- Beranda
- Komunitas
- Story
- Stories from the Heart
Aku Berdoa, Semoga Alloh Mengizinkan Kita Bertemu di Surga-Nya Nanti.


TS
putranto1718
Aku Berdoa, Semoga Alloh Mengizinkan Kita Bertemu di Surga-Nya Nanti.

Patah hati terbesar adalah ketika kamu sudah tidak bisa lagi melihat orang yang kamu cintai untuk selama-lamanya.
Mengikuti event menulis kaskus kreator kali ini seperti membuka kenangan lama, sangat perih, tapi aku tau perpisahan ini sudah ditakdirkan oleh Tuhan. Banyak pasangan lain mengeluhkan patah hati karena ditinggal selingkuh, ditinggal pergi, ditinggal menikah. Itu belum seberapa, walaupun kalian ditinggalkan setidaknya pasangan yang meninggalkan kalian masih ada didunia ini, dan kalian masih bisa melihat sosoknya kapanpun. Patah hati paling menyakitkan adalah ketika kalian sudah tidak bisa melihat wajahnya lagi, ketika pasanganmu dipanggil oleh yang Maha Kuasa sebelum kalian bersatu di dunia. Itu rasanya nyesek banget!
Wulan, dia adalah wanita baik yang mengajariku bagaimana caranya berkomitmen dalam menjalin hubungan, dia adalah wanita pertama yang aku pacari dengan sepenuh hati, kami menjalin hubungan asmara ini selama hampir 4 tahun sampai akhirnya dia dipanggil oleh Yang Maha Kuasa.
Aku dulu adalah tipe playboy, aku berpacaran dengan Wulan saat duduk di bangku kelas 3 SMA. Sebelumnya, aku telah memacari kurang lebih 19 orang gadis sejak SMP. Bahkan awal-awal aku menjalin hubungan dengan Wulan, aku masih menduakannya dengan seseorang, dan Wulan pun tau. Tapi dia paham walaupun aku sering gonta-ganti pacar, aku tidak pernah merusak mereka, ya memang aku dulu berpacaran dengan beberapa gadis hanya untuk kujadikan teman chattingan atau sekedar teman jalan-jalan saja tidak lebih dari itu.
Dari sekian banyak gadis yang pernah aku kencani, Wulan adalah gadis terbaik menurutku, dia sangat perhatian, penyayang, bukan tipe pencemburu dan yang jelas dia sangat setia. Inilah kenapa akhirnya aku memutuskan untuk menjalin hubungan serius dengan Wulan. Dia mengajariku bagaimana caranya berkomitmen dalam hubungan. Berkomitmen bukan hanya sekedar janji, tapi berupa sikap mau menjaga hubungan mau saling menutupi kekurangan dan kelebihan masing-masing.
Setelah lulus SMA, aku dan Wulan memilih untuk bekerja. Karena kami memang bukan dari kalangan orang berada, aku ingat dulu kami sengaja mendaftar Bursa Kerja Sekolah yang menyalurkan tenaga ke PT di daerah Cikarang, Karawang dan Sekitarnya. Sayangnya kami tidak diterima di satu PT. Aku diterima bekerja di salah satu PT yang bergerak di bidang Elektronik, sedangkan Wulan diterima di PT yang bergerak di Industri Makanan, tapi tidak masalah karena lokasi PT kita masih satu kawasan.
Saat itu, kami berangkat bersama tim dari Bursa Kerja sekolah kami, untuk masalah kontrakan dan sebagainya sudah diurus oleh tim Bursa Kerja. Jangn negatif thingking ya, aku dan Wulan tentu berbeda kontrakan, aku dengan teman laki-laki ku dan Wulan dengan teman perempuannya. Singkat cerita, tiga tahun menjalin hubungan di perantauan, hubungan kita lancar, bahkan aku dan Wulan sudah mulai merencanakan masa depan hubungan kami, saat itu kami umur kami jalan 21 tahun tentu umur yang cukup untuk membahas pernikahan.
Aku memang sudah berniat setelah lebaran tahun 2015, aku akan melamarnya. Baik orang tuaku dan orang tua Wulan memang sedari awal kami menjalin hubungan mereka sudah menyetujuinya. Apalagi dulu ketika orang tua Wulan tau kalau aku bekerja di Cikarang bersama Wulan, bahkan Ayah Wulan menyerahkan tanggung jawab kepadaku agar selama dalam perantauan aku bisa manjaga Wulan.
Aku dan keluarga Wulan bisa dibilang sudah sangat dekat, bahkan orang tua Wulan sudah menganggapku seperti anak mereka sendiri, walaupun aku dan Wulan secara status belum resmi dan masih pacaran. Tapi siapa sangka Tuhan tidak mengizinkanku untuk bersama Wulan di dunia ini.
Semua berawal saat Wulan mulai sakit-sakitan, aku ingat betul sebulan sebelum puasa tahun 2015, Wulan sering sekali drop, sering mual-mual, pinggang sering seklai sakit, bahkan dia selalu terlihat kelelahan walaupun hanya melakukan aktivitas kecil biasa seperti mencuci baju. Salahku dulu yang sampai sekarang hanya bisa menjadi penyesalan, seharusnya dulu aku memeriksakan Wulan ke Rumah Sakit besar sehingga penyakitnya langsung bisa didiagnosa. Dulu setiap ingin aku periksakan ke RS, Wulan selalu menolak dan memilih ke klinik dekat kontrakan dan disana dokternya hanya berkata Wulan terlalu banyak aktivitas. Siapa sangka ternyata saat itu dia sudah mengalami gejala gagal ginjal kronis. Ya alloh kalo inget saat-saat di Cikarang dulu, seharusnya aku terus memaksanya supaya mau periksa ke RS.
Padahal dulu sebenarnya waktu di Cikarang, beberapa kali katanya Wulan sempat mengeluarkan darah saat buang air kecil. Tapi aku tau sifat Wulan, dia tidak ingin membuatku khawatir jadi dia memilih untuk diam. Sampai akhirnya diam-diam dia memilih resign dari tempat kerja, tanpa berdiskusi dulu denganku. Aku sempat marah kepada Wulan dulu, bukan karena dia resign. Tapi kenapa dia tidak mengabariku jika dia ingin pulang hari itu, setidaknya aku bisa mengambil cuti dan mengantarnya pulang.
Dua minggu pasca dia pulang, aku mendapatkan kabar dari kakaknya Wulan, dia dirawat di RS deket sekolah SMA-ku dulu, karena kondisinya semakin hari semakin drop. Dia terus mengalami penurunan fungsi ginjal, dan memaksa untuk melakukan transfusi darah. Seminggu setelah dirawat dirumah sakit yang aku dengar kondisinya masih sama. Akhirnya aku memutuskan untuk mengambil cuti dan menengok Wulan dikampung. Aku ingat saat aku tiba-tiba muncul di kamar Inap Wulan, dia memarahiku karena mengambil cuti, padahal cuti-ku ini seharusnya aku tabung untuk diambil setelah lebaran, supaya aku bisa lebih lama dirumah saat moment lamaran nanti. Tapi tuhan berkehendak lain, Tuhan tidak mengizinkan aku melamar Wulan, Tuhan mengambil nyawa Wulan tepat dihari berikutnya.
Sebenarnya kalau dipikir-pikir, bodohnya aku baru sadar setelah Wulan pergi. Dari setahun sebelum Wulan akhirnya meninggal sebenarnya dia sering mengeluh sakit di punggung dan beberapa keluhan lain, cuma saat itu aku tidak pernah berfikir itu penyakit parah yang akhirnya bisa merenggut nyawa Wulan. Ya Tuhan jika aku tau umur Wulan akan secepat ini, sudah dari dulu aku melamar dan menikahi Wulan. Itulah penyesalanku, karena kita tidak bisa bersatu saat masih di dunia ini. Sekarang aku hanya bisa mendoakanmu, semoga kamu bahagia di alam sana. Walaupun sekarang kita sudah berbeda alam, tapi semoga suatu saat nanti Tuhan mengizinkanku untuk bertemu kembali denganmu di Surga-nya.
sumber : kisah sendiri
Aku dulu adalah tipe playboy, aku berpacaran dengan Wulan saat duduk di bangku kelas 3 SMA. Sebelumnya, aku telah memacari kurang lebih 19 orang gadis sejak SMP. Bahkan awal-awal aku menjalin hubungan dengan Wulan, aku masih menduakannya dengan seseorang, dan Wulan pun tau. Tapi dia paham walaupun aku sering gonta-ganti pacar, aku tidak pernah merusak mereka, ya memang aku dulu berpacaran dengan beberapa gadis hanya untuk kujadikan teman chattingan atau sekedar teman jalan-jalan saja tidak lebih dari itu.
Dari sekian banyak gadis yang pernah aku kencani, Wulan adalah gadis terbaik menurutku, dia sangat perhatian, penyayang, bukan tipe pencemburu dan yang jelas dia sangat setia. Inilah kenapa akhirnya aku memutuskan untuk menjalin hubungan serius dengan Wulan. Dia mengajariku bagaimana caranya berkomitmen dalam hubungan. Berkomitmen bukan hanya sekedar janji, tapi berupa sikap mau menjaga hubungan mau saling menutupi kekurangan dan kelebihan masing-masing.
Setelah lulus SMA, aku dan Wulan memilih untuk bekerja. Karena kami memang bukan dari kalangan orang berada, aku ingat dulu kami sengaja mendaftar Bursa Kerja Sekolah yang menyalurkan tenaga ke PT di daerah Cikarang, Karawang dan Sekitarnya. Sayangnya kami tidak diterima di satu PT. Aku diterima bekerja di salah satu PT yang bergerak di bidang Elektronik, sedangkan Wulan diterima di PT yang bergerak di Industri Makanan, tapi tidak masalah karena lokasi PT kita masih satu kawasan.
Saat itu, kami berangkat bersama tim dari Bursa Kerja sekolah kami, untuk masalah kontrakan dan sebagainya sudah diurus oleh tim Bursa Kerja. Jangn negatif thingking ya, aku dan Wulan tentu berbeda kontrakan, aku dengan teman laki-laki ku dan Wulan dengan teman perempuannya. Singkat cerita, tiga tahun menjalin hubungan di perantauan, hubungan kita lancar, bahkan aku dan Wulan sudah mulai merencanakan masa depan hubungan kami, saat itu kami umur kami jalan 21 tahun tentu umur yang cukup untuk membahas pernikahan.
Aku memang sudah berniat setelah lebaran tahun 2015, aku akan melamarnya. Baik orang tuaku dan orang tua Wulan memang sedari awal kami menjalin hubungan mereka sudah menyetujuinya. Apalagi dulu ketika orang tua Wulan tau kalau aku bekerja di Cikarang bersama Wulan, bahkan Ayah Wulan menyerahkan tanggung jawab kepadaku agar selama dalam perantauan aku bisa manjaga Wulan.
Aku dan keluarga Wulan bisa dibilang sudah sangat dekat, bahkan orang tua Wulan sudah menganggapku seperti anak mereka sendiri, walaupun aku dan Wulan secara status belum resmi dan masih pacaran. Tapi siapa sangka Tuhan tidak mengizinkanku untuk bersama Wulan di dunia ini.
Semua berawal saat Wulan mulai sakit-sakitan, aku ingat betul sebulan sebelum puasa tahun 2015, Wulan sering sekali drop, sering mual-mual, pinggang sering seklai sakit, bahkan dia selalu terlihat kelelahan walaupun hanya melakukan aktivitas kecil biasa seperti mencuci baju. Salahku dulu yang sampai sekarang hanya bisa menjadi penyesalan, seharusnya dulu aku memeriksakan Wulan ke Rumah Sakit besar sehingga penyakitnya langsung bisa didiagnosa. Dulu setiap ingin aku periksakan ke RS, Wulan selalu menolak dan memilih ke klinik dekat kontrakan dan disana dokternya hanya berkata Wulan terlalu banyak aktivitas. Siapa sangka ternyata saat itu dia sudah mengalami gejala gagal ginjal kronis. Ya alloh kalo inget saat-saat di Cikarang dulu, seharusnya aku terus memaksanya supaya mau periksa ke RS.
Padahal dulu sebenarnya waktu di Cikarang, beberapa kali katanya Wulan sempat mengeluarkan darah saat buang air kecil. Tapi aku tau sifat Wulan, dia tidak ingin membuatku khawatir jadi dia memilih untuk diam. Sampai akhirnya diam-diam dia memilih resign dari tempat kerja, tanpa berdiskusi dulu denganku. Aku sempat marah kepada Wulan dulu, bukan karena dia resign. Tapi kenapa dia tidak mengabariku jika dia ingin pulang hari itu, setidaknya aku bisa mengambil cuti dan mengantarnya pulang.
Dua minggu pasca dia pulang, aku mendapatkan kabar dari kakaknya Wulan, dia dirawat di RS deket sekolah SMA-ku dulu, karena kondisinya semakin hari semakin drop. Dia terus mengalami penurunan fungsi ginjal, dan memaksa untuk melakukan transfusi darah. Seminggu setelah dirawat dirumah sakit yang aku dengar kondisinya masih sama. Akhirnya aku memutuskan untuk mengambil cuti dan menengok Wulan dikampung. Aku ingat saat aku tiba-tiba muncul di kamar Inap Wulan, dia memarahiku karena mengambil cuti, padahal cuti-ku ini seharusnya aku tabung untuk diambil setelah lebaran, supaya aku bisa lebih lama dirumah saat moment lamaran nanti. Tapi tuhan berkehendak lain, Tuhan tidak mengizinkan aku melamar Wulan, Tuhan mengambil nyawa Wulan tepat dihari berikutnya.
Sebenarnya kalau dipikir-pikir, bodohnya aku baru sadar setelah Wulan pergi. Dari setahun sebelum Wulan akhirnya meninggal sebenarnya dia sering mengeluh sakit di punggung dan beberapa keluhan lain, cuma saat itu aku tidak pernah berfikir itu penyakit parah yang akhirnya bisa merenggut nyawa Wulan. Ya Tuhan jika aku tau umur Wulan akan secepat ini, sudah dari dulu aku melamar dan menikahi Wulan. Itulah penyesalanku, karena kita tidak bisa bersatu saat masih di dunia ini. Sekarang aku hanya bisa mendoakanmu, semoga kamu bahagia di alam sana. Walaupun sekarang kita sudah berbeda alam, tapi semoga suatu saat nanti Tuhan mengizinkanku untuk bertemu kembali denganmu di Surga-nya.
sumber : kisah sendiri
Diubah oleh putranto1718 25-04-2020 20:45






tantinial26 dan 36 lainnya memberi reputasi
37
828
5


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan