Hari sudah mulai gelap, langit tampak mendung dan sebentar lagi mungkin aku akan kembali tersiksa, dengan keadaan seperti ini.
Sebuah keadaan dimana seseorang yang kusayang tidak lagi berada dalam hatiku. Padahal pada awalnya hatiku tidak pernah bisa menemukan seorang pria pun untuk membuat benih-benih cinta itu meresap masuk ke dalam rongga dada ini.
Mungkin ini memang salahku. Betapa dia, sosok yang bertubuh kurus, tanpa keterampilan dan miskin, mengajariku banyak hal untuk menjadi lebih berwawasan. Kisah cintanya lebih absurd dan berantakan dariku, namun dia selalu percaya bahwa hatinya sudah terikat erat. Bahkan ketika satu detaknya tidak beraturan saja dia memahami bahwa kekasihnya tidak dalam keadaan baik-baik saja.
Sedangkan aku? Tidak pernah merasakan gigitan cinta tumbuh dan berkembang. Ponsel tiba-tiba berdering.
Quote:
"Apa kabarmu, dear?"
"Baik!"
"Bagaimana dengan skripsinya?"
"Masih mentah dan gagal finishing."
"Mau kubantu?"
"Jika kaukerjakan semuanya tanpa cacat! Lalu bagaimana nanti dengan sidang? Tidak usah. Terimakasih."
Dos-kom selalu menelpon dan ingin menolongku dalam beberapa kondisi yang tidak bisa kulakukan dengan baik. Tetapi sebuah kebohongan itu akan ketahuan pada akhirnya nanti.
Sebuah chat masuk, kemudian kubaca dan aku sedikit terkejut.
Mengenang kembali sebuah masa. Yang mana aku dan dia adalah sepasang kekasih yang mabuk asmara. Kemudian mencoba untuk berjalan menuju satu tujuan yang paling pasti. Namun pada akhirnya tumbang ditengah jalan akibat perbedaan agama yang membuat kami terpisah paksa.
Quote:
"Aviolin, kau ini seorang wanita! Kaulah yang harus mengalah kepada kami."
"Tapi aku Katholik yang taat. Pantang bagi marga kami untuk pindah agama lain. Ini sudah prinsip kami dalam lingkungan keluarga, Ibu Haji Jahaldi."
"Maaf! Aku rasa sudah waktunya aku pulang. Selamat malam."
Langit waktu itu gelap, gelap sekali. Seperti Har ini. Kupercepat langkah untuk segera menemui Blitz. Seorang pria santun beragama Islam yang sangat taat dan patuh kepada orangtuanya. Apalagi ibunya.
Menghitung jumlah kamar dan ... Dadaku berdegup kencang.
[Ya Tuhan ini kamarnya. Puji Tuhan, semoga dia baik-baik saja!]
Mencoba membuka pintu dan ...
Quote:
"Aviolin, kau datang!"
"Bukankah kau yang menyuruhku, Bu Haji?"
"Iya, masuklah dan temui dia."
Semua yang ada di ruangan segera keluar agar aku bisa berduaan dengannya.
Quote:
"Blitz, kau bisa mendengarkan suaraku?"
"Vio .... "
"Ya Blitz. Kau harus kuat dan hiduplah demi aku."
"Jaga ibuku, Vio ...."
Beberapa saat kemudian mesin detak jantungnya berhenti bersuara. Aku memanggil manggil dokter dan seluruh keluarga.
Air mata kami tumpah dan tidak bisa berbuat apapun juga.
Quote:
"ini diarynya."
Membaca potongan sajak dan semua aktivitasnya membuat jantungku berdetak lebih kencang dan tidak serupa biasanya.
Quote:
"Maafkanlah kami yang tidak bisa memenuhi keinginannya untuk meminangmu."
"Tidak apa-apa! Aku sudah melupakan."
Quote:
Empat jam kami menantikan dengan cemas. Namun hanya berita duka yang akhirnya harus kuterima tepat pada hari ulangtahunnya yang ke 30.
Aku hanya diam tanpa kata. Hanya bisa memulangkan lagi retakan kasih yang tidak lagi bisa kutemukan dalam sosok yang paling baik untuk kehidupanku...