Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

juneldiAvatar border
TS
juneldi
SIAPAKAH MAYA
SIAPAKAH MAYA
Sumber : Pixabay

Kedua mata Maya yang berat, kini perlahan terbuka. Ia mengedarkan pandangan ke sekeliling ruangan, keadaan rumah terlihat sepi sekali. Tak nampak sosok Mama, Papa dan kedua adiknya.

Sepertinya, semua sedang pergi. Ia menyimpulkan sendiri.

Mendadak, bagian belakang kepalanya terasa nyeri sekali. Ia meraba bagian nyeri tersebut, agak basah. Maya kemudian turun dari ranjang dan menyandarkan punggungnya di sofa empuk di samping jendela.

Gadis belia itu mencoba merunut apa yang telah terjadi malam tadi. Nyeri di kepalanya mendadak datang lagi. Namun, sekeras apa pun ia berusaha, tetap saja gagal. Momen yang mampu ia ingat hanyalah, ketika ia terburu-buru turun tangga. Selebihnya, masih kabur tak jelas.

***

Maya hanya tidur mengurung diri di dalam kamar seharian ini. Kepalanya masih sering berdenyut nyeri. Tidur siang panjang tadi tidak banyak membantu meredakan rasa nyeri tersebut. Ia juga masih belum tau apa penyebabnya. Gadis kurus itu akhirnya, memutuskan untuk tidur-tiduran saja.

Menjelang magrib, Maya terbangun dengan perasaan campur aduk. Gangguan itu kembali mengusik. Ia bangkit dari ranjang dan membuka daun pintu jendela lebar-lebar. Membiarkan angin semilir menerpa rambut panjangnya yang dibiarkan tergerai bebas.

“Lumayan segar udara malam ini,” gumamnya.

Saat berdiri dekat jendela, ia lemparkan pandangannya jauh ke arah jalanan. Ia memikirkan semua keanehan yang terjadi malam tadi dan mengaitkan dengan malam-malam sebelumnya.
Semua terasa aneh beberapa hari ini. Mulai dari suara-suara menakutkan hingga peralatan rumah yang berpindah tempat. Apa yang sebenarnya terjadi?batin Maya berkata.

Ketika sedang asyik memandangi orang-orang yang lalu lalang di jalan, netranya menangkap ada sebuah keramaian. Beberapa anak muda saling berbisik satu sama lain, sambil bergantian melempar pandangan mereka ke arah jendela. Tiba-tiba, salah satu dari mereka berteriak keras dan lari ketakutan. Temannya yang lain pun ikut lari menyusul.

“Ngapain sih anak-anak itu? Lebay, deh! Kayak abis ngeliat hantu aja,” gerutunya, sambil berjalan ke arah ranjang. “Mending gue balik tidur.”

***

Ketika hampir tengah malam, gadis itu merasakan cacing di perutnya mulai protes. Wajar saja, karena ia belum makan sejak sarapan timun pagi tadi. Apalagi, lirihan denting suara sendok beradu dengan magkok semakin menambah rasa laparnya.

“Maa, Paa, tolong panggilin bakso itu dong. Maya lapar nih!” teriaknya dari dalam kamar.

Suasana masih senyap, tidak ada jawaban dari orangtuanya. Kemungkinan mereka sedang tidur nyenyak. Maya melesat secepat kilat ke lantai bawah karena tak ingin tukang bakso itu semakin menjauh berlalu.

“Abang tukang bakso! Mari dong kemari, aku mau beli,” teriak Maya sambil bernyanyi dan melambaikan tangan.

Tukang bakso kaget demi mendengar teriakan berirama lagu anak-anak jadul itu, ia langsung berhenti dan coba mencari sumber suara. Begitu matanya menemukan sosok yang sedang melambai-lambaikan tangan, tanpa pikir panjang ia bergegas lari mendorong gerobak sekuat tenaga menjauhi rumah itu. Kalau lama sedikit ia memandang sosok itu, pasti ia sudah pingsan.

“Setdah, tukang bakso gelo! Dipanggil bukannya mendekat, malah lari. Udah gak doyan duit kali ya. Dasar, Kecubung Sungai!” rutuk Maya sambil memajukan bibir Angelina Jolie-nya.

Konser cacing di perutnya tidak lagi sedang mengalunkan irama musik klasik, tetapi kini sudah menjadi teriakan heavy metal. Rasa lapar semakin menjadi-jadi. Ia hampir tak bisa lagi menahan emosinya. Maklum, perut keroncongan bisa membuat seseorang menjadi pribadi yang berbeda. Ada iklannya tentang ini kalau tidak salah.

“Aha, ada Mang Bokir. Ke sana ah!” ujarnya sambil mengacungkan telunjuk. Ide brilian melintas di kepalanya.

Maya teringat warung sate padang di pojokan komplek. Rasa nikmatnya tak diragukan lagi karena penjualnya asli Madura. Dua daerah penghasil kuliner sate yang melegenda. Air liur langsung menetes hingga ke dagu saat membayangkannya. Sensasi empuk dan lembutnya daging sapi disiram kuah jingga kecoklatan dan taburan bawang goreng yang renyah, membuat gadis itu berlari menuju tempat kejadian perkara.

“Mang Bokir, pesan sate 50 tusuk. Makan disini dan yang paling penting ge pe el!” Nada khas gadis belia menggema di malam yang sunyi. Tanpa menoleh ke sumber suara, penjual sate berusia tujuh puluh tahun itu sigap menyiapkan pesanan. Maklum, Mang Bokir memang bermasalah dengan pengelihatan. Asal ada suara, tangannya langsung bergerak menata dan mengipas sate di alat pembakaran.

Setelah menunggu sekitar dua puluh menit, sate sudah siap disantap. Tanpa mengucap basmalah, Maya langsung menghabiskan hidangan di hadapannya. Ternyata lima puluh tusuk masih belum cukup memuaskan cacing-cacing di perutnya. Gadis itu kembali memesan hingga genap dua ratus tusuk.

“Makasih, Neng. Mang jadi cepet pulang!” ujar penjual sate itu. Maya menyeringai dengan bibir penuh kuah sate. Mang Bokir mengerjap dan menggosok mata rabunnya. Mulut menganga dan langsung pingsan saat sosok di hadapannya tergambar jelas.

“Halah, udah tua masih terpesona aja kalo liat cewek cantik,” ujar Maya sambil mengibas rambut. Sebelum meninggalkan warung, tak lupa gadis itu menyelipkan uang di dekat wajah Mang Bokir yang tertidur.

***

Angin menderu kencang mengiringi derasnya hujan malam itu. Jendela kamar yang tak dapat ditutup rapat itu mengepak membentur dinding dan menimbulkan suara Cumiakkan telinga. Sepinya malam membuat suasana semakin mencekam.

Tubuh remaja itu menggigil, bukan karena dingin, melainkan rasa takut yang telah menguasai dirinya. Suara bersahutan yang sayup terdengar dari lantai bawah membuatnya semakin takut. Namun, ia juga sedikit penasaran ingin cari tahu. Dengan langkah perlahan, Maya memberanikan diri untuk mengintip. Sekonyong-konyong, terdengar gelegar suara petir yang menyambar di luar. Seketika itu pula, ia langsung menyurutkan niatnya. Gadis malang tersebut berlari kembali masuk ke kamar dan meringkuk di ranjang dengan selimut menutupi sekujur tubuh.

“Maaa, Maya takut. Temenin tidur, Ma,” pintanya dengan suara lirih. Berulang kali ia memanggil, tetapi tak ada yang menghiraukan. Suaranya tenggelam dengan riuh suara hujan yang masih lebat. Maya membekapkan bantal besar ke wajah dan telinganya. Berharap agar suara menakutkan itu tak lagi terdengar.

Apa yang sebenarnya terjadi? Mengapa ada suara-suara menakutkan dan gangguan aneh dalam rumah ini? apa salahku sampai Mama dan yang lainnya nyuekin aku? Otak Maya dipenuhi berbagai pertanyaan.

Ia menarik selimut tebal menutupi seluruh tubuhnya yang meringkuk lemah di atas ranjang. Dalam takut berbalur kesedihan, gadis belia itu berharap malam laknat ini cepat berlalu. Tak lama kemudian, gadis malang itu terlelap.

***

Kesibukan tampak di ruang tamu rumah Maya siang ini. Selain Orang tuanya, ada seorang pria berbaju koko yang tampak serius membahas sesuatu. Raut kesedihan terpancar jelas dari kedua wajah orang yang sangat disayanginya itu. Mama juga tampak tak berhenti senggukan, sambil sesekali mengusap hidung yang sudah merah. Sedangkan Papa, walaupun tidak menangis, raut muka beliau sangat gelisah.

“Wuiih, cakep banget,” gumam Maya.

Maya kegirangan saat melihat wajah si Tamu ganteng berbaju koko. Sebuah senyuman merekah di wajahnya yang pucat pasi. Namun, tak dinyana, balasan dari pria ganteng itu malah sebaliknya. Mimik mukanya berubah tegang saat mereka beradu pandang.

“Astaganaga! Sepertinya dia sedang berada di sekitar kita, Pak” ucapnya pada Papa. Kini, mereka bertiga sama-sama menjadi tegang.

Pasti ada hantunya rumah ini. Pantesan aku suka digangguin. Dasar setan sialan, umpat Maya dalam hati.

“Nanti kita bersihkan bagian dalam rumah hingga sekitar lingkungan luar juga, Pak. Saya harap Anda berdua bisa selama proses ini berjalan,” jelas pria tersebut.

Lelaki beretnis Tionghoa yang ternyata bernama Roy Ka itu adalah salah satu paranormal top di kota ini. Rupanya, orang tua Maya sengaja mengundang ia untuk membersihkan rumah dari gangguan mahkluk halus. Ketiga orang itu, kemudian bergerak menuju lantai atas. Maya mengikuti dari belakang secara sembunyi-sembunyi. Mereka berhenti di depan pintu kamarnya.

Sialan, ternyata setan itu nongkrong di kamarku selama ini. Amsyong ... amsyong, makanya aku mimpi buruk mulu. Mampus lo sekarang, Tan! rutuk Maya dalam hati.

Setelah berada di dalam kamar, Roy memulai ritual pengusiran makhluk halus. Berbagai rapalan mantera diucapkannya dengan lantang dan berulang. Tak ayal, suasana jadi semakin mencekam.

“Hei, setan pengganggu, Keluarlah kau sekarang!” pungkas Roy.

Suara lantangnya menggema di segala penjuru kamar. Spontan, aura di kamar menjadi suram. Udara di sekitarnya berubah terasa berat. Diikuti desiran angin yang bergemuruh memenuhi seisi ruangan. Semua orang di dalam kamar terkesiap menahan napas, saat mata mereka menangkap sosok dengan seringai mengerikan yang mendadak mucul di pojok. Mama menjerit sekuat tenaga, kemudian tak sadarkan diri.

Sosok mengerikan berkepala penyok itu memiliki wajah hancur, dengan bola mata mencuat keluar. Kulit yang penuh korengan yang dikerubungi ulat belatung, menyebarkan aroma tengik menusuk hidung. Seringainya sungguh membuat bulu kuduk berdiri.

Roy berjalan mendekati makhluk tersebut, sembari mulutnya terus komat-kamit, merapal mantera. Setelah dekat, ia langsung melayangkan tangan kanan ke arah depan, menempeleng kepala makhluk itu dengan sekuat tenaga.

“Maya, sadarlah!” bentak paranormal berkulit putih itu.

Sekejap kemudian, Maya tersungkur ke belakang. Ia meremas kuat kepalanya yang mendadak berdenyut kuat, seolah ada gelombang tsunami yang sedang mengobrak-abrik otaknya. Tak tahan dengan rasa sakit yang menyerang, ia Cumiikkan suara yang paling Cumiakkan telinga. Lantai bergetar kuat sekali, seakan hendak runtuh.

Beberapa detik kemudian, suasana menjadi senyap dan sunyi. Kondisi kamar kembali tenang. Bersamaan dengan lenyapnya si makhluk mengerikan tadi. Tampak Maya tergeletak tak sadarkan diri di lantai.

***

Maya tersadar di sebuah ruangan putih yang tampak tak berujung. Sinar yang sangat terang menyilaukan, datang menusuk netranya. Seketika, ia mulai dapat mengingat kejadian-kejadian yang sebelumnya terlupakan. Jawaban atas banyak pertanyaan yang menganggu pikirannya selama ini.

Malam itu, dirinya kehilangan keseimbangan, saat tergesa-gesa menuruni tangga di rumah. Akibat tak sempat berpegangan pada besi pembatas, tubuhnya limbung dan bagian kepala menghantam lantai dengan sangat keras. Misteri hidup Maya kini sudah terpecahkan. Pada akhirnya, arwah itu dapat kembali pulang ke alam, tempat semestinya ia berada.

Selesai
 


Diubah oleh juneldi 19-07-2021 16:06
bukhoriganAvatar border
pulaukapokAvatar border
69banditosAvatar border
69banditos dan 31 lainnya memberi reputasi
32
1.2K
7
GuestAvatar border
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan