hanya tersenyum menatap Vita yang masih tertunduk lesu di sampingku. Dan langsung beranjak di tempatku duduk dan menyegerakan diri untuk pamit.
"Aku pergi dulu Vit, berbahagialah kamu sama dia... Kalo pun nanti kamu ga bahagia sama dia, kamu tau dimana aku berada dan kamu bisa nangis sepuasnya dibahuku... Aku pamit" Ujarku sambil mengambil tasku dan langsung menggendongnya.
Aku pun pergi begitu saja dengan rasa sakit yang terasa amat sangat menghujam jantungku. Tanpa membalikkan tubuh untuk melihat Vita yang masih tertunduk di tempatnya duduk, aku terus melangkah menjauh dari rumahnya dan melepaskan segala kenangan yang pernah tercipta dengan deraian airmata.
Quote:
“Sometimes you meet someone who means the only your life realize in the end you have to let go.” - pakolihakbar 


Diubah oleh pakolihakbar 01-05-2020 06:21






nona212 dan 23 lainnya memberi reputasi
24
2.6K
Kutip
9
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan