- Beranda
- Komunitas
- Story
- Stories from the Heart
Anekdot Cinta Sembilan Belas Dua Belas


TS
quae
Anekdot Cinta Sembilan Belas Dua Belas


Selamat Sore, Selamat Menjalankan Ibadah Puasa Bagi Yang Menjalankannya
ahemmm, yang biasanya ngabuburit di pantai berduaan bareng gebetannya sekarang bisa apa?
gara-gara covid-19, para jomlowan dan jomlowati jadi lebih santuy
gara-gara covid-19, para jomlowan dan jomlowati jadi lebih santuy

selamat membaca
Quote:
Seperti biasa dari kejauhan aku terus memandangi Kirana, dia cewek yang judes dan terkadang menjengkelkan. Entah kenapa aku bisa sampai menyukainya, hati memang sebuah misteri. Tapi itu pemikiran ku saat aku belum benar-benar mengenalnya.
Namanya Kirana Dewi Anggraeni, masih satu kelas denganku, anaknya tinggi, feminim dan sedikit menonjolkan ciri khasnya sebagai seorang remaja cewek. Dikelas ku Kirana merupakan cewek yang paling cantik, banyak anak-anak cowok yang pernah menembaknya namun mereka ditolaknya mentah-mentah.
Awal aku mulai tertarik dengan Kirana, sepertinya saat aku secara tidak sengaja melihatnya di tembak anak kelas tiga disekitar area tangga utara Gedung B, kalau tidak salah namanya Edo, entah siapa nama lengkapnya bukan urusanku juga untuk mengingatnya. Saat itu, saat sebelum ada kata yang keluar dari bibir Kirana, aku yang berada di atas tangga lantai dua tiba-tiba merasa was-was dan takut kalau sampai Kirana menerima Edo, aku sendiri juga heran. Dalam hati aku berdoa, jangan sampai deh si Kirana pacaran sama Edo! Sepertinya doaku terkabul dan itu artinya masih ada kesempatan buatku. Semoga saja aku diterima, ehe. Aku tertawa geli.
Tiba-tiba entah darimana datangnya ada suara keras yang menggelegar mengagetkanku. Telinga kiri ku yang mendengarnya sampai berbunyi nging, orang sini bilangnya pengeng. Tahunya itu ulah Pak Ridwan, guru paling usil disekolahku, selain usil Pak Ridwan juga lumayan galak orangnya. Bisa dibilang dia adalah guru yang paling ambigu, mood-nya gampang berubah kayak anak cewek aja, itu kalimat yang terlintas di otaku ketika aku dimarahi karena ketiduran saat pelajaran. Teman-teman sekelas ku dengan asyiknya memperhatikanku seolah-olah ada adegan topeng monyet di depan matanya. Entah bagaimana aku di mata Kirana.
Selama pelajaran MTK berlangsung aku menjadi bulan-bulanan Pak Ridwan, aku dibully habis-habisan. Bukan dengan tindakan fisik melainkan dengan ucapan yang kurang mengenakkan, aku selalu dibilang kurang memperhatikan lah, kurang pinter lah padahal nilai matematika ku setiap kali ujian selalu berkisar delapan koma lima. Intinya di mata guru korslet tersebut apapun yang aku lakukan selalu salah tidak ada yang benar. Makanya aku selalu menerapkan prinsip “suka suka aku” selama aku bisa mendapatkan nilai bagus itu lebih penting, aku biasa belajar otodidak dirumah.
“Hei, kamu itu maunya gimana? Setiap pelajaran nggak ada kerjasamanya! Kamu maunya apa? Mau keluar kelas? Tapi aneh, bocah sepertimu setiap ujian nilainya selalu memuaskan, lebih dari cukup. Kamu nyontek ya!”
Aku cuma bisa menjawab, saya mengerjakan sendiri, jika Bapak tidak yakin dengan kemampuan saya silahkan beri saya soal yang menurut Bapak itu sulit dan begitupun sebaliknya, saya akan memberikan Bapak sebuah soal untuk Bapak kerjakan sekarang juga. Hoho aku menantangnya, batin tertawa keras ha-ha-ha.
Ekspresi Pak Ridwan semakin memerah namun sepertinya dia menyerah dengan keadaan karena dia juga tahu sendiri bahwa aku pernah mewakili sekolah ini dalam sebuah Olimpiade MIPA, meskipun hanya sampai di ditingkat provinsi tapi itu sudah membuat Kepala Sekolah mabuk kepayang. Aku memang seperti ini, aku hanya akan melakukan hal apapun yang aku kehendaki, aku malas untuk melakukan hal yang kurang efektif bagiku, pada dasarnya aku memang pemalas. Namun nilai raport ku seperti berkata bahwa aku adalah siswa teladan, sangat bertolak belakang memang. Aku sendiri juga heran.
Capek juga ya, matematika dua jam berasa kayak enam jam. Istirahat, seperti biasa aku duduk melamun memandang Sang Kusuma, namun sayangnya Kirana sedang keluar, sekarang aku hanya memandang tasnya yang berwarna merah muda itu, terlihat menggemaskan dari kejauhan.
Tiba-tiba datang seseorang menghampiri mejaku, dia menawarkan Sari Roti kepadaku aku pun dengan sopan menerimanya. Ternyata itu Kirana, Kirana menertawakanku. Jadi ini maksud dari rotinya? pikirku dalam hati.
“Kau itu kenapa sih? Unik aja!”
“Baru kali ini aku liat ada siswa cowok dengan mental berandalan tapi otak jenius, haha!”
“Dia sebenarnya mengejek atau memuji?” bunyi hatiku.
“Hehe unik kenapa coba?” aku mengernyitkan dahi ku.
“Ya unik aja!” masih menyembunyikan rahasia.
“Oke deh, nanti pulang bareng ya aku traktir!”
“Okie dokie!” dengan pedenya berucap demikian.
Mimpi apa aku semalam sampai Kirana mendekati mejaku, ini yang pertama dalam dua tahun ini. Ada apa gerangan? Aku terus bertanya kepada diriku yang lain.
***
Akhirnya bel pulang sekolah berbunyi, aku bergegas merapikan buku dimeja dan memasukkannya kedalam tas. Sesekali aku mencuri pandang dengan Kirana, aku sempat terkejut ketika kami saling berbagi pandangan. Entah kenapa hati ini tiba-tiba merasa senang.
Kemudian aku menghampiri meja Kirana yang memang kebetulan nggak jauh dari mejaku. “Ayok pulang!” ucapku kepada Kirana. Tunggu sebentar, masih belum beres hehe.
Aku menunggu Kirana, beberapa kali aku melihat teman sekelas ku memperhatikan kami berdua, aku yakin akan ada gosip hangat besok di sekolah. Ah bodoamat, toh aku memang suka dengan Kirana.
“Ayok!” ajak Kirana kepadaku. Eh udah selesai? wkwkwk cepet banget!
Kemudian kami berjalan bersama, Kirana yang berjalan didepan sementara aku mengekornya. Masih malu-malu kucing, hehe.
Ada hal yang bikin aku terheran-heran, diparkiran secara tidak sengaja aku bertemu dengan Pak Ridwan. Dia malah melemparkan candaan yang bisa menjadi kesalahpahaman.
“Cie-cie pasangan baru nih!” ucap Pak Ridwan menggodaku.
Seketika aku memandang Kirana, dia hanya memberi salam kepada Pak Ridwan. Sementara aku balik membalas Pak Ridwan, emang enak jomblo, uwe! Aku mengejek Pak Ridwan secara telak. Meski dia sudah berumur dua puluh tujuh tahun tetapi dia masih hidup membujang. Sebenarnya aku juga jomblo, kapan lagi mengejek seorang guru. Itu motivasi ku!
Ternyata Kirana yang berada di depan mendengar ocehan ku, dia seperti menahan tawa saja. Entah itu senyum atau tawa aku kurang tahu.
Pak Ridwan seketika langsung terdiam, kemudian balik melemparkan kalimat “bisa aja kamu, jomblo juga kan kamu hadeh!” sebelum kemudian menghidupkan motornya dan lalu pergi.
Aku dan Pak Ridwan seperti anjing dan kucing, tak pernah akur setiap kali bertemu. Namun aku akui dia guru yang profesional, aku rasa.
Aku dan Kirana lekas pergi ke Warung Bakso di depan sekolah, Bakso Mas Jon namanya. Aslinya Jono Purwanto, asli Purwokerto dan kebetulan hidup merantau di sini.
“Mas Bakso Spesial dua mangkuk,” ucapku kepada Mas Jon.
“Okeh siap! Tumben berdua aja!”
“Ahemmm!” aku menghancurkan keingintahuan Mas Jon.
Setelah beberapa lama, bakso kami datang. Aku udah nggak sabar makan bakso bareng cewek manis, kata-kata itu hanya keluar di dalam otakku saja.
Aku baru tahu kalau Kirana menyukai pedas, aku aja sampai ngeri melihat sambal di mangkuknya. Melihatnya saja aku seperti sudah kepedasan. Kirana sepertinya ingin mengucapkan sesuatu namun kemudian dia urungkan.
“Memandangmu sambil makan membuatku ingin tersenyum,” goda ku.
“Kenapa memangnya?”
“Manis,” ucapku pelan.
“Ha?” ucap Kirana.
“Ini kecapnya manis,” balasku lagi. Tenangkan pikiran ayok, belum saatnya kamu mengutarakan hatimu, ucapku kepada diri sendiri.
“Kamu itu aneh, hehe.” sahut Kirana. Udah ayok makan nanti keburu dingin, aku yang traktir.
Aku sebenarnya sudah tahu kalau Mas Jon dari tadi memperhatikanku, dia juga sempat tertawa waktu aku mengelak dari pertanyaan Kirana. Awas saja aku bakal minta diskon lain kali.
Makan bakso bersama dengan seorang cewek yang manis ternyata menambah kenikmatan tersendiri, selain perut kenyang hati juga turut bahagia. Mungkin ini yang namanya jatuh cinta, baru kali ini aku merasakannya.
“Kirana, boleh minta nomor kontakmu?” tanyaku.
“Boleh aja, nomormu aja nanti aku kasih notif,” balas Kirana.
“Ok!” Mungkin benar aku jatuh cinta dengan Kirana, semoga Kirana juga merasakan hal yang sama.
Setelah selesai makan bakso dan bertukar kontak, kemudian aku membayar Bakso dua mangkuk dan juga dua gelas es teh, total dua puluh ribu.
“Mau langsung pulang, atau kemana?” tanyaku kepada Kirana.
“Aku nggak biasa pulang telat soalnya,” balas Kirana. Aku balas mengiyakan, dan meminta agar besok lagi melakukan hal yang menyenangkan bersama. Ternyata kau orangnya menyenangkan ya. Kirana hanya tersenyum seraya berucap, bisa aja kamu, sampai besok ya! Itu aku udah ada angkot.
“Ok, hati-hati dijalan dan sampai besok!” Kami pun berpisah karena kami menaiki angkot yang berbeda.
Selama menunggu angkot, aku bertanya kepada diriku sendiri mengenai apa itu cinta? Mungkinkah bahwa perasaan cinta adalah sebuah anekdot yang manusia ciptakan sendiri? Aku mencintaimu, aku juga mencintaimu. Aku mencintaimu, maaf aku nggak cinta denganmu. Itulah cinta, hanya ada dua peluang kemungkinannya, perasaan bolak-balik dan atau perasaan satu arah saja!
Lagi-lagi anekdot.. Herakleitos..
Aku lekas berdiri dan masuk kedalam angkot yang ternyata sudah menungguku, aku hanya tidak mendengar suaranya saja tadi.
***
Namanya Kirana Dewi Anggraeni, masih satu kelas denganku, anaknya tinggi, feminim dan sedikit menonjolkan ciri khasnya sebagai seorang remaja cewek. Dikelas ku Kirana merupakan cewek yang paling cantik, banyak anak-anak cowok yang pernah menembaknya namun mereka ditolaknya mentah-mentah.
Awal aku mulai tertarik dengan Kirana, sepertinya saat aku secara tidak sengaja melihatnya di tembak anak kelas tiga disekitar area tangga utara Gedung B, kalau tidak salah namanya Edo, entah siapa nama lengkapnya bukan urusanku juga untuk mengingatnya. Saat itu, saat sebelum ada kata yang keluar dari bibir Kirana, aku yang berada di atas tangga lantai dua tiba-tiba merasa was-was dan takut kalau sampai Kirana menerima Edo, aku sendiri juga heran. Dalam hati aku berdoa, jangan sampai deh si Kirana pacaran sama Edo! Sepertinya doaku terkabul dan itu artinya masih ada kesempatan buatku. Semoga saja aku diterima, ehe. Aku tertawa geli.
Tiba-tiba entah darimana datangnya ada suara keras yang menggelegar mengagetkanku. Telinga kiri ku yang mendengarnya sampai berbunyi nging, orang sini bilangnya pengeng. Tahunya itu ulah Pak Ridwan, guru paling usil disekolahku, selain usil Pak Ridwan juga lumayan galak orangnya. Bisa dibilang dia adalah guru yang paling ambigu, mood-nya gampang berubah kayak anak cewek aja, itu kalimat yang terlintas di otaku ketika aku dimarahi karena ketiduran saat pelajaran. Teman-teman sekelas ku dengan asyiknya memperhatikanku seolah-olah ada adegan topeng monyet di depan matanya. Entah bagaimana aku di mata Kirana.
Selama pelajaran MTK berlangsung aku menjadi bulan-bulanan Pak Ridwan, aku dibully habis-habisan. Bukan dengan tindakan fisik melainkan dengan ucapan yang kurang mengenakkan, aku selalu dibilang kurang memperhatikan lah, kurang pinter lah padahal nilai matematika ku setiap kali ujian selalu berkisar delapan koma lima. Intinya di mata guru korslet tersebut apapun yang aku lakukan selalu salah tidak ada yang benar. Makanya aku selalu menerapkan prinsip “suka suka aku” selama aku bisa mendapatkan nilai bagus itu lebih penting, aku biasa belajar otodidak dirumah.
“Hei, kamu itu maunya gimana? Setiap pelajaran nggak ada kerjasamanya! Kamu maunya apa? Mau keluar kelas? Tapi aneh, bocah sepertimu setiap ujian nilainya selalu memuaskan, lebih dari cukup. Kamu nyontek ya!”
Aku cuma bisa menjawab, saya mengerjakan sendiri, jika Bapak tidak yakin dengan kemampuan saya silahkan beri saya soal yang menurut Bapak itu sulit dan begitupun sebaliknya, saya akan memberikan Bapak sebuah soal untuk Bapak kerjakan sekarang juga. Hoho aku menantangnya, batin tertawa keras ha-ha-ha.
Ekspresi Pak Ridwan semakin memerah namun sepertinya dia menyerah dengan keadaan karena dia juga tahu sendiri bahwa aku pernah mewakili sekolah ini dalam sebuah Olimpiade MIPA, meskipun hanya sampai di ditingkat provinsi tapi itu sudah membuat Kepala Sekolah mabuk kepayang. Aku memang seperti ini, aku hanya akan melakukan hal apapun yang aku kehendaki, aku malas untuk melakukan hal yang kurang efektif bagiku, pada dasarnya aku memang pemalas. Namun nilai raport ku seperti berkata bahwa aku adalah siswa teladan, sangat bertolak belakang memang. Aku sendiri juga heran.
Capek juga ya, matematika dua jam berasa kayak enam jam. Istirahat, seperti biasa aku duduk melamun memandang Sang Kusuma, namun sayangnya Kirana sedang keluar, sekarang aku hanya memandang tasnya yang berwarna merah muda itu, terlihat menggemaskan dari kejauhan.
Tiba-tiba datang seseorang menghampiri mejaku, dia menawarkan Sari Roti kepadaku aku pun dengan sopan menerimanya. Ternyata itu Kirana, Kirana menertawakanku. Jadi ini maksud dari rotinya? pikirku dalam hati.
“Kau itu kenapa sih? Unik aja!”
“Baru kali ini aku liat ada siswa cowok dengan mental berandalan tapi otak jenius, haha!”
“Dia sebenarnya mengejek atau memuji?” bunyi hatiku.
“Hehe unik kenapa coba?” aku mengernyitkan dahi ku.
“Ya unik aja!” masih menyembunyikan rahasia.
“Oke deh, nanti pulang bareng ya aku traktir!”
“Okie dokie!” dengan pedenya berucap demikian.
Mimpi apa aku semalam sampai Kirana mendekati mejaku, ini yang pertama dalam dua tahun ini. Ada apa gerangan? Aku terus bertanya kepada diriku yang lain.
***
Akhirnya bel pulang sekolah berbunyi, aku bergegas merapikan buku dimeja dan memasukkannya kedalam tas. Sesekali aku mencuri pandang dengan Kirana, aku sempat terkejut ketika kami saling berbagi pandangan. Entah kenapa hati ini tiba-tiba merasa senang.
Kemudian aku menghampiri meja Kirana yang memang kebetulan nggak jauh dari mejaku. “Ayok pulang!” ucapku kepada Kirana. Tunggu sebentar, masih belum beres hehe.
Aku menunggu Kirana, beberapa kali aku melihat teman sekelas ku memperhatikan kami berdua, aku yakin akan ada gosip hangat besok di sekolah. Ah bodoamat, toh aku memang suka dengan Kirana.
“Ayok!” ajak Kirana kepadaku. Eh udah selesai? wkwkwk cepet banget!
Kemudian kami berjalan bersama, Kirana yang berjalan didepan sementara aku mengekornya. Masih malu-malu kucing, hehe.
Ada hal yang bikin aku terheran-heran, diparkiran secara tidak sengaja aku bertemu dengan Pak Ridwan. Dia malah melemparkan candaan yang bisa menjadi kesalahpahaman.
“Cie-cie pasangan baru nih!” ucap Pak Ridwan menggodaku.
Seketika aku memandang Kirana, dia hanya memberi salam kepada Pak Ridwan. Sementara aku balik membalas Pak Ridwan, emang enak jomblo, uwe! Aku mengejek Pak Ridwan secara telak. Meski dia sudah berumur dua puluh tujuh tahun tetapi dia masih hidup membujang. Sebenarnya aku juga jomblo, kapan lagi mengejek seorang guru. Itu motivasi ku!
Ternyata Kirana yang berada di depan mendengar ocehan ku, dia seperti menahan tawa saja. Entah itu senyum atau tawa aku kurang tahu.
Pak Ridwan seketika langsung terdiam, kemudian balik melemparkan kalimat “bisa aja kamu, jomblo juga kan kamu hadeh!” sebelum kemudian menghidupkan motornya dan lalu pergi.
Aku dan Pak Ridwan seperti anjing dan kucing, tak pernah akur setiap kali bertemu. Namun aku akui dia guru yang profesional, aku rasa.
Aku dan Kirana lekas pergi ke Warung Bakso di depan sekolah, Bakso Mas Jon namanya. Aslinya Jono Purwanto, asli Purwokerto dan kebetulan hidup merantau di sini.
“Mas Bakso Spesial dua mangkuk,” ucapku kepada Mas Jon.
“Okeh siap! Tumben berdua aja!”
“Ahemmm!” aku menghancurkan keingintahuan Mas Jon.
Setelah beberapa lama, bakso kami datang. Aku udah nggak sabar makan bakso bareng cewek manis, kata-kata itu hanya keluar di dalam otakku saja.
Aku baru tahu kalau Kirana menyukai pedas, aku aja sampai ngeri melihat sambal di mangkuknya. Melihatnya saja aku seperti sudah kepedasan. Kirana sepertinya ingin mengucapkan sesuatu namun kemudian dia urungkan.
“Memandangmu sambil makan membuatku ingin tersenyum,” goda ku.
“Kenapa memangnya?”
“Manis,” ucapku pelan.
“Ha?” ucap Kirana.
“Ini kecapnya manis,” balasku lagi. Tenangkan pikiran ayok, belum saatnya kamu mengutarakan hatimu, ucapku kepada diri sendiri.
“Kamu itu aneh, hehe.” sahut Kirana. Udah ayok makan nanti keburu dingin, aku yang traktir.
Aku sebenarnya sudah tahu kalau Mas Jon dari tadi memperhatikanku, dia juga sempat tertawa waktu aku mengelak dari pertanyaan Kirana. Awas saja aku bakal minta diskon lain kali.
Makan bakso bersama dengan seorang cewek yang manis ternyata menambah kenikmatan tersendiri, selain perut kenyang hati juga turut bahagia. Mungkin ini yang namanya jatuh cinta, baru kali ini aku merasakannya.
“Kirana, boleh minta nomor kontakmu?” tanyaku.
“Boleh aja, nomormu aja nanti aku kasih notif,” balas Kirana.
“Ok!” Mungkin benar aku jatuh cinta dengan Kirana, semoga Kirana juga merasakan hal yang sama.
Setelah selesai makan bakso dan bertukar kontak, kemudian aku membayar Bakso dua mangkuk dan juga dua gelas es teh, total dua puluh ribu.
“Mau langsung pulang, atau kemana?” tanyaku kepada Kirana.
“Aku nggak biasa pulang telat soalnya,” balas Kirana. Aku balas mengiyakan, dan meminta agar besok lagi melakukan hal yang menyenangkan bersama. Ternyata kau orangnya menyenangkan ya. Kirana hanya tersenyum seraya berucap, bisa aja kamu, sampai besok ya! Itu aku udah ada angkot.
“Ok, hati-hati dijalan dan sampai besok!” Kami pun berpisah karena kami menaiki angkot yang berbeda.
Selama menunggu angkot, aku bertanya kepada diriku sendiri mengenai apa itu cinta? Mungkinkah bahwa perasaan cinta adalah sebuah anekdot yang manusia ciptakan sendiri? Aku mencintaimu, aku juga mencintaimu. Aku mencintaimu, maaf aku nggak cinta denganmu. Itulah cinta, hanya ada dua peluang kemungkinannya, perasaan bolak-balik dan atau perasaan satu arah saja!
Lagi-lagi anekdot.. Herakleitos..
Aku lekas berdiri dan masuk kedalam angkot yang ternyata sudah menungguku, aku hanya tidak mendengar suaranya saja tadi.
***
Terimakasih!
selamat anda mendapatkan cendol ijo untuk berbuka puasa..

selamat anda mendapatkan cendol ijo untuk berbuka puasa..

Diubah oleh quae 24-04-2020 17:32






delia.adel dan 35 lainnya memberi reputasi
36
1.2K
Kutip
28
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan