

TS
mambaulathiyah
Mas Acong
Mas Acong
"Cong, mo kemane, Loe?" Tergopoh-gopoh Mas Acong terpaksa berhenti saat Mbak Sari, tetangga sebelahnya yang masih memakai mukena memanggilnya dari balik jendela.
"Astaghfirullah, Mbak. Pukul tiga dini hari, buka jendela lebar-lebar pake mukena. Buset dah gue kira kembaran aye. Mbak Cong." Mas Acong terkekeh setengah ngeri.
"Ya elah, Cong. Kalau Mbak Congnya secantik aye bisa banyak antrian dah di depan sini. Orang macam Loe gak bakal berani keluar." Mbak Sari balik membuat lelucon untuk menghilangkan ketakutan Acong.
"Lagian elo, Cong. Jam segini jalan tergesa-gesa kan tak kira maling jemuran aye yang di samping."
"Astaghfirullah. Ada-ada saja Mbak, masak wajah kayak aku ini maling jemuran, Mbak? Maling cewek boleh, lah." Mas Acong yang bermata sipit dengan wajah bak Andy Lau memprotes Mbak Sari. Kecurigaan Mbak Sari sebenarnya ada dasarnya. Masalahnya jemurannya berkali-kali hilang di samping rumah. Suara gedebukan selalu menyertai hilangnya jemuran itu. Anehnya lagi keributan itu cuma sebentar seolah-olah tempat si maling dekat sekali dengan rumahnya.
"Yakin, Loe. Cong? Kagak mau maling?"
Mas Acong menggaruk kepala yang tak gatal, kakinya ditepukkan di tanah seolah-olah dikerubuti nyamuk dan dia meminta izin melanjutkan perjalanan.
"Enggak, Mbak. Aku terburu-buru soalnya itu ada teman baru datang dari kampung minta dijemput di depan gapura. Jadi, aku buru-buru."
Mendengar penjelasan Mas Acong, Mbak Sari segera memaklumi.
"Ya udah deh. Mbak percaya. Sana gih. Keburu terang ntar loe lupa jalan pulang."
"Aih, Mbak Sari gitu banget. Dikiranya gue demit." Wajah Mas Acong pura-pura dibuat sebal. Sementara Mbak Sari tertawa cekikikan sambil menutup jendela kamarnya dan membiarkan Acong pergi.
Entah Kenapa, selepas itu wajah Mas Acong segera berubah, kelegaan terpancar di wajahnya. Dia segera menemui temannya di depan gapura desa, tukar menukar sebuah bungkusan lalu keduanya sama-sama menghilang dalam gelapnya malam diantara deru pacu ayam-ayam desa yang segera berkokok.
Mas Acong celingak-celinguk masuk ke dalam rumahnya kemudian menguncinya dengan perasaan lega. Tetapi dia tidak tahu bahwa Mbak Sari mengintipnya di balik pohon sawo yang ada di dekat rumahnya. Rasa deg-degan hati Mbak Sari membuntuti Acong lebih besar daripada berdiam di bawah pohon sawo angker yang ada di sebelah rumahnya dan rumah Acong.
Siapa Acong yang sebenarnya?
"Cong, mo kemane, Loe?" Tergopoh-gopoh Mas Acong terpaksa berhenti saat Mbak Sari, tetangga sebelahnya yang masih memakai mukena memanggilnya dari balik jendela.
"Astaghfirullah, Mbak. Pukul tiga dini hari, buka jendela lebar-lebar pake mukena. Buset dah gue kira kembaran aye. Mbak Cong." Mas Acong terkekeh setengah ngeri.
"Ya elah, Cong. Kalau Mbak Congnya secantik aye bisa banyak antrian dah di depan sini. Orang macam Loe gak bakal berani keluar." Mbak Sari balik membuat lelucon untuk menghilangkan ketakutan Acong.
"Lagian elo, Cong. Jam segini jalan tergesa-gesa kan tak kira maling jemuran aye yang di samping."
"Astaghfirullah. Ada-ada saja Mbak, masak wajah kayak aku ini maling jemuran, Mbak? Maling cewek boleh, lah." Mas Acong yang bermata sipit dengan wajah bak Andy Lau memprotes Mbak Sari. Kecurigaan Mbak Sari sebenarnya ada dasarnya. Masalahnya jemurannya berkali-kali hilang di samping rumah. Suara gedebukan selalu menyertai hilangnya jemuran itu. Anehnya lagi keributan itu cuma sebentar seolah-olah tempat si maling dekat sekali dengan rumahnya.
"Yakin, Loe. Cong? Kagak mau maling?"
Mas Acong menggaruk kepala yang tak gatal, kakinya ditepukkan di tanah seolah-olah dikerubuti nyamuk dan dia meminta izin melanjutkan perjalanan.
"Enggak, Mbak. Aku terburu-buru soalnya itu ada teman baru datang dari kampung minta dijemput di depan gapura. Jadi, aku buru-buru."
Mendengar penjelasan Mas Acong, Mbak Sari segera memaklumi.
"Ya udah deh. Mbak percaya. Sana gih. Keburu terang ntar loe lupa jalan pulang."
"Aih, Mbak Sari gitu banget. Dikiranya gue demit." Wajah Mas Acong pura-pura dibuat sebal. Sementara Mbak Sari tertawa cekikikan sambil menutup jendela kamarnya dan membiarkan Acong pergi.
Entah Kenapa, selepas itu wajah Mas Acong segera berubah, kelegaan terpancar di wajahnya. Dia segera menemui temannya di depan gapura desa, tukar menukar sebuah bungkusan lalu keduanya sama-sama menghilang dalam gelapnya malam diantara deru pacu ayam-ayam desa yang segera berkokok.
Mas Acong celingak-celinguk masuk ke dalam rumahnya kemudian menguncinya dengan perasaan lega. Tetapi dia tidak tahu bahwa Mbak Sari mengintipnya di balik pohon sawo yang ada di dekat rumahnya. Rasa deg-degan hati Mbak Sari membuntuti Acong lebih besar daripada berdiam di bawah pohon sawo angker yang ada di sebelah rumahnya dan rumah Acong.
Siapa Acong yang sebenarnya?






nona212 dan 4 lainnya memberi reputasi
5
541
3


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan