- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
The Power of Nebenger
TS
999999999
The Power of Nebenger
Quote:
Quote:
Marhaban Ya Ramadhan...Selamat Datang bulan suci Ramadhan. Selamat beribadah di bulan Ramadhan bagi kalian yang menunaikannya. Tunaikan #DiRumahAja ya...
Sedih memang, gue gak pernah membayangkankan sebelumnya jika gue akan mengalami bulan puasa di tengah pandemi Corona Virus Disease (Covid-19) seperti sekarang ini. Tapi tak mengapa. Mengutip dari Syekh Ali Jaber (seorang ulama besar asal Madinah yang kini sudah menjadi WNI), bahwa kita harus mengikuti anjuran pemerintah untuk bekerja, dan beribadah dari rumah. Tarawih di rumah, Shalat Jumat juga di rumah. Seorang ulama besar yang sudah hafal Al Qur'an di usia 10 tahun dan sudah menjadi Imam sejak usia 13 tahun saja mengatakan hal ini. Jadi gue yang hina ini, yang ilmunya sangat jauh dari beliau, ya gak mau keras kepala seperti pergi ke masjid saat pandemi Covid-19 seperti ini.
(Detik.com)
Sedih memang, gue gak pernah membayangkankan sebelumnya jika gue akan mengalami bulan puasa di tengah pandemi Corona Virus Disease (Covid-19) seperti sekarang ini. Tapi tak mengapa. Mengutip dari Syekh Ali Jaber (seorang ulama besar asal Madinah yang kini sudah menjadi WNI), bahwa kita harus mengikuti anjuran pemerintah untuk bekerja, dan beribadah dari rumah. Tarawih di rumah, Shalat Jumat juga di rumah. Seorang ulama besar yang sudah hafal Al Qur'an di usia 10 tahun dan sudah menjadi Imam sejak usia 13 tahun saja mengatakan hal ini. Jadi gue yang hina ini, yang ilmunya sangat jauh dari beliau, ya gak mau keras kepala seperti pergi ke masjid saat pandemi Covid-19 seperti ini.
(Detik.com)
Quote:
Sudah sejak tahun 2016 gue nyambi jadi driver ojol. Meski gak suka milih-milih orderan, orderan gue lebih sering makanan ketimbang penumpang atau barang. 90% makanan. Maka gue lebih sering motoran sendirian di jalanan. Helm ojol untuk penumpang aja jarang terpakai. Malah seringkali gue tinggal agar spacenya bisa untuk bawa makanan lebih maximal.
(Fimela.com)
Karena sering sendirian, gue suka berhenti untuk menawarkan tebengan pada orang yang jalan kaki dan terlihat menempuh perjalanan yang jauh. Seperti orang yang pulang kerja atau ketinggalan kereta terakhir. Gak selalu orang yang gue tawarin ini menerimanya. Apalagi cewek. Apalagi kalau cantik! Yang ada mereka akan menatap gue dengan curiga atau buru-buru mempercepat jalannya. Kalau perlu nyeberang jalan dulu.
Gue gak menyalahkan mereka. Ini Jakarta. Di mana sulit membedakan mana yang tulus mana yang modus, bahkan kriminal.
Kenapa gue melakukan hal ini? Toh gak merugikan gue. Apalagi kalau searah. Gak searah melenceng dikit juga paling setetes - dua tetes bensin. Dan doeloe banget, gue sering terpaksa jalan kaki pulang pergi ke tempat kerja karena ngirit bahkan gak punya ongkos. Jadi gue tau banget gimana rasanya.
(Fimela.com)
Karena sering sendirian, gue suka berhenti untuk menawarkan tebengan pada orang yang jalan kaki dan terlihat menempuh perjalanan yang jauh. Seperti orang yang pulang kerja atau ketinggalan kereta terakhir. Gak selalu orang yang gue tawarin ini menerimanya. Apalagi cewek. Apalagi kalau cantik! Yang ada mereka akan menatap gue dengan curiga atau buru-buru mempercepat jalannya. Kalau perlu nyeberang jalan dulu.
Gue gak menyalahkan mereka. Ini Jakarta. Di mana sulit membedakan mana yang tulus mana yang modus, bahkan kriminal.
Kenapa gue melakukan hal ini? Toh gak merugikan gue. Apalagi kalau searah. Gak searah melenceng dikit juga paling setetes - dua tetes bensin. Dan doeloe banget, gue sering terpaksa jalan kaki pulang pergi ke tempat kerja karena ngirit bahkan gak punya ongkos. Jadi gue tau banget gimana rasanya.
Quote:
Gue pernah membonceng seorang pria sekitar 50 tahunan yang berniat jalan kaki dari Halte Pertanian Ragunan - Jakarta Selatan ke Pondok Cabe - Tangerang Selatan! Dikarenakan TransJakarta sudah habis (kasus terapi kejut Gubernur DKI Jakarta). Dia bisa saja ke Harmoni dulu tapi selain muter, dia gak yakin juga dapet angkutannya.
Di sekitar Cilandak sebelum Rumah Sakit Fatmawati gue melewati dia. Gue gak langsung berhenti. Gue liat dari belakang dan sekilas wajahnya dari spion. 'Oh, orang pulang kerja,' batin gue yakin.
Gue minggirin motor dan menyalakan sein kiri. Gak lama dia akan melewati gue dan gue tawarin bareng. Awalnya sempet ragu, tapi melihat helm dan jaket ojol (yang malem itu gue lagi bawa helm penumpang ojol) dia pun naik ke boncengan. Lalu gue kasih helm penumpang ke dia.
"Gapapa, Pak. Searah ini kok sama saya. Lagian saya emang udahan nariknya mau pulang," ujar gue. Lalu, "Mau kemana?" tanya gue.
"Terminal Lebak Bulus," jawab si bapak ini.
Gue ragu, karena emang lagi ada pembatasan angkutan umum. "Mau naik angkot atau rumahnya dekat situ?"
"Angkot yang ke Pondok Cabe, Mas."
Akhirnya dia cerita kenapa dia jalan kaki dari Halte Pertanian Ragunan karena TransJakarta arah Lebak Bulus tidak ada. Gue sih emang udah gak hapal rute TransJakarta yang sekarang.
Singkat cerita, gue menawarkan dia sampai rumahnya. Karena daripada dia gak dapet angkot juga, jalan kaki lagi sampe Pondok Cabe. Lumayan ada kali 7 km. Tadi aja jalan kaki itu perkiraan gue sekitar 5 km an. Dengan ragu dia mengiyakannya.
Di sepanjang jalan kami mengobrol. Dia banyak bercerita tentang keluarganya. Dan benar saja, saat ini ia sedang ditunggu oleh anaknya yang kecil.
Dia sempat mengajak untuk makan bubur ayam langganan dia. Gue menolak halus dengan alasan mau makan di rumah. Bagaimanapun dia kan lagi ditungguin anaknya.
Sampai rumah dia, 2 anaknya ada di depan rumah. Dan yang kecil langsung berlari ke arahnya. Meski dia gak cerita, dari bungkusan yang ia keluarkan dari tas, sepertinya makanan atau hadiah. Andai benar makanan, apa yang terjadi andai dia tadi jalan kaki sampe rumah?
Gue pun pamit. Kami sempat bertukar nomor WhatsApp.
Di sekitar Cilandak sebelum Rumah Sakit Fatmawati gue melewati dia. Gue gak langsung berhenti. Gue liat dari belakang dan sekilas wajahnya dari spion. 'Oh, orang pulang kerja,' batin gue yakin.
Gue minggirin motor dan menyalakan sein kiri. Gak lama dia akan melewati gue dan gue tawarin bareng. Awalnya sempet ragu, tapi melihat helm dan jaket ojol (yang malem itu gue lagi bawa helm penumpang ojol) dia pun naik ke boncengan. Lalu gue kasih helm penumpang ke dia.
"Gapapa, Pak. Searah ini kok sama saya. Lagian saya emang udahan nariknya mau pulang," ujar gue. Lalu, "Mau kemana?" tanya gue.
"Terminal Lebak Bulus," jawab si bapak ini.
Gue ragu, karena emang lagi ada pembatasan angkutan umum. "Mau naik angkot atau rumahnya dekat situ?"
"Angkot yang ke Pondok Cabe, Mas."
Akhirnya dia cerita kenapa dia jalan kaki dari Halte Pertanian Ragunan karena TransJakarta arah Lebak Bulus tidak ada. Gue sih emang udah gak hapal rute TransJakarta yang sekarang.
Singkat cerita, gue menawarkan dia sampai rumahnya. Karena daripada dia gak dapet angkot juga, jalan kaki lagi sampe Pondok Cabe. Lumayan ada kali 7 km. Tadi aja jalan kaki itu perkiraan gue sekitar 5 km an. Dengan ragu dia mengiyakannya.
Di sepanjang jalan kami mengobrol. Dia banyak bercerita tentang keluarganya. Dan benar saja, saat ini ia sedang ditunggu oleh anaknya yang kecil.
Dia sempat mengajak untuk makan bubur ayam langganan dia. Gue menolak halus dengan alasan mau makan di rumah. Bagaimanapun dia kan lagi ditungguin anaknya.
Sampai rumah dia, 2 anaknya ada di depan rumah. Dan yang kecil langsung berlari ke arahnya. Meski dia gak cerita, dari bungkusan yang ia keluarkan dari tas, sepertinya makanan atau hadiah. Andai benar makanan, apa yang terjadi andai dia tadi jalan kaki sampe rumah?
Gue pun pamit. Kami sempat bertukar nomor WhatsApp.
Spoiler for WA:
Quote:
Tema event Kaskus Kreator kali ini adalah soal dampak besar dari sebuah kebaikan. Gue percaya, sekecil apapun sebuah kebaikan, maka akan berdampak besar baik untuk si pemberi kebaikan maupun penerima kebaikan. Satu kebaikan, akan melahirkan berjuta-juta kebaikan lainnya.
Dan satu pelajaran hidup yang gue pegang teguh hingga saat ini adalah: Hidup itu ibarat melempar bola tenis ke tembok.Jadi, akan berdampak ke diri sendiri. Entah itu kebaikan maupun kejelekan. Semakin keras kita lempar, semakin keras juga bola ini akan mengenai kita.
Kebiasaan sederhana gue membonceng orang yang sepertinya membutuhkan, sangat berdampak dalam hidup gue. Sebagai ojol, gue tentu pernah mengalami yang namanya motor mogok. Baik karena mesin maupun karena abis bensin. Dan seumur-umur gue dorong motor, belum pernah dorong sendiri sampe tujuan. Which is ke SPBU atau ke bengkel. Selalu saja ada malaikat penolong yang membantu mendorong motor gue dengan satu kakinya. Di sini dikenal dengan istilah 'setut'. Gak tau di tempat kalian disebut apa.
Paling sering sih di-setut sesama ojol. Ini mah mainstream. Gue pernah disetut seorang anak ABG (yang suka nongkrong-nongkrong di pinggir jalan itu loh! Gak selalu mereka negatif. Ada yang baik hati juga).
Malam itu sekitar jam 11 malam, gue ada orderan food di daerah Jakarta Utara. 50 km-an dari rumah gue. Gue tau sih kalau bensin gue pas-pasan. Gue komat-kamit aja sepanjang jalan anter makanan agar gak mogok. Uang gue udah gue gunakan untuk belanja makanan ini. Jadi mau gak mau gue harus anter makanannya, payment dia masuk ke e-Wallet gue, gue ke ATM, baru deh nyari bensin. Berapa tahapan tuh?
2 km di Waze dari tujuan motor gue mogok. Padahal itu perumahan baru yang masih sepiiii. Gue Bismillah aja dorong motor. Gue yakin, Allah gak akan nguji di luar batas kemampuan gue. Gue kuat kok dorong 2 km, batin gue.
Gak lama ada anak ABG yang nawarin diri untuk setutin motor. Kira-kira 10 meter gue dorong. Dan dia anter sampe depan perumahan si customer gue. Gue tawarin untuk tungguin gak mau. Niatnya, mau gue kasih sebagai ungkapan terima kasih sih, after gue drop makanan. Dianya menolak. Setelah dia memberi tahu posisi bensin eceran terdekat, dia berlalu.
Dan satu pelajaran hidup yang gue pegang teguh hingga saat ini adalah: Hidup itu ibarat melempar bola tenis ke tembok.Jadi, akan berdampak ke diri sendiri. Entah itu kebaikan maupun kejelekan. Semakin keras kita lempar, semakin keras juga bola ini akan mengenai kita.
Kebiasaan sederhana gue membonceng orang yang sepertinya membutuhkan, sangat berdampak dalam hidup gue. Sebagai ojol, gue tentu pernah mengalami yang namanya motor mogok. Baik karena mesin maupun karena abis bensin. Dan seumur-umur gue dorong motor, belum pernah dorong sendiri sampe tujuan. Which is ke SPBU atau ke bengkel. Selalu saja ada malaikat penolong yang membantu mendorong motor gue dengan satu kakinya. Di sini dikenal dengan istilah 'setut'. Gak tau di tempat kalian disebut apa.
Paling sering sih di-setut sesama ojol. Ini mah mainstream. Gue pernah disetut seorang anak ABG (yang suka nongkrong-nongkrong di pinggir jalan itu loh! Gak selalu mereka negatif. Ada yang baik hati juga).
Malam itu sekitar jam 11 malam, gue ada orderan food di daerah Jakarta Utara. 50 km-an dari rumah gue. Gue tau sih kalau bensin gue pas-pasan. Gue komat-kamit aja sepanjang jalan anter makanan agar gak mogok. Uang gue udah gue gunakan untuk belanja makanan ini. Jadi mau gak mau gue harus anter makanannya, payment dia masuk ke e-Wallet gue, gue ke ATM, baru deh nyari bensin. Berapa tahapan tuh?
2 km di Waze dari tujuan motor gue mogok. Padahal itu perumahan baru yang masih sepiiii. Gue Bismillah aja dorong motor. Gue yakin, Allah gak akan nguji di luar batas kemampuan gue. Gue kuat kok dorong 2 km, batin gue.
Gak lama ada anak ABG yang nawarin diri untuk setutin motor. Kira-kira 10 meter gue dorong. Dan dia anter sampe depan perumahan si customer gue. Gue tawarin untuk tungguin gak mau. Niatnya, mau gue kasih sebagai ungkapan terima kasih sih, after gue drop makanan. Dianya menolak. Setelah dia memberi tahu posisi bensin eceran terdekat, dia berlalu.
Quote:
Quote:
Sesuai tahapan yang gue tulis di atas, gue gak bisa langsung cari bensin. Tapi ke ATM dulu. Itupun gak mudah. Karena selain ATM jarang (ini masih di pelosok utara Jakarta), gue harus cari ATM dengan pecahan 50 ribu. Rata-rata ATM yang gue temuin pecahan 100 ribu. Untung security ini sabar dan nganter ke beberapa ATM.
Akhirnya, pas nemu ATM 50 ribuan, gue ambil ATM, beli bensin eceran 20 ribu. Karena dia gak mau gue beliin rokok. Pas udah sampe post satpam lagi, dan abis isi bensin motor gue, gue pamit dan memaksanya menerima 20 ribu ke kantong jaketnya. Dan meski uang tunai gue tinggal 10 ribu, abis dari situ gue masih dapet beberapa orderan lagi yang bahkan ada yang ngasih tips persis sejumlah gue beli bensin dan yang gue kasih ke security ini. Tuhan memang kadang bekerja dengan cara yang gak kita duga-duga.
Sorry kepanjangan. Mulusnya juga dikit. Gue emang pengen fokus ke ceritanya.
Akhirnya, pas nemu ATM 50 ribuan, gue ambil ATM, beli bensin eceran 20 ribu. Karena dia gak mau gue beliin rokok. Pas udah sampe post satpam lagi, dan abis isi bensin motor gue, gue pamit dan memaksanya menerima 20 ribu ke kantong jaketnya. Dan meski uang tunai gue tinggal 10 ribu, abis dari situ gue masih dapet beberapa orderan lagi yang bahkan ada yang ngasih tips persis sejumlah gue beli bensin dan yang gue kasih ke security ini. Tuhan memang kadang bekerja dengan cara yang gak kita duga-duga.
Sorry kepanjangan. Mulusnya juga dikit. Gue emang pengen fokus ke ceritanya.
Spoiler for Barbuk Cendol:
Diubah oleh 999999999 22-04-2020 18:57
liee dan 27 lainnya memberi reputasi
28
653
3
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan