Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

b3jo.asoyAvatar border
TS
b3jo.asoy
Menjawab Kritik dengan Represi di Tengah Pandemi
TEMPO.CO, Jakarta - Di tengah situasi kedaruratan bencana akibat pandemi Covid-19 di Indonesia, kepolisian mengambil langkah represif terhadap masyarakat. Kritik sejumlah warga terhadap pemerintah juga dijawab dengan kriminalisasi oleh polisi, bentuk lain dari represi, dalam beberapa hari belakangan.

"Setidaknya terdapat empat pola yaitu intimidasi, peretasan, kriminalisasi, dan pengawasan," kata Koalisi Masyarakat Sipil yang tergabung dalam Fraksi Rakyat Indonesia (FRI) Wahyu A Perdana dalam keterangan tertulis yang diterima Tempo, Senin, 26 April 2020. Intimidasi berupa kedatangan aparat kepolisian ke lokasi langsung. FRI menilai langkah kepolisian ini sebagai bentuk kemunduran demokrasi.

Belakangan, teror banyak dilakukan dalam bentuk peretasan atau percobaan peretasan gawai melalui akun media sosial maupun aplikasi pesan.

Yang paling ramai dibicarakan belakangan, adalah kasus penangkapan peneliti kebijakan publik Ravio Patra pada 22 April 2020. Sebelum ditangkap atas tudingan menyebar kebencian, diduga kuat WhatsApp Ravio diretas dan menyebarkan pesan palsu berisi sebaran provokasi.

"Saya katakan motif penyebaran itu adalah plotting untuk menempatkan Ravio sebagai salah satu yang akan membuat kerusuhan," kata Direktur Eksekutif Safenet, Damar Juniarto, saat dihubungi pada Kamis, 23 April 2020.

Ravio akhirnya dibebaskan setelah ditahan selama 33 jam. Namun statusnya tetap sebagai saksi. Polisi masih menunggu analisa digital forensik dari Labfor untuk memenuhi dua alat bukti yang cukup.


Polisi membantah penangkapan terhadap Ravio adalah tindakan mencari-cari kesalahan. Ia menegaskan penyelidikan kasus ini berjalan sesuai prosedur hukum. "Semua langkah penyidik untuk membuat jelas berdasarkan kejadian dan saksi, bukan karena mencari-cari (kesalahan)," ujar Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri Brigjen Prabowo Argo Yuwono. 

Dari catatan FRI, peretasan tampaknya menjadi jenis intimidasi yang paling banyak memakan korban. Selain kepada Ravio, hal ini menimpa antara lain Fajar, Ketua BEM UI, Azhar, Merah Johansyah dari Jatam, dan Syahdan Husein dari Gejayan Memanggil.
"Selain itu, percobaan peretasan akun Twitter dialami oleh Koordinator Jarigan Desa Kita R Sumakto @DesaKita2 dan akun Facebook seorang jurnalis, Mawa Kresna," kata Wahyu.

Selain peretasan, kriminalisasi juga menimpa terus terjadi. Hal ini terjadi pada 3 orang pemuda yang aktif dalam gerakan gerakan berbasis edukasi dan solidaritas di Tangerang Rio Imanuel, Aflah Adhi, dan Muhammad Riski. Selain itu, pengawasan aktivitas oleh kepolisian maupun orang tak dikenal juga dialami oleh Solidaritas Pangan Yogyakarta sebanyak dua kali dan LBH Medan empat kali. "Keseluruhan tindakan itu memiliki kesamaan yaitu tidak pernah ada proses hukum terhadap pelakunya," kata Wahyu.

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD mengingatkan aparat Kepolisian RI atas aksi ini, khususnya tentang penangkapan terhadap Ravio Patra. Mahfud meminta kasus ini menjadi pelajaran bagi aparat kepolisian agar lebih menahan diri untuk tidak menangkap seseorang sampai ada bukti yang kuat.

"Kalau tidak ada (bukti), ya anggap saja sebagai kritikan. Tapi kalau membahayakan, ya, pancing dulu siapa yang buat," ujar Mahfud lewat keterangannya, Sabtu, 25 April 2020.

Wahyu mengatakan seharusnya di tengah pandemi Covid-19, negara termasuk aparat keamanan berfokus pada upaya kedaruratan kesehatan masyarakat. Wajib bahu membahu menolong masyarakat yang kelaparan, putus asa karena tidak memiliki pekerjaan bukan malah melakukan teror dengan menakut-nakuti masyarakat.

FRI menuntut agar negara menghentikan segala jenis teror, intimidasi, dan aneka bentuk represi terhadap rakyat di tengah pandemi Covid-19. Pelaku penebar ketakutan termasuk pelaku peretasan juga mereka minta agar ditangkap.


Wahyu mengatakan FRI juga meminta tanggung jawab negara untuk tetap menjaga demokrasi dan hak asasi manusia (HAM). Mereka juga meminta DPR menjalankan fungsinya melakukan pengawasan kepada pemerintah dengan lebih seksama. "Pemerintah segera mengevaluasi kepolisian dan pihak-pihak yang seharusnya menjaga keamanan masyarakat," kata Wahyu. 

Puji Cebi Wanda Hamidah

Puji kolor! Bapak mesias yang sangat mengerti penderitaan rakyat, yang dalam 100 tahun sekali belum tentu muncul, dalam periode ke-2 ini akan segera mewujudkan nubuat Bapaknya Mami, Indonesia maju lewat penegakan diktator ala 65.

Sungguh beruntung rakyat Indonesia!

Puji kolor lagi, akhirnya doa baik cebi betina Wanda Hamidah akhirnya akan segera mewujud. Indonesia demoktratis bebas berpendapat dibawah kasih sang Tjahaya Asia.

Terima kasih Tjahaya Asia. Dibawah panjimu, Indonesia menjadi negara demokratis,  bebas merdeka dalam berserikat berpendapat. Indonesia menjadi negara maju setara Korea Utara!

Take emoticon-Angkat Beer
4iinchAvatar border
sebelahblogAvatar border
akulagi2021Avatar border
akulagi2021 dan 22 lainnya memberi reputasi
23
1.3K
13
GuestAvatar border
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan