Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

juneldiAvatar border
TS
juneldi
STORY OF A TWISTED LIFE - Ini Tentang Perjuangan
STORY OF A TWISTED LIFE - Ini Tentang Perjuangan

Sumber : Pixabay dengan sentuhan editan personal.


Suatu pagi di sebuah ruangan lounge yang mewah, tampak duduk seseorang yang sedang tekun memandangi tablet komputer. Tampak pula, ada dua buah buku diktat di meja. Ditemani lembaran-lembaran kertas yang penuh dengan tulisan tangan. Sepertinya, pria yang berpakaian semi formal ini sedang bersiap-siap menghadapi sesuatu.

“Silakan, Pak Jun. Ini Cappucino pesanan bapak.” Seorang pelayan cantik meletakkan cangkir lebar tersebut, agak menjauh dari buku dan kertas yang ada di meja.

“Oh iya, pak. Tadi ada pesan dari Pak Dekan, beliau bilang, acaranya akan dimulai nanti siang,” sambung pelayan itu.

“Baik, terima kasih. Tolong sampaikan pada beliau, ucapan terima kasih dari saya dan nanti saya sendiri yang akan ke aula. Beliau tidak perlu menjemput segala,” ucap Jun.

“Baik, pak. Nanti akan segera saya sampaikan pesan bapak. Permisi, pak,” kata si pelayan, sambil berlalu.

Sepeninggal pelayan cantik tadi, Jun kembali menekuni tablet komputernya. Sesekali, tangannya menulis catatan kecil di sebuah lembaran kertas. Namun, tiba-tiba, ia menghentikan kegiatannya. Pikirannya melayang ke sebuah kenangan, saat ia masih kecil. Sepenggal kisah kenangan yang tak akan mungkin ia lupakan seumur hidup.

Jun terkenang masa-masa sulit dulu, kala ia berjuang mengatasi penyakit gagapnya. Banyak cara sudah dicoba, mulai dari mengonsumsi makanan aneh hingga melakukan beberapa metode yang tidak masuk akal. Tekadnya sangat besar untuk sembuh dan hampir semua cara sudah pernah ia coba lakukan. Hanya saja kesembuhan yang ia harapkan, tak kunjung tiba.

Dulu, seorang tetangga pernah menyarankan mamanya untuk memberi Jun makan potongan lidah sapi, entah dengan alasan apa, tetapi saran itu tetap dituruti. Sama seperti nasib belasan saran tak masuk akal yang lain, hasilnya nihil. Si penyakit sialan masih betah melekat.

Lain waktu, setelah menonton film lawas Dongkrak Antik yang diperankan oleh grup lawak Warkop DKI. Budi, teman sebangkunya di sekolah dasar, menepuk keras bokong Jun tiap kali ia tersendat waktu dapat giliran membaca. Sama saja, bukan solusi cerdas untuk mengatasi gagap. Memang saat bokong ditepuk, Jun mendadak bisa menyebutkan dengan lancar kata-kata yang sulit, tetapi itu hanya karena efek terkejut saja. Pada akhirnya, ia juga tidak bisa terus berharap akan selalu ada orang yang sudi menampar bagian belakangnya saat kesulitan bicara.

***

Jun paling kesal dengan gurunya yang memberlakukan sistem baca bersama buku teks pelajaran di kelas. Seperti saat pelajaran Bahasa Indonesia kali ini, para murid diminta untuk membaca dengan jelas dan lantang sebuah materi mengenai pantun. Belum apa-apa, tangannya terlihat basah oleh keringat dingin, apalagi ia yang mendapat giliran pertama. Tak dapat dibayangkan, apa yang sedang berkecamuk dalam pikirannya.

“P-p-pantun adalah j-j-jenis p-p-p-puisi lama yang tit-tit-tiap bab-baitnya tet-terdiri atas empat b-b-baris serta mmmemiliki sam-pi-piran dan isi.” Jun terbata-bata memaksakan diri membaca kalimat pertama yang tertera di buku Bahasa Indonesia itu sampai selesai. Kernyut dahinya menandakan betapa perjuangan barusan, sungguh sangat melelahkan.

Guru kemudian, menyuruh teman sebangkunya, untuk melanjutkan bacaan. Jun sesaat merasa lega, tetapi rasa itu cepat berganti menjadi rasa rendah diri yang hebat. Ia menundukkan kepala, sampai habis jam pelajaran. Sayup terdengar bisikan suara ejekan temannya, kepalanya semakin tertunduk.

Sebenarnya, kejadian yang serupa sudah sering kali ia alami. Namun, tetap saja terasa menyesakkan dada, seakan hal tersebut pertama kali ia rasakan.

“Aku rasanya mau mati saja, kalau begini terus, Bud.” Suatu waktu saat sedang berada di kantin, Jun cerita pada Budi. Sahabatnya itu hanya terdiam, ikut merasa prihatin.

Sambil menepuk pelan bahunya, Budi berkata, “Sabar, Jun. Aku yakin suatu hari nanti, kamu pasti bisa merubah masa depanmu jadi lebih baik. Semangat!”

Seiring berjalannya waktu, Jun tumbuh menjelma menjadi pribadi yang tertutup. Ia tidak memiliki banyak teman. Terlalu sulit baginya, untuk duluan menyapa dan mengajak berkenalan dengan orang baru. Akibat rasa malu karena penyakit gagap yang diidap, membuat remaja itu jadi suka menyendiri. Kepercayaan diri Jun semakin rendah dan malah membuat penyakit gagapnya bertambah parah kian hari.

***

Untung saja, Jun pantang menyerah dalam mencari cara untuk menyembuhkan diri. Semenjak duduk di bangku sekolah menengah pertama, ia mulai melakukan riset kecil-kecilan. Beda dari yang dulu, disaringnya berbagai macam informasi yang ia dapatkan. Jun pun kini hanya fokus pada hal-hal yang bersifat tuntunan agama dan masuk akal secara ilmiah. Tidak ada lagi kata orang atau berbagai jenis takhayul tak jelas lainnya.

Bermodalkan otak encer yang dimiliki, ia menyerap berbagai macam informasi klinis tentang gagap yang bisa ia dapatkan. Berdampingan dengan mempraktikkan segala tuntunan agama. Perjuangan berat itu tentu saja tidak selalu berjalan dengan mulus. Halangan demi halangan, rintangan juga tantangan sempat membuat semangat naik turun.

Apabila semangatnya sedang turun, Jun mengingat kembali kisah hidup Doktor Zakir Naik, seorang dokter yang beralih menjadi penceramah. Konon, beliau dulunya juga penderita gagap, sama seperti Jun. Kini, ulama kaliber dunia tersebut telah berhasil mengubah jalan hidupnya.

Yakinlah, Jun. Suatu hari nanti, kamu pasti bisa mengatasi kekuranganmu ini. Sama seperti Doktor Zakir Naik,bisik Jun menguatkan hati.

***

Latihan rutin pernapasan yang dilakukan setiap hari selama sepuluh tahun belakangan cukup membantu usaha Jun untuk sembuh. Ia juga berusaha mengontrol pikirannya agar jangan sampai stres, atau pun terlalu gembira. Dan kerap memberi sugesti pada dirinya untuk selalu berpikir positif. Membuang semua energi negatif yang merusak hati dan berusaha supaya lebih tenang dan santai dalam menghadapi segala sesuatu.

Perlahan, sedikit demi sedikit kesulitan bicara yang ia derita mulai terasa jauh berkurang, meski terkadang masih kambuh pada saat-saat tertentu. Ia merasa seakan terlahir kembali, kepercayaan dirinya juga meningkat tajam sekarang. Bahkan sudah mulai berani untuk mengajak kenalan dengan lawan jenis. Ada seorang yang memikat hatinya.
Bidadari itu bernama Tri, perempuan tulus berparas menawan yang telah berhasil meruntuhkan dinding beku di hati Jun. Kesabarannya menemani masa sulit saat Jun kambuh, semakin kokoh menancapkan panah cinta.

Suatu hari, saat sedang makan malam bersama di sebuah restoran romantis, Tri memberikan sebuah saran brilian yang akan mengubah jalan hidup Jun selamanya.

“Sayang, selama setahun ini menemani, aku sudah melihat keberhasilan usahamu mengatasi gagap. Apa kau tidak ingin membaginya ke dunia luar?”

Jun terkejut dengan pertanyaan mendadak, “Apa maksudmu bertanya seperti itu?”

“Di luar sana masih ada jutaan orang yang bernasib sama dengan dirimu dulu. Mereka tentu juga ingin sembuh, hanya saja mereka tidak tahu bagaimana caranya. Apa kamu tidak ingin berbagi pengalaman pada mereka?” jelas Tri panjang lebar.

“Berbagi … berbagi yang bagaimana?”

“Buku! Melalui buku, kamu bisa menulis pengalamanmu menjalankan semua program yang telah kamu lalui. Bukankah menurutmu ... mereka berhak tahu?”

“Anggaplah kamu benar soal itu. Tapi mengenai menulis buku, aku tidak yakin bisa melakukannya. Tahu apa aku tentang literasi?” Jun sedikit tertawa mendengar usulan nekat kekasihnya.

“Hei, jangan pesimis dulu. Aku yakin kamu bisa menulis buku yang menarik. Buktinya, aku selalu senang membaca surat cinta darimu.” Tri memberi kerlingan genit dan senyuman yang teramat manis ke arah Jun. Sepertinya, usahanya mulai ada hasil.

“Baiklah, aku tidak bisa janji akan melakukan hal itu, tapi setidaknya akan kupertimbangkan.”

***

Setelah hampir seminggu Tri terus mendesak mengenai pembuatan buku itu, akhirnya Jun tidak bisa mengelak lagi. Benar memang sebuah ungkapan yang mengatakan, perempuan akan selalu menang, maka melawan mereka adalah sebuah tindakan yang bodoh.

Jun mengikuti saran kekasihnya untuk menuangkan perjuangan menaklukkan penyakit gagap ke dalam buku. Ia berharap orang-orang di luar sana yang senasib, agar dapat mengambil manfaat dari pengalaman hidupnya.

Kesuksesan peluncuran buku perdana Jun sungguh di luar dugaan. Buku ini meraih penghargaan best-seller of the year untuk kategori penjualan terbaik secara nasional yang mencapai satu juta eksemplar. Bahkan, buku ini juga dijadikan bahan materi perkuliahan di salah satu universitas bergengsi, di mana ia juga diundang sebagai pembicara.

***

Kini Jun tengah bersiap di ruang belakang panggung. Kuliah umum terbuka yang bertajuk Stuttering, How to Beat it yang mengundangnya sebagai pembicara utama itu akan berlangsung selama dua jam penuh. Jun menenggak sebotol air mineral, lalu tak lupa sebelumnya mengucap basmalah.

“Baiklah, untuk tidak memperpanjang mukadimah, langsung saja kita hadirkan pemateri kita, Junandi Deva,” seru pembawa acara.

Bersamaan dengan sambutan barusan, Jun menampakkan diri dari balik tirai yang berfungsi sebagai pemisah panggung dengan latar belakang. Ia berjalan gagah penuh percaya diri menuju ke arah standing mic berada.

Sekilas pandangannya menangkap sosok istrinya yang sedang duduk di sofa khusus yang disediakan panitia. Ia ingin senyuman manis Tri sebagai pembangkit semangat sebelum memulai acara ini. Senyuman yang diharapkannya akan selalu ada menemani hari tuanya nanti.

Aula yang muat menampung 1500 orang itu penuh dari berbagai kalangan. Pelajar sekolah, mahasiswa hingga pekerja profesional. Tua maupun muda. Sesi tanya jawab yang dibuka selama satu jam juga diikuti pemirsa dengan antusias.

“Bisakah Anda beri kiat untuk kami supaya tidak gagap, saat berbicara dengan orang yang baru dikenal?” tanya salah satu peserta.

”Jangan panik! Kuncinya adalah jangan pernah panik,” jawab Jun dengan gaya meyakinkan. “Secara lengkap, sudah saya jelaskan di bab 3. Intinya, hilangkan semua kekhawatiran di hati. Buang semua pikiran buruk Anda.”

Ia kemudian, menyapu pandangan ke arah para peserta kuliah di hadapannya, dan melanjutkan, “Gantikan dengan harapan positif. Bahwa mungkin saja, orang yang baru Anda kenal tersebut akan menjadi sahabat baru Anda. Bahkan, belahan jiwa Anda,” pungkas Jun, sambil melirik Tri, yang kemudian disambut riuh tepuk tangan para hadirin.

Selesai

Diubah oleh juneldi 19-07-2021 17:00
bukhoriganAvatar border
pulaukapokAvatar border
69banditosAvatar border
69banditos dan 29 lainnya memberi reputasi
30
723
3
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan