- Beranda
- Komunitas
- Story
- Stories from the Heart
Aku Bukan Pilihan


TS
inaroses
Aku Bukan Pilihan

Sebuah pesan singkat masuk ke ponselku.
[Ros, hubungan kita sampai di sini saja]
[Ros, hubungan kita sampai di sini saja]
Lama kupandangi pesan singkat itu. Rasanya bagai disambar petir di siang hari. Tidak ada hujan, dan badai. Tiba-tiba ia memutuskan hubungan yang lama kami jalin. Hatiku bagai ditusuk sembilu, namun tidak berdarah.
[Apa maksudnya, Bud?]

Budi namanya. Dia teman SMAku. Kami satu kelas selama tiga tahun. Sempat putus komunikasi setelah kami lulus, dan dipertemukan kembali saat reuni. Kala itu kami bertukar nomor ponsel, lalu saling menyapa, dan bersua. Pada akhirnya kami putuskan melangkah bersama.
Budi pria yang baik. Ia tanpa ragu membawaku ke rumah, dan mengenalkan pada kedua orang tuanya. Demikian juga sebaliknya. Jadi hubungan kami sudah diketahui kedua belah pihak keluarga. Bahkan, semua setuju kami menjalin kasih yang muaranya adalah mahligai pernikahan. Karena usia kami sudah cukup dewasa untuk menikah.
Bagi orang tuaku, siapa pun pilihan anaknya, tidak menjadi masalah. Asalkan bisa saling asah, asih dan asuh.

[Pokoknya, mulai sekarang kita putus!]
[Beri penjelasan, apa salahku?]
[Putus ya putus, tidak perlu alasan.]
[Ayo, kita bertemu. Jelaskan dulu, baru aku terima keputusanmu]
[Tidak perlu ada lagi pertemuan di antara kita]
[Beri penjelasan, apa salahku?]
[Putus ya putus, tidak perlu alasan.]
[Ayo, kita bertemu. Jelaskan dulu, baru aku terima keputusanmu]
[Tidak perlu ada lagi pertemuan di antara kita]
Setelah pesan singkat itu, aku berusaha menelponnya. Tetapi tidak ia angkat, bahkan ponselnya tidak bisa dihubungi lagi. Geregetan? Pasti dong. Persis seperti lagunya Bunga Citra Lestari "kuingin marah, melampiaskan. Tapi ku hanya sendiri di sini. Ingin kutunjukan pada siapa saja yang ada, bahwa hatiku kecewa."
Hampir saja ponsel digenggaman kulempar menjadi pelampiasan. Namun, sayang, ponsel satu-satunya. Meski ponsel murah dan jadul. Seandainya Si Budi ini ada di depanku, sudah kubejek-bejek mukanya, kumaki-maki panjang kali lebar. Enak saja main mutusin sepihak. Dianggap apa hubungan selama hampir dua tahun ini. Mana sudah merancang masa depan. Br*ngs*k!
Air mata yang sedari tadi kutahan, akhirnya tumpah juga melewati kedua pipiku. Aku masih tidak tahu, apa salah dan dosaku. Kenapa semua jadi begini. Aku dibiarkan bertanya-tanya tanpa jawaban. Sejuta kata 'mungkin' mengendap dalam diam.
Sejak saat itu, terpaksa kurelakan perpisahan tanpa alasan ini. Aku berusaha move on. Menyibukkan diri dengan kuliahku, menata diri untuk masa depanku. Salah satunya yaitu setelah wisuda, aku pergi merantau ke pulau seberang.
Saat dirantau sempat kudengar kabar, bahwa ia telah menikah. Namun, pernikahannya tidak bertahan lama. Istrinya meninggalkannya begitu saja. Menyisakan derita hatinya.
Jujur, sebagai manusia biasa aku merasa ada sedikit bahagia menelusup di relung jiwa. Rasanya, sakit hatiku terbalaskan. Mungkin benar, karma itu ada, dan dibayar cash tidak pakai lama. Eh, tapi kalau menurutku, ini adalah hukum tabur tuai. Apa yang ditabur, pasti akan dituai. Menabur baik, menuai kebaikan, dan menabur keburukan juga akan menuai hal yang sama.
Semua yang terjadi kujadikan pelajaran hidup yang berharga. Tidak semua harus sesuai keinginan kita. Bagiku ini adalah cara Allah Swt menunjukkan kasih sayangNya. Sepertinya ini juga teguran, karena aku telah mendua hati. Lebih mencintai makhlukNya, daripada mencintai Sang Pemilik Cinta itu sendiri. Aku sadar cinta kami terlarang, karena bukan sebuah cinta yang halal. Seandainya, saat itu aku tidak diputuskan sepihak, mungkin saat ini aku belum mencapai cita-citaku.
Semua yang terjadi, pasti ada hikmahnya.
Banyumudal, 25 April 2020
Sumber gambar: klik
Sumber gambar: klik
Diubah oleh inaroses 26-04-2020 16:13






081364246972 dan 82 lainnya memberi reputasi
83
2.1K
185


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan