Covid-19 memaksa pemerintah China me lockdown kota Wuhan, dari sinilah awal pandemi corona terjadi. Penanganan yang cepat dan juga prosesnya yang tidak bertele-tele membuat pandemi di kota Wuhan pun brrangsur pulih, tak ada lagi pasien baru dalam 6 hari terakhir itu menandakan pandemi ini sudah mengalami penurunan.

Wuhan memulai lockdown atau karantina wilayah dari 23 Januari dan pasien yang terpapar pun puluhan ribu dengan jumlah yang meninggal juga ribuan, hingga di akhir maret Wuhan pun dapat bernafas lega. Butuh waktu sekitar 2-3 bulan agar Wuhan bisa beraktifitas kembali dari wabah covid-19.





Apa yang dilakukan pemerintah China terhadap warganya ketika memberlakukan lockdown?

Mereka menutup semua akses baik darat, udara dan laut dan sungai. Setiap masyarakatnya di larang bepergian baik itu keluar kota Wuhan atau sebaliknya yang ingin masuk ke kota Wuhan. Warga yang keluar sebelum lockdown juga harus melapor kalau dirinya pernah ke Wuhan, dan mereka ini harus isolasi diri menjadi ODP.





Fasilitas big data yang di punya China memang sangat membantu, untuk memantau warga China yang keluar dari kota Wuhan. Sistem transportasi terpadu memudahkan pemerintah untuk mencari mereka, dan mencek apakah pasien positif corona ini menaiki transportasi apa saja sebelum sakit. Maka mereka pun cepat menutup akses tersebut.

Pemberlakukan Lockdown juga dilakukan secara bertahap, tidak langsung blokade massal. Masyarakat di awal masih bisa beraktifitas, kemudian armada transportasi di kurangi. Lalu taksi pun masih di perbolehkan melintas kecuali bagi mereka yang ingin ke luar wilayah distrik dijaga ketat oleh pihak keamanan.





Dua hari kemudian semua sarana transportasi di stop total, hanya di perbolehkan untuk mereka yang bekerja sebagai kurir, dan delivery order.

Lalu di bulan februari mulai lebih ketat lagi, masing-masing pihak keluarga hanya di perbolehkan keluar rumah seminggu sekali dan hanya satu orang saja yang boleh keluar untuk membeli kebutuhan rumah tangga. Di masing-masing wilayah di jaga ketat oleh petugas keamanan yang mencatat jadwal mereka yang keluar.

Lalu setelah itu lockdown total kebutuhan pokok untuk berbelanja harus menggunakan volunteer, masyarakat tetap diam di rumah semuanya itu akan ditangani oleh volunteer.





Terlihat struktur lockdown China yang terstruktur dan sistematis, tidak asbun namun yang hebatnya lagi masyarakat patuh pada pimpinannya tak banyak berdebat untuk kebaikan bersama.

Jika ada yang terbukti positif tidak mau di isolasi atau dibawa ke rumah sakit akan ada tindakan tegas dari pemerintah karena akan membahayakan banyak orang.



Lalu bagaimana dengan Indonesia?

Banyak-banyak bersabar dan berdo'a saja selain masyarakatnya yang bandel. Pemerintahnya juga enggan membuka opsi lokcdown karena tipikal masyarakat dan pekerjaan harian yang berbeda dengan mereka di Wuhan.



Rakyat lapar lebih bahaya dari corona, kalau terjadi lockdown bisa saja terjadi pihak oposisi sudah menyiapkan rencana makar untuk menggulingkan Istana. Lagipula himbauan pemerintah untuk tetap di rumah, hindari keramaian tak di gubris. Bahkan masih ada saja aparat polisi lalu lintas yang gelar razia, ahh semuanya sama saja sebenarnya "Perut" adalah nomor satu.



Apalagi sekelas DPRD di Medan pun tidak takut dengan corona bahkan ia pun mau menelannya karena rekannya meninggal karena PDP covid-19. Ia pun mara-marah layaknya seorang jagoan, masyarakat kaya gini mau di lockdown! Bisa ambyar dah.

Jadi apa kata dunia?

###########

Referensi klik, klik
Pic google