Kaskus

Entertainment

NegaraTerbaruAvatar border
TS
NegaraTerbaru
[HOAX] Kominfo Tentang Corona
Spoiler for Hoax:


Spoiler for Video:


Masih teringat jelas di benak publik beberapa waktu yang lalu tentang Klorokuin sebagai obat yang mampu menyembuhkan pasien Covid-19. Informasi itu lantas dibantah oleh WHO pada 20 Februari 2020 yang mengungkapkan narasi klorokuin sebagai obat corona dinilai menyesatkan. Kemungkinan pernyataan dari WHO muncul karena kekhawatiran akan penggunaan klorokuin yang tidak sesuai dengan anjuran dokter.

Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) langsung bertindak dengan memberi stempel  DISINFORMASI pada Klorokuin sebagai obat Covid-19. Namun stempel tersebut dicabut sebelum 20 Februari 2020, yaitu pada saat Presiden Jokowi mengumumkan bahwa pemerintah telah menyiapkan dua jenis obat yang ampuh untuk menyembuhkan pasien Covid-19. Yakni Avigan dan Klorokuin.

Sumber : Kompas[Kominfo Cabut Stempel "Disinformasi" Obat Chloroquine untuk Virus Corona]

Kabar akan Disinformasi Klorokuin sudah terlebih dahulu menyebar ke khalayak ramai. Hal itu pula yang menyebabkan politikus Gerindra Iwan Sumule mempertanyakan pengumuman Presiden Jokowi yang akan menggunakan Klorokuin sebagai obat Covid-19. Ia menilai bahwa Jokowi telah menyebarkan kabar hoax tentang Klorokuin.

Apalagi berdasarkan penelusuran dari salah satu kantor berita, stempel Disinformasi masih melekat pada Klorokuin setelah Presiden Jokowi menyampaikan kabar tentang pembelian obat itu meski Kominfo mengaku telah mencabutnya.

Sumber : Rmol [Kominfo Sebut Klorokuin Belum Terbukti Sembuhkan Covid-19, Iwan Sumule: Jokowi Sebar Hoax Dong?]

Sehingga patut kita pertanyakan, apakah Kominfo mencabut status Disinformasi dari Klorokuin berdasarkan pernyataan WHO atau pernyataan Presiden Jokowi?

Andaikata kita anggap pemberian status Disinformasi pada Klorokuin oleh Kominfo berdasarkan informasi dari WHO, bukan berarti kabar tersebut tidak benar dan diberi stempel Hoax. Terlebih lagi informasi tersebut berdasarkan sains.

Kominfo harus dapat membedakan informasi yang merupakan ranah sains dengan informasi politis. Apabila informasi itu bersifat politik, maka wajar saja bila Kominfo menyatakannya sebagai Hoax. Misalnya ada pernyataan dari pihak oposisi yang menjatuhkan Presiden, dan Presiden lantas membantahnya, maka wajar ketika Kominfo memberikan stempel Hoax pada informasi yang menjatuhkan itu dan lebih memilih informasi dari Presiden sebagai regulator resmi.

Namun apabila informasi itu berada dalam ranah sains meski ia masih berupa hipotesis, tidak dibenarkan bagi Kominfo menganggap kabar itu salah. Tengok saja dari contoh Klorokuin ini. Klorokuin yang merupakan obat malaria ternyata dapat menyembuhkan pasien Covid-19. Padahal sebelumnya Kominfo menganggapnya sebagai kabar bohong.

Mari kita analogikan seperti ini. Misalnya ada hipotesa dari ilmuwan yang mengatakan dalam 100 tahun ke depan ada kemungkinan bumi kejatuhan meteor, meski peluangnya hanya 1%. Peluang itu memang kecil, akan tetapi kabar tersebut tidak dapat dibilang sebagai hoax atau disinformasi. Bukankah apabila kejadian itu benar terjadi, maka mereka yang mencap kabar itu sebagai hoax dapat berbalik menjadi penyebar hoax?

Oleh karena itu, tak bijak bagi Kominfo langsung memberi stempel hoax pada informasi sains yang masih harus diteliti lebih lanjut.

Penulis pun mencoba melihat informasi-informasi tentang Covid-19 yang merupakan ranah sains dan Kominfo anggap sebagai Hoax atau disinformasi. Ternyata ada banyak yang telah terbantahkan atau perlu adanya penelitian lebih lanjut.

Sumber : Kominfo [Rekap Laporan Isu Hoaks Virus Corona]

Seperti pada informasi asal-usul dari virus Covid-19. Ada beberapa kabar yang mengatakan bahwa virus ini dikembangkan di laboratorium Wuhan. Kabar tersebut dianggap hoax oleh Kominfo, tentunya berdasarkan bantahan dari Pemerintah China. Akan tetapi informasi makin lama makin terkuak. Bahkan beberapa pemberitaan menduga adanya indikasi kuat bahwa virus itu dibuat oleh Pemerintah Negeri Tirai Bambu snediri.

Terlebih lagi dengan tersiarnya kabar bahwa Pemerintah China kini memperketat publikasi penelitian tentang asal mula virus itu.

Informasi ini tercantum sebagai hoax Nomor 35, 94, dan 147.

Sumber :  Business Insider [US officials were reportedly concerned that safety breaches at a Wuhan lab studying coronaviruses in bats could cause a pandemic]

Sumber : Kompas [Asal Mula Virus Corona Jadi Pertanyaan, China Perketat Publikasi Penelitian]

Lalu ada hoax pemerintah China membakar atau kremasi korban Covid-19 secara diam-diam sehingga menyebabkan adanya penyebaran Sulfur Dioxida yang luas di Wuhan. Pada hoax Nomor 54, 123, dan 131.

Berdasarkan temuan terbaru, ada ribuan abu jenazah yang ditemukan di rumah pemakaman Wuhan. Hal ini menandakan adanya kremasi besar-besaran yang telah terjadi di China. Apakah itu karena Covid-19? Mungkin saja. Sayang kabar tersebut telah ditetapkan sebagai hoax terlebih dahulu oleh Kominfo.

Sumber : Time [Report of Urns Stacked at Wuhan Funeral Homes Raises Questions About the Real Coronavirus Death Toll in China]

Cairan antispetik pun tak luput dari Kominfo yakni pada Hoax Nomor 56 tentang antiseptik Dettol yang dapat membunuh Covid-19. Namun kini cairan antiseptik tangan dicari-cari orang dan terbukti ampuh mencegah penyebaran corona. Bahkan disarankan oleh LIPI dan WHO.

Sumber : Tempo [Tips LIPI: Cairan Antiseptik Tangan untuk Cegah Virus Corona]

Hoax pun disematkan demi melindungi wajah pemerintah, yaitu pada Hoax Nomor 57. Hal ini terjadi saat protokol pemulangan WNI dari Wuhan. Banyak pihak yang menyebut pemerintah telah menyemprotan disinfektan secara asal-asalan dengan cara menyemprotkan langsung ke tubuh para WNI. Namun pemerintah mengklaim bahwa prosedur itu telah sesuai dengan protokol WHO.

Lucu, sebab pada akhir Maret 2020, WHO mengingatkan bahayanya menyemprot disinfektan pada tubuh manusia.

Sumber : Kompas [Peringatan WHO: Bahaya Penyemprotan Disinfektan ke Tubuh Manusia]

Kekhawatiran masyarakat akan tertular virus Corona membuat mereka tidak berani menerima paket atau kiriman dari China. Maka beredar kabar bahwa virus dapat menular lewat barang yang dibeli atau dikirimkan dari negeri tirai bambu. Pihak Kominfo menganggap kabar ini hoax sebab paket kiriman dari China merupakan benda mati yang tidak dapat menularkan virus. Hoax itu tercantum pada Hoax nomor 118 dan 132.

Akan tetapi, fakta terbaru berkata lain. Ternyata berdasarkan penelitian teranyar yang dilakukan Centers for Disease Control (CDC), virus berpotensi bertahan di permukaan benda selama 17 hari. Penelitian lainnya juga menyebutkan virus corona dapat bertahan di permukaan plastik dan besi selama 3 hari. Penelitian ini menandakan bahwa paket dari China tak akan aman dari corona meski ia berupa benda mati.

Sumber : Detik [Virus Corona Bisa Bertahan di Permukaan Benda Lebih Lama]

Apabila di benda mati saja virus dapat bertahan hidup, bagaimana dengan makhluk hidup seperti nyamuk? Menurut Kominfo hal itu tidak memungkinkan dan dianggap disinformasi atau hoax nomor 126.

Ingat, nyamuk memang belum terbukti dapat menyebarkan virus. Namun Dr. Mary Schmidt seorang spesialis penyakit dalam dan menular menyatakan penularan virus melalui nyamuk harus selalu dipantau dan diteliti lebih mendalam.

Sumber : FOX News [Can mosquitoes spread coronavirus?]

Dalam hal pencegahan virus, Kominfo turut terburu-buru memberi pernyataan hoax. Mereka mengatakan vitamin D tidak efektif dalam mencegah infeksi virus. Tapi kini mengapa pemerintah menganjurkan masyarakat untuk berjemur? Perlu diketahui Vitamin D terbentuk dengan berjemur di sinar matahari pagi. Dengan adanya Vitamin D, sel-sel kekebalan tubuh akan lebih aktif dalam melawan benda asing yang masuk ke tubuh, termasuk virus corona.

Vitamin D sebagai pencegah penyebaran virus, terdapat pada Hoax nomor 135.

Sumber : Kompas [Mengapa Berjemur Matahari Penting di Masa Pandemi Covid-19?]

Terakhir adalah narasi yang beredar bahwa pemerintah menutup-nutupi data penyebaran Covid-19. Akibatnya apabila ada pihak yang mengatakan pemerintah tidak transparan dalam hal data penderita Covid-19 di Indonesia akan dianggap sebagai penyebar hoax oleh Kominfo. Yakni pada Hoax nomor 137 dan 144.

Ironis, setelah situasi Covid-19 di Indonesia menyebar luas, kini Presiden Jokowi sendiri yang meminta agar data kasus Covid-19 yang dulunya ditutup, dibuka ke publik. Artinya benar adanya jika data Covid-19 selama ini menjadi rahasia pemerintah.

Sumber : Detik [Data Corona di Mata Jokowi: Dulu Bisa Bikin Panik, Kini Perlu Dibuka ke Publik]

Oleh karena itulah, apabila Kominfo tidak berhati-hati dalam menyikapi kabar atau berita yang beredar dan dengan mudah menganggapnya sebagai hoax tanpa dasar yang kuat, maka jangan salahkan masyarakat ketika tak lagi mempercayai informasi dari pemerintah.
Diubah oleh NegaraTerbaru 17-04-2020 07:27
4iinchAvatar border
sebelahblogAvatar border
infinitesoulAvatar border
infinitesoul dan 8 lainnya memberi reputasi
9
806
5
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan