Anak Tunggal...
Hmmm... mendengar kata tersebut mungkin buat kita semua berpikir, pasti anaknya manja, pasti anaknya cuek, angkuh dan sebagainya. Tapi tidak dengan mantan ane, si anak tunggal dari kota yang berjarak ratusan kilo meter dari domisili ane yang tinggal di desa. Si anak tunggal mantan ane ini adalah pribadi yang mandiri, humoris, penyayang dan penuh perhatian (bukannya ane memuji lho ya, tapi memang itu kenyataannya).

Perkenalan dan kedekatan kami berawal dari sebuah tantangan teman-teman saat ane berkunjung ke kota tempat tinggal si anak tunggal mantan ane ini gan sist. Biasalah waktu itu ane dan temen-temen yang berjumlah 6 orang kumpul-kumpul sambil ngopi di salah satu resto terkenal di kota tersebut. Ane yang dari kampung mendapat tantangan dari temen,

“Wan, berani gak kamu duduk disana terus ajak kenalan salah satu dari mereka” tunjuk salah satu teman ke ane ke meja deket kami kumpul, dimana disana ada 4 orang wanit berhijab.
“Ah mana berani dia, minder dia sama anak kota” Ejek Tomi salah satu teman ane.

Ane yang rada panas menjadi tertantang untuk membuktikan nyali lelaki ane dong
Ane pilih acak dari keempat perempuan tadi untuk ane ajak kenalan. Ane pilih aja yang paling deket dengan arah kedatangan ane. Sengaja ane pilih acak karena dari keempat cewek tersebut cantik-cantik semua Eh Gayung bersambut, yang ane ajak kenalan tadi ternyata merespon. Ane ajak kenalan dengan bahasa sehalus mungkin biar doi gak cuek, karena temen-temennya senyum-senyum lihat kelakuan ane ini
Ane gak peduliin yang penting ane bisa kenalan, bisa dapet nomor Hpnya dan sekaligus lulus dari tantangan dari temen-temen ane.

Dari awal perkenalan tersebut ane tahu kalau doi ternyata anak tunggal. Tapi meski begitu orang tuanya serta dia sendiri bersikap terbuka dan tidak membatasi diri dalam pergaulan, yang artinya bisa berteman dengan siapa saja namun tetap dalam batasan. Dan seperti yang ane bilang diawal tulisan ini, doi orangnya humoris dan penuh perhatian. Kedua sifat itulah yang membuat ane jatuh cinta padanya, hingga rela berkali-kali berkunjung ke kota temen ane dan numpang menginap dirumahnya demi bertemu dengan pujaan hati ane.



Doi meskipun anak tunggal tidak pernah manja, bahkan dalam beberapa kondisi bisa lebih bijak dan dewasa dalam mengambil sikap. Doi juga punya komitmen kuat dalam sebuah hubungan. Saat ane memutuskan untuk menyatakan cinta dan mengajaknya pacaran, doi menolak. Bukan menolak karena tidak suka sama ane, tapi doi tidak mau pacaran. Kalau memang ane serius, doi ingin ane ngomong sendiri ke orang tuanya dan menyatakan hubungan yang pasti, setidaknya melamar ane. Duhh... ane yang saat itu udah terlanjur sayang dan cinta banget ama doi langsung mengiyakan permintaannya. Ane temui kedua orang tuanya dan mengatakan keseriusan ane pada anak gadis semata wayang mereka. Alhamdulillah mereka setuju dan meminta ane untuk mengajak keluarga sebagai bukti keseriusan antara dua keluarga. Hari itu juga ane minta ijin pada ibu (bapak ane udah meninggal) serta dua saudara ane untuk segera melamar si anak tunggal, gadis pujaan hati ane.

Singkat cerita, ane tunangan dengan si anak tunggal ini gan sist
Beberapa bulan berlalu, menjalani kisah kasih berdua, menikmati romantisme ala anak muda. Jangan berpikiran ngeres ya, kami menjalaninya dalam batas wajar. Paling cuma sebatas pegangan tangan dan merangkul aja (itupun kalo lagi jalan di keramaian, biar doi gak digoda cowok lain). Hingga pada akhirnya orang tuanya meminta kami untuk meresmikan hubungan ke jenjang pernikahan agar tidak timbul fitnah yang lebih banyak lagi di tetangga sekitarnya. Ane sih gak masalah karena pada saat itu sudah siap lahir batin. Udah gak sabar juga buat kawin



Disinilah masalah terjadi. Orang tuanya menginginkan kami untuk tetap tinggal bersama mereka setelah menikah, karena namanya juga anak tunggal, orang tuanya sangat menyayangi doi. Mereka bahkan merelakan toko, usaha dan bisnis mereka untuk ane kelola nantinya. Sementara ane, sudah dititipkan sawah dan tambak di kampung oleh almarhum bapak agar dikelola sendiri untuk menafkahi ibu dan si bungsu adik perempuan ane, karena dua saudara ane yang lain sudah menjadi karyawan tetap di kota jadi tidak memungkinkan untuk mengelola warisan tersebut. Beberapa kali perdebatan terjadi untuk mencari jalan keluar, namun hasilnya nihil. Bagaimana mungkin setelah menikah ane tinggal bersama doi di kota? Ibu, adik siapa yang akan merawat? Siapa yang akan mengelola sawah dan tambak warisan. Sementara jika ane ajak doi tinggal di kampung, itu juga tidak mungkin, karena orang tuanya justru malah tidak akan pernah merestui. Mereka kekeh agar anak tunggalnya tetap tinggal bersama mereka. Mereka ingin menimang dan merawat cucu pertama mereka dari bayi.

Karena tidak menemukan solusi, akhirnya perpisahan menjadi jalan terakhir
Orang tuanya dengan tegas menyatakan ketidaksetujuannya jika pada akhirnya mereka tidak bisa tinggal bersama anak tunggalnya lagi. Sempat ane merayu tunangan ane untuk nikah siri (kawin lari) namun dia tidak mau jadi anak durhaka, meski di satu sisi dia sangat menyayangi ane. Sesak rasanya harus berpisah gan sist. Karena sampai sekarang pun belum bisa move on, masih sering berandai-andai.



Seandainya orang tuanya mengatakan dari awal sebelum kami bertunangan, mungkin ane tidak sampai melamar anak tunggalnya, cukuplah kami lanjutkan hubungan pertemanan biasa
Seandainya jarak desa ane ke kotanya hanya beberapa kilometer, pasti ada solusi lain
Seandainya doi bukan anak tunggal, sudah pasti sekarang kami udah nikah
Seandainya... Seandainya.... Seandainya ane bisa move on