- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Based on True Event (Bertemu Kaki Raksasa di Hutan Kecil)


TS
telah.ditipu
Based on True Event (Bertemu Kaki Raksasa di Hutan Kecil)

“Hati – hati kalau lewat hutan kecil itu. Sebulan lalu tetangga kita lewat sana malam – malam. Sekarang dia hanya mau lewat sana saat siang hari. Aku dengar disana angker.” Kata istri Jon.
Sambil meniup kopinya yang masih mengebul, Jon bilang. “Angker apanya. Seminggu sekali aku lewat sana saat malam hari, tapi tidak ada apa – apa.”
“Kan gak ada salahnya hati – hati.” Istrinya menimpali sambil mengelap piring – piring kecil.
Setelah menyesap kopinya sedikit, Jon bilang. “Memang hutan itu gelap sekali. Padahal disana cuma ada satu jalan saja. Tapi pemerintah gak mau memasang lampu di pinggir jalan. Paling – paling adanya lampu rumah warga yang letaknya jauh di pinggir jalan.”
Mertua Jon ikut berkomentar. “Yah, mau bagaimana lagi. Kita kan masih baru merdeka. Wajar saja kalau penerangan masih sedikit.”
“Masa’ 20 tahun dibilang baru merdeka, Mak? Kalau lambat begini kapan majunya Indonesia.”

Malam itu hawanya dingin. Jon yang membungkus tubuhnya dengan sarung kotak – kotak menghabiskan kopinya. Lalu ia berjalan ke samping rumah, menyalakan lampu oblek* dan pergi ke gudang dekat kandang. Ia menggantung oblek di selasar kayu. Kemudian ia mengambil pikulan kayu ke dekat oblek sehingga tampaklah sebuah kayu pikulan yang dipakai jualan kemarin. Tampak kotor sekali, pikirnya.
Ia pun menimba air di sumur dekat situ, lalu membersihkan pikulan itu. Digosoknya hingga lumpur dan kotoran lainnya sampai hilang. Pikulan kayu itu telah menemaninya selama bertahun – tahun. Pikulan itu digunakan saat jualan lontong sayur di kota. Jadi wajar saja kalau dia begitu merawatnya.
Sementara di dapur, mertuanya memasak beberapa buah lontong. Sedangkan istrinya menghangatkan kuah lodeh sambil menata kerupuk dan bumbu – bumbu. Beberapa saat kemudian, semua masakan sudah matang dan siap untuk dijual.

Lontong yang dibungkus dengan daun pisang itu dimasukkan ke dalam wadah kecil. Sedangkan kuah lodehnya dimasukkan ke dalam panci berukuran sedang. Wadah dan panci itu kemudian ditata bersama piring - piring kecil di atas pikulan tadi. Lalu Jon mengangkat pikulan berisi barang jualannya itu ke atas bahu kekarnya. Istrinya membantu membetulkan posisi pikulan agar Jon bisa kuat memikul sampai kota.
Setelah semuanya siap, Jon pergi memikul barang jualannya itu ke kota. Dia berjalan pelan - pelan agar kuah lodehnya tidak tumpah.
Saat itu jalan kaki adalah hal yang umum dilakukan karena kendaraan sangat jarang. Jarak ke kota cukup jauh. Kalau kesana dengan jalan kaki, mungkin butuh waktu dua – tiga jam. Kalau membawa barang bawaan seperti Jon, bisa lebih lama. Mungkin bisa sampai lima jam, tergantung seberapa cepat ia berjalan.
Udara malam itu sangat dingin. Jaket dan sarung masih tidak mempan untuk memghangatkan tubuh pendek Jon. Ia berjalan sendirian melewati hutan kecil yang dikira angker itu. Jalan di hutan itu lebarnya cuma beberapa kaki, tapi sangat panjang dan lurus sehingga kalau ada orang yang lewat pasti kelihatan. Biasanya angkutan umum seperti cikar** lewat situ. Tapi untuk malam ini kendaraan itu tidak muncul. Sepi sekali.

Saat melewati hutan kecil itulah, Jon merasa ada yang aneh.
"Kok tiba - tiba kerasa hangat ya?"
Tengkuk Jon seperti ada yang meniup dari belakang.
Tapi karena jarak ke kota masih jauh, Jon berusaha tidak menggubris perasaannya. Ia pun terus melangkahkan kaki.
Baru berjalan beberapa langkah, tengkuknya terasa hangat lagi.
"Lama – lama perasaan gak enak juga."
Akhirnya karena Jon semakin tidak nyaman, ia berhenti berjalan dan memberanikan diri untuk menoleh ke belakang tengkuknya.
Begitu dia memutar badan, yang tampak di depan mata Jon adalah sepasang kaki manusia! Kakinya saja, tidak ada badan apalagi kepalanya. Ukurannya sangat besar. Besarnya kira - kira sepuluh kali lipat dari tubuh Jon.
Jon yang berhadap - hadapan langsung dengan sepasang kaki raksasa itu berdiri mematung. Ia tidak bisa bergerak. Mau bicara tidak bisa. Apalagi teriak minta tolong.
Sebelum Jon tahu makhluk apa yang berdiri di depannya itu, kedua kakinya sudah melesat cepat ke arah rumahnya. Lontong sayur dan panci - panci yang ia pikul jadi terlempar dan tumpah semua. Barang – barang jualannya itu ia tinggalkan begitu saja. Yang ada di pikirannya saat itu adalah lari dan lari.

Sesampainya di rumah, Jon bercerita tentang kejadian yang baru ia alami kepada istrinya. Dia tidak berani kembali ke tempat tadi karena matahari belum terbit. Di malam yang gelap itu, ingatan tentang kaki raksasa tadi membuatnya takut keluar rumah sebelum terang. Barulah keesokan harinya, Jon ditemani istrinya pergi ke tempat itu untuk mengambil panci dan peralatan yang tumpah.
Setelah mengalami kejadian itu, Jon selalu berdoa setiap akan bepergian.
Quote:
*Oblek: Sejenis lampu petromak
**Cikar: Sebuah pedati yang ditarik sapi. Biasanya digunakan untuk mengangkut hasil panen seperti padi dan gabah.

Diubah oleh telah.ditipu 24-03-2020 13:42






infinitesoul dan 4 lainnya memberi reputasi
5
1.1K
4


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan