- Beranda
- Komunitas
- Story
- Stories from the Heart
Malam Minggu Terakhir Bersama Dinda


TS
pog94
Malam Minggu Terakhir Bersama Dinda


sumber: pixabay.com
Quote:
"Haah.. Haaah.. Haah..." Aku menarik nafas cepat demi mendapatkan oksigen yang seolah-olah berlarian dari tubuhku. Nampaknya ini hari paling sial dalam hidupku, hari pertama ospek harus telat datang ke sekolah itu sesuatu yang nggak banget.
Di depan pintu gerbang ada sekitar lima orang sedang menundukan kepala sambil mendengarkan senior komat-kamit.
"Fak lah" gue mengeluh, tahu nasib apa yang sedang menungguku, dipermalukan.
Setelah mengatur ritme nafas dan menenangkan diri aku berjalan santai masuk ke dalam sekolah.
"HEH KAMU!! CEPET BARIS SINI!!" Senior yang sedang komat-kamit tadi langsung menyerangku dengan suara kerasnya.
Aku hanya melirik sebentar padanya lalu berjalan pelan sambil menundukan kepala.
"JAM BERAPA SEKARANG?" tanyanya
"....."
"KAMU BUDEG HAH?!"
"Nggak, Kak." Jawabku. Enak saja aku dikatain budeg, ucapku dalam hati.
"JAM BERAPA SEKARANG?!" Tanyanya sekali lagi, suaranya gak kalah keras dari yang pertama.
"Jam 7.15 kak" jawabku pelan!
"Bagus ya, baru pertama masuk udah kesiangan. Mau jadi berandalan kamu?"
"Nggak kak"
"Kenapa kamu terlambat?"
"Tadi angkotnya telat, Kak. Saya harus menunggu 15 menit lebih lama dari biasanya" aku berusaha menjelaskan dengan jujur
"Halaah alesan aja! Push up sepuluh kali sekarang!"
Shit!! Tadi lari sekarang push up! Gak ada baik-baiknya ini kakak senior.Aku menggerutu dalam hati.
Tak lama setelah selesai push up, seorang senior perempuan datang menghampiri kami.
"Dendi cepet suruh kumpul ke lapangan, Pak Kepala Sekolah udah nungguin" ucapnya
"Kalian denger apa yanh dia bilang? Cepat ke lapangan sekarang!" Perintah si galak Dendi.
"Jangan diambil hati ya, dia cuma pura-pura marah kok" ucap senior perempuan yang baru datang pada kami.
Aku hanya terdiam sambil memerhatikannya, cantik juga. pikirku
***
Aku kembali terlambat datang di hari pertamaku mengenakan seragan putih-abu. Memang angkot sialan, nggak pernah jelas jadwal kedatangannya. Tapi, sebentar, siapa itu cewek yang sedang berjalan dengan cepat ke arah sekolah? Rasanya aku mengenalinya.
"Hai kak" sapaku saat dia tiba di sekolah, aku sedang menjalani hukuman berdiri di depa pintu gerbang sambil mengangkat satu kakiku.
Dia hanya menatapku sinis sambil menyimpan tasnya, lalu ikut bergabung denganku.
"Kok bisa terlambat sih, Kak?" Tanyaku sekali lagi sambil berbisik-bisik, takut ketahuan satpam sekolah.
Dia kembali menatapku, "tadi motor kakakku mogok di jalan." Jawabnya kemudian, singkat.
"Waaah kasian banget. Kakak jalan kaki dong?"
"Enggak, gue terbang" jawabnya ketus
"Galak amat sih, Kak. Gak baik loh, masih pagi." Jawabku sambil nyengir kuda.
"Udah ah diem, nanti ketauan Pak Satpam."
"Namaku, Adit Kak. Salam kenal" aku tak mau menyerah, kesempatan seperti ini langka banget
"Iya, lo udah tau nama gue kan? Gak perlu gue sebutin lagi. Lo yang kemarin kesiangan waktu hari pertama ospek kan?"
"Hehehe masih inget ternyata."
Kami melewatkan waktu upacara dengan berdiri satu kaki--bergantian tentu saja antara yang kiri dan kanan--di depan gerbang sekolah.
Setelah upacara usai, seorang guru mendatangi kami.
"Kalian berdua ikut bapak ke kantor sekarang" perintahnya
"Oke, berarti hari pertama ospek kesiangan, hari pertama sekolah dapet poin dari guru" gerutuku kesal
"Salah sendiri kesiangan" jawabnya ketus
Aku kesal bukan main mendapst respon seperti itu, kenapa ada seorang perempuan yang seperti ini? Padahal dia cantik bukan main.
Setelah mendapat arahan dan teguran kami kembali masing-masing. Sebelum masuk kelas aku memperhatikannya lebih dulu, mencari tahu di mana kelasnya.
"Ooh kelas 11 IPS 2" gumamku
Sejak saat itu kami sempat bertemu beberapa kali di kantin sekolah, perpustakaan, mushola, dan tentu saja gerbang depan saat kesiangan. Perlahan-laha hubungan kami mulai mencair, dia nggak terlalu sinis dan sudah mulai mau tersenyum padaku.
"Loh lo kok ikut ekskul pramuka?" Tanyanya heran
"Ya gapapa kali Din, gue bingung mau ikut ekskul apa. Kata wali kelas kalau nggak ikut ekskul gue gabisa naik kelas. Emang iya?" Kami sudah mulai akrab, nggak ada lagi kakak-adik senioritas antara kami. Sekarang sekedar teman biasa.
"Iya emang, temen satu kelas gue dulu harus mohon-mohon sama pembimbing ekskul kesenian buat masukin namanya jadi anggota kesenian. Untung gurunya baik."
"Yaudah gue ikutan pramuka deh, lo bantuin gue ya." Jawabku sambik nyengir
"Oke. Tapi mulai sekarang lo harus panggil gue Kak ya hahaha" dia berbicara seperti itu sambil nyengir jahat
Fuk, gue gasuka harus ada senioritas lagi. Dia ini seburuk-buruknya senior yang pernah gue temuin.
"Okeee KAKAK" gue memberikan penekanan pada kata kakak
"Sana duduk sama yang lain di belakang" perintahnya
***

Gatau sejak kapan mulainya, hubungan kami jadi lebih dekat. Sekarang kami mulai saling berbalas pesan di BBM. Aku mendapatkam PIN BBM nya saat sedang latihan PBB di ekskul pramuka.
Kami biasa berbalas pesan setelah magrib sampai jam 10 malam, sambil mengerjakan tugas atau mendengarkan radio.
"Besok malam free gak, Din?" Gue bertanya
"Mmm gatau, kayaknya free deh. Kenapa emang? Lo mau ngajak gue jalan? Hahaha"
"Yee pede banget lo! Enggak, gue cums gads kerjaan aja jadi butuh temen ngabisin malam minggu."
"Yaaaa jomblo sok sibuk banget! Pake acara gak ada temen, emang gue gatau lo tiap malam minggu cuma diem di rumah sambil main game COC?

"Anjir lo pasang cctv ya di rumah gue?! Kok tau sih?"
"Apa sih yang gue gak tau? Hahaha yaudah besok gue kabarin lagi ya"
YES!ucap gue dalam hati
"Oke gue jemput abis isya besok ya"
Harus aku akui, Dinda ini memang nggak bisa dijadiin teman doang. Dia punya sesuatu yang membuatku nyaman, bahkan sekarang aku harus selalu mendapatkan kabar darinya.
Sepanjang pelajaran di sekolah aku memikirkan tempat paling cocok buat menghabiskan malam minggu bareng seorsng Dinda.
"Heh! Lo dipanggil Pak Kumis Dit!" Temanku Iqbal menyadarkanku
"Eh, eh, I.. Iya Pak saya hadir" jawabku sekenanya
"Kamu ini mau belajar apa melamun, Adit? Saya bukan sedang mengabsen, cepat isi soal di papan tulis." Perintahnya dengan suara yang besar
"Emmm baik, Pak" aku berjalan cepat ke depan kelas. Angka dan huruf dalam soal aljabar di papan tulis sudah menunggu untuk aku selesaikan.
Dengan cekatan aku mengambil spidol dan bersiap menyelesaikan soal. Soal pertama, terlalu sulit buatku, lalu pindah ke soal kedua dan ternyata sama saja. Soal ketiga apalagi, ini sama sekali nggak aku mengerti. Akhirnya aku hanya diam sambil nyengir ke arah Pak Kumis.
"Saya gak tahu jawabannya, Pak" ucapku cepat
"Kamu itu kerjanya kok ngelamun terus. Udah kamu gak usah duduk, berdiri aja di situ."
"Hahahaha mampuus lo" aku melihat gerakan bibir Iqbal.
Skip skip
Malam hari tiba, kenangan di kelas tadi aku ceritaksn pada Dinda
"Ya kamu sih bandel. Orang lain belajar malah ngelamun."
"Ya aku gatau Pak Kumis bakal nyuruh aku ke depan"
Semilir angin menerpa wajahku, kami sedang mengendarai motor menuju satu tempat yang sudah aku pilih.
"Tadi Ayah bilang apa aja sama kamu, Dit?" Tanya Dinda
"Biasa lah, gak boleh pulang lebih dari jam sembilan"
"Ayah emang suka gitu, aku jarang maen malem-malem karena dia protektif banget" gerutunya
"Ya wajarlah, kamu kan anak cewek satu-satunya, cantik lagi." Jawabku
"Apasih Adit ah?" Jawabnya sambil mencubit perutku
"Aaw!! Sakit Din!" Aku coba menghalangi tangannya
Namun Dinda gak berhenti, dia justru makin gencar menggelitik perutku. Aku tertawa kegelian, dia gak memberiku istirahat.
Akhirnya kami sampai di alun-alun tempat muda-mudi seperti kami menghsbiskan waktu malam mingguan.
Langit sepertinya mendung, tak nampak bintang sedikitpun. Aku memasukan telapak tangan kiri ke dalam saku, lalu memgang tangan Dinda oleh tangan kananku.
Dia melirik sebentar padaku, lalu mengencangkan pegangan tangannya. Kami berjalan beriringan sambil tersenyum.
"Kamu mau duduk di mana, Din?" Tanyaku
"Mmmm gimana kalau di situ aja?" Ucap Dinda sambil menunjuk pedagang kaki lima yang ramai
"Boleh, mumpung kosong"
Kami memesan dua gelas coklat panas lalu mencari tempat duduk yang kosong di halaman alun-alun.
"Kamu inget nggak waktu pertama kita ketemu di depan gerbang sekolah dulu?" Tanyaku
"Inget lah, waktu itu kamu pucat banget hahaha aku kasian liatnya, yaudah ku suruh Dendi membubarkan kalian"
"Gak terasa, setahun sudah berlalu ya. Waktu itu aku masih anak SMP ingusan yang nggak tahu gimana kehidupan anak SMA."
"Ya dan aku pun masih cupu gak tahu gimana rasanya jatuh cinta sama adik kelas." Jawabnya sambil tersenyum
tunggu.. Wait, Dinda bilang apa barusan? ucapku dalam hati
"Hahahaha jadi udah fix nih kita jadian?" Jawabku cepat, terlalu excited.
"Yee emang kamu tahu siapa adik kelasnya?" Tanyanya
"Ya tau lah, ini orangnya lagi bareng kamu sekarang" jawabku lagi
"Adik kelas yang aku suka, harusnya bisa nembak cewek dengan cara yang baik dan benar, sih" jawabnya
"Dinda Maharani, sudah sejak lama aku jatuh hati padamu. Tak ada hari yang aku lewati tanpa memikirkanmu, sehari tanpa melihat wajahmu bagai satu tahun lamanya. Aku mencintai dan menyayangimu sepenuh hati. Maukah kamu menerimaku sebagai pacarmu?"
"Nggak..." Jawabnya singkat
Aku kaget, terdiam dan menatap kedua mata Dinda.
"Nggak, aku gamau kamu jadi pacarku, aku maunya kamu jadi jodohku." Ucapnya
Aku tersenyum dan mencubit hidungnya, lama.
"Hahahaha udah ah sakit tau!" Protesny
"Salah sendiri

"Jadi kita resmi pacaran nih?" Tanyaku cepat
"Iyaaa Adit sayangkuuuu"
Malam itu waktu seakan berhenti. Kami saling bercanda di bawah gelapnya langit malam. Menikmati bunga-bunga cinta yang baru mekar dalam hati kami.
***
Hari ini adalah hari kelulusanmu. Aku membeli satu bucket bunga mawar putih, kesukaanmu. Kebetulan sekolah libur, guru bilang ada rapat bersama orang tua kelas 12. Aku senang, tentu saja.
Pagi-pagi sekali aku berangkat dari rumah, pergi ke toko bunga sebentar, lalu menjemput ayahmu. Beliau bilang ingin ditemani olehku saat aku bertemu dengannya kemarin.
Kami memang rutin mengunjungimu satu bulan sekali, sekarang adalah bulan ketujuh kepergianmu. Aku masih ingat bagaimana kita menghabiskan malam minggu berasama di hari pertama kita jadian. Tak ada malam minggu yang lebih indah sejak saat itu, Din. Setiap senyummu terus tergambar jelas dalam kepalaku.
Sejak saat itu, kamu jatuh sakit. Kanker dalam tubuhmu sudah mulai mengganas. Begitu yang ayahmu bilang saat aku bertanya padanya.
Hari kita jadian adalah malam terakhir aku bertemu denganmu. Tepat di hari senin, kamu dilarikan ke rumah sakit karena penyakitmu. Aku tak bisa mengunjungimu karena kau harus dirawat di rumsh sakit yang lebih besar di luar negeri. Aku hanya bisa menanyakan kabarmu pada ayahmu.
Mungkin Tuhan lebih sayang padamu, Din. Dia tak mau melihatmu tersiksa, mungkin kamu terlalu baik untuknya.
Biarlah aku mengenangmu melalui cerita ini. Sebuah cerita klise tentang percintaan anak muda. Biar begitu, aku percaya, setiap cerita cinta selalu spesial. Setidaknya untuk orang-orang yang mengalaminya.
Dinda, ijinkan aku mengenalkan sebagian kecil dirimu pada orang lain. Agar kamu juga bisa tetap hidup dalam diriku.
Dinda meninggal dunia di usianya yang ke -18 tahun, setelah berjuang selama 6 bulan melawan penyakit kanker payudara. Dinda meninggalkan kami, orang-orang terdekatnya di tahun 2012 bulan Juni Tanggal 20.






nona212 dan 26 lainnya memberi reputasi
27
455
Kutip
2
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan