Bismillaah
Dikesempatan ini, saya ingin menceritakan tentang pengalaman saya beberapa waktu lalu. Di mana kala itu, saya sedang membeli kebutuhan di luar. Mengingat suami dan anak saya yang sangat suka dengan buah pepaya, maka kami mencari penjual buah tersebut.




Lalu, pandangan kami berhenti pada seorang nenek yang menjual pepaya. Sebelum saya sampai, Nenek tersebut sedang tawar menawar dengan calon pembeli. Raut wajahnya penuh harap, agar buah itu segera terjual.

Buah pepaya itu harganya lima belas ribu rupiah. Pepaya Jingga. Besar dan juga sudah masak.

Calon pembeli memilih beberapa buah dan menawar, namun beberapa saat kemudian pergi meninggalkan nenek itu tanpa membeli buah tersebut.

Lalu, suami saya menghampirinya, berniat untuk membelinya, sedangkan saya menunggu di atas motor. Dari jauh, kami sudah mengamati buah tersebut. Besar kecilnya dan juga kematangannya.




Kali ini, nenek tersebut langsung menawarkan buah yang paling masak. Suami belum bertanya harga. Namun, nenek tersebut langsung menurunkan harga.

Sorot matanya memancarkan harapan yang begitu besar. Berharap kali ini adalah rezekinya. Mungkin siang itu belum ada satu pun dagangannya yang laku terjual.

Suami pun memilah milih buah yang akan dia beli. Saat suami memilih, nenek tersebut tak henti-hentinya terus menawarkan dan menurunkan harga dari harga jual sebelumnya. Dari Lima belas ribu menjadi dua belas ribu.

Dengan tetap tersenyum, suami memilih satu buah pepaya yang sudah masak, lalu membayarnya dengan selembar uang dua puluh ribu.

Nenek tersebut langsung membuka bungkusan uangnya, mencari uang kembalian. Saat itu suami dan saya saling berpandangan, saling memberi kode, kode yang pastinya hanya kami yang tau. Uang kembalian itu kami berikan padanya. Nenek tersebut menghentikan aktifitasnya mencari uang kembalian.




Di sinilah hati kami mulai bergetar. Di mana mata yang berbinar itu kini mulai mengembun. Menahan bulir bening yang hampir saja menetes

Bahkan lidahnya tiba-tiba saja menjadi kelu. Yang sedari tadi banyak berbicara untuk menawarkan dagangannya, kini untuk mengatakan terimakasih saja, Ia nampak kesulitan.

Namun, kalimat itu berhasil juga keluar dari mulutnya. Bahkan bukan hanya berterimakasih, nenek itu banyak mendoakan kebaikan untuk saya dan keluarga. Nenek tersebut juga mengatakan untuk mengingat wajah kami. Dan sangat berterima kasih. Beliau bilang, akhirnya bisa membeli sarapan.

Saat itulah hati kami terasa tersentuh, sangat tersentuh. Di usia serenta itu masih memikirkan sesuap nasi untuk dirinya sendiri.

Suami saya sering mengingatkan saya, untuk berbelanja pada pedagang kecil saat di pasar. Kalau ada nenek-nenek, belilah pada mereka dan jangan ditawar. Usahakan untuk melebihkan meski hanya seribu rupiah.

Seribu rupiah memang banyalah uang receh, yang tidak akan mencukupi kebutuhan kita. Namun, dari uang itu kita bisa sedikit memberi senyum pada mereka.

Uang receh itu, bisa saja membuka lisan seseorang untuk mendoakan kebaikan pada kita.

Uang receh yang kecil itu bisa saja sangat berarti bagi mereka yang membutuhkan.

Uang receh itu jika sering dilakukan maka akan besar dan menjadi kebiasaan yang baik.

Sekian cerita dari saya, semoga bisa menularkan kebaikan lainnya bagi para pembaca.

Sumber: Opini Pribadi