- Beranda
- Komunitas
- Story
- Stories from the Heart
Duh, Bapakmu Yun!!!


TS
I.W.a.K
Duh, Bapakmu Yun!!!

Quote:
Kawanku senandungkan sepenggal lirik lagu itu ketika kami sama sama membaca salah satu event menulis berhadiah koin dari Kaskus yang bertujuan untuk meramaikan podcast 2 Doa 1 Duniadengan tema "Dua Hati yang tak bisa bersatu".
Aku tahu dia menyindirku, menyuruhku menceritakan kisahku tapi sungguh menulis cerita adalah hal yang tak mudah bagiku sekalipun aku tak perlu mengarangnya lagi karena ini nyata adanya. Namun demi ada manfaatnya kenangan ini ku putuskan untuk menceritakannya di sini agar tak hanya sakit yang dia beri tapi ada keuntungan yang ku dapat, walau hanya sedikit.
Aku tahu dia menyindirku, menyuruhku menceritakan kisahku tapi sungguh menulis cerita adalah hal yang tak mudah bagiku sekalipun aku tak perlu mengarangnya lagi karena ini nyata adanya. Namun demi ada manfaatnya kenangan ini ku putuskan untuk menceritakannya di sini agar tak hanya sakit yang dia beri tapi ada keuntungan yang ku dapat, walau hanya sedikit.
Begini ceritanya...

Namaku Iwan, sekian tahun yang lalu saat masih duduk di bangku kelas 1 SMA aku kenal Yuni anak SMA lain. Aku cinta dia entah karena apa yang jelas seingatku saat itu tiada hariku tanpa memikirkan dirinya. Aku kenal Yuni karena dikenalkan oleh kawanku yang kebetulan satu SMA dengannya dan kebetulan juga mereka ini bertetangga.
Keluarga Yuni mempunyai usaha warkop di rumahnya. Disanalah kami pertama kali bertemu saat aku diajak kesana oleh kawanku untuk ngopi. Waktu itu dia yang jaga warkopnya, kami berkenalan dan semenjak itu setiap hari sepulang sekolah selalu kuusahakan untuk ngopi ke sana demi untuk bisa melihat senyum di wajah Yuni yang amat manis bagiku walau kadang harus berjalan kaki sejauh 5 Km karena aku tak punya sepeda motor.
Biasanya aku pinjam sepeda motor milik tetangga tetanggaku untuk ku pakai ke warkop Yuni. Berbekal 2rb, uang sanguku sekolah yang sengaja tak kubelanjakan dari pagi, aku selalu semangat mendatanginya. Walau nyatanya tak selalu dia yang jaga warkop tapi waktu itu bisa melihat rumahnya saja aku sudah puas. Tak pernah lupa ku titip salam untuk Yuni bila yang jaga warkop ternyata adalah ayahnya atau ibunya.
Karena sering ngopi di sana aku jadi suka ngobrol juga dengan ayahnya. Suatu hari beliau bertanya secara detai tentang siapa aku, ku jelaskan apa adanya bahwa aku anak tukang sayur dan alamatku tak pasti karena orang tuaku suka mengajakku pindah pindah kontrakkan.
Tahu hal itu beliau hanya tersenyum kemudian bercanda seperti biasa namun perubahannya baru ku rasa di hari hari berikutnya. Yuni sangat susah kutemui di warkop semenjak itu. Begitu lihat aku datang maka dia akan segera naik ke kamarnya di lantai dua atau bila ku tanyakan pada ayahnya, beliau selalu beralasan kalau Yuni sedang sibuk.
Ku ceritakan ini pada kawanku dan dia lalu mengatur pertemuanku dengan Yuni di sebuah kafetaria di dekat sekolahnya. Bahkan kawanku inilah yang traktir makanan kami, dia tidak ikut gabung karena mengerti aku butuh waktu berdua dengan Yuni. Setelah menyantap makanan aku mulai bertanya pada yuni tentang apa yang terjadi, kenapa selalu sibuk belakangan ini? Dia menjelaskan bahwa ayahnya melarang dia bergaul denganku, katanya aku tidak baik. Setiap melihat aku ke warkop, Yuni akan dipanggil ayahnya untuk masuk kamar. Kalau tidak menurut dia akan dimarahi.
Mendengar penjelasannya aku jadi bingung, kurang paham mengapa aku dikatakan tak baik padahal aku tak pernah berbuat jahat. Apa iya karena penampilanku yang lusuh seperti kata kawanku. Sering dia katakan untuk pakai bajunya saja kalau aku mau ketemu Yuni tapi aku selalu menolak karena aku lebih suka apa adanya saja, aku diajarkan selalu jujur dan apa adanya sedari kecil agar mudah jalanku kedepannya tapi ternyata ayah Yuni, ah sudahlah..
Entah kami sudah jadian atau belum semenjak itu kami jalani hubungan secara sembunyi sembunyi. Yuni gadis baik, dia menerima aku apa adanya namun sayang ayahnya masih menjadikan keadaanku saat itu sebagai ukuran. Aku tak menyalahkan, karena memang setiap orang tua pasti inginkan yang terbaik untuk anaknya termasuk pasangan yang mampu memberi materi. Untuk itu aku berjuang, aku belajar sungguh sungguh hingga tak kusangka beasiswa kuliah bisa ku dapat.
8 tahun lamanya kami jalani secara backstreet, saat ku rasa diri sudah mapan, sudah punya pekerjaan bagus, ada rumah dan mobil sendiri walau masih kredit Yuni tiba tiba menghilang bagai ditelan bumi. Berbulan bulan ku cari hingga akhirnya ada kabar kalau dia sudah menikah dan tinggal di kota lain ikut dengan suaminya, duh...
Keluarga Yuni mempunyai usaha warkop di rumahnya. Disanalah kami pertama kali bertemu saat aku diajak kesana oleh kawanku untuk ngopi. Waktu itu dia yang jaga warkopnya, kami berkenalan dan semenjak itu setiap hari sepulang sekolah selalu kuusahakan untuk ngopi ke sana demi untuk bisa melihat senyum di wajah Yuni yang amat manis bagiku walau kadang harus berjalan kaki sejauh 5 Km karena aku tak punya sepeda motor.
Biasanya aku pinjam sepeda motor milik tetangga tetanggaku untuk ku pakai ke warkop Yuni. Berbekal 2rb, uang sanguku sekolah yang sengaja tak kubelanjakan dari pagi, aku selalu semangat mendatanginya. Walau nyatanya tak selalu dia yang jaga warkop tapi waktu itu bisa melihat rumahnya saja aku sudah puas. Tak pernah lupa ku titip salam untuk Yuni bila yang jaga warkop ternyata adalah ayahnya atau ibunya.
Karena sering ngopi di sana aku jadi suka ngobrol juga dengan ayahnya. Suatu hari beliau bertanya secara detai tentang siapa aku, ku jelaskan apa adanya bahwa aku anak tukang sayur dan alamatku tak pasti karena orang tuaku suka mengajakku pindah pindah kontrakkan.
Tahu hal itu beliau hanya tersenyum kemudian bercanda seperti biasa namun perubahannya baru ku rasa di hari hari berikutnya. Yuni sangat susah kutemui di warkop semenjak itu. Begitu lihat aku datang maka dia akan segera naik ke kamarnya di lantai dua atau bila ku tanyakan pada ayahnya, beliau selalu beralasan kalau Yuni sedang sibuk.
Ku ceritakan ini pada kawanku dan dia lalu mengatur pertemuanku dengan Yuni di sebuah kafetaria di dekat sekolahnya. Bahkan kawanku inilah yang traktir makanan kami, dia tidak ikut gabung karena mengerti aku butuh waktu berdua dengan Yuni. Setelah menyantap makanan aku mulai bertanya pada yuni tentang apa yang terjadi, kenapa selalu sibuk belakangan ini? Dia menjelaskan bahwa ayahnya melarang dia bergaul denganku, katanya aku tidak baik. Setiap melihat aku ke warkop, Yuni akan dipanggil ayahnya untuk masuk kamar. Kalau tidak menurut dia akan dimarahi.
Mendengar penjelasannya aku jadi bingung, kurang paham mengapa aku dikatakan tak baik padahal aku tak pernah berbuat jahat. Apa iya karena penampilanku yang lusuh seperti kata kawanku. Sering dia katakan untuk pakai bajunya saja kalau aku mau ketemu Yuni tapi aku selalu menolak karena aku lebih suka apa adanya saja, aku diajarkan selalu jujur dan apa adanya sedari kecil agar mudah jalanku kedepannya tapi ternyata ayah Yuni, ah sudahlah..
Quote:
Entah kami sudah jadian atau belum semenjak itu kami jalani hubungan secara sembunyi sembunyi. Yuni gadis baik, dia menerima aku apa adanya namun sayang ayahnya masih menjadikan keadaanku saat itu sebagai ukuran. Aku tak menyalahkan, karena memang setiap orang tua pasti inginkan yang terbaik untuk anaknya termasuk pasangan yang mampu memberi materi. Untuk itu aku berjuang, aku belajar sungguh sungguh hingga tak kusangka beasiswa kuliah bisa ku dapat.
8 tahun lamanya kami jalani secara backstreet, saat ku rasa diri sudah mapan, sudah punya pekerjaan bagus, ada rumah dan mobil sendiri walau masih kredit Yuni tiba tiba menghilang bagai ditelan bumi. Berbulan bulan ku cari hingga akhirnya ada kabar kalau dia sudah menikah dan tinggal di kota lain ikut dengan suaminya, duh...






nona212 dan 27 lainnya memberi reputasi
28
646
2


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan