- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Sapaan Tengah Malam di Kaki Gunung Halimun Salak


TS
syrupmaple
Sapaan Tengah Malam di Kaki Gunung Halimun Salak
Cerita Horor di Gunung Halimun Salak

Kisah ini ane alami sendiri sekitar 11 tahun yang lalu. Sebelumnya, ane ingin memberitahu agan dan sista semua bahwa ane bukan indigo. Ane hanya orang biasa. Semenjak ane lahir sampai sekarang tak pernah sekalipun melihat sosok ghaib, kecuali pada hari itu. Hari yang akan ane ingat seumur hidup ane. Hari yang membuat bulu kuduk ane berdiri hanya dengan mengingatnya saja.
Saat itu ane masih kuliah di salah satu kampus daerah Bogor yang terkenal dengan cerita horor tentang tukang bakso lewat di depan laboratorium lantai 4, orang tanpa kaki di perpustakaannya, dan orang sebelah di asramanya. Semua yang tak asing lagi dengan cerita tersebut pasti tahu kampusnya. Ane sendiri saat menginap di salah satu laboratorium lapangnya pernah diganggu dengan suara langkah kaki tanpa terlihat si empunya.
Ane mengikuti salah satu UKM (Unit Kegiatan Mahasiswa) yang memiliki kegiatan rutin setiap tahunnya untuk meresmikan anggota baru, yaitu explore Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS). Wajib bagi anggota baru untuk mengikuti kegiatan ini selama 10 hari.
Kami berangkat dari Bogor menggunakan truk pada siang hari dan sampai di Balai TNGHS malam hari. Sambil berisirahat sebentar, kami kabarkan pada keluarga di rumah dan meminta doa agar kami dapat pulang dengan selamat pada kegiatan kali ini. Malam itu juga, berita di televisi mengabarkan kalau ada pendaki yang tersesat di gunung Salak. Kami semua heboh mendapatkan telepon dari keluarga masing-masing. Ada yang melarang melanjutkan kegiatan, ada pula yang mendengar dahulu penjelasan panitia dan memutuskan untuk mengijinkan anaknya mengikuti kegiatan. Alasan panitia tetap melanjutkan kegiatan ini karena lokasi yang menjadi tujuan hanya sekitar kaki gunung halimun, bukan di puncak. Lokasinya relatif aman, kami juga memakai pemandu saat melakukan explore.

Sumber
Akhirnya kami memutuskan untuk tetap berangkat. Dari Balai kami berjalan kaki untuk menuju ke lokasi perkemahan. Perjalanan dilakukan tepat jam 12 malam. Hal ini dilakukan agar sampai di lokasi perkemahan pada sore hari, sehingga masih sempat mendirikan tenda sebelum malam. Malam itu kami beristirahat sebentar di Balai sebelum melakukan perjalanan panjang.
Tepat jam 12 malam kami dibangunkan dan disuruh untuk bersiap-siap. Kami berbaris sesuai dengan kelompoknya dan berjalan beriringan dengan teman kelompoknya. Kelompok 1 mulai dipersilahkan untuk berangkat didampingi dengan 2 orang panitia. Sekitar 10-15 menit kemudian disusul oleh kelompok 2. Ane lupa saat itu ada di kelompok berapa, yang jelas di tengah-tengah, karena sebelum dan setelah kelompok ane masih ada kelompok lain.
Tiba saatnya kelompok ane berangkat. Jalanan sunyi sekali malam itu. Hanya suara jangkrik dan serangga hutan yang bersahut-sahutan. Suasana gelap, sehingga masing-masing dari kami wajib membawa senter. Jalanan dari Balai ke lokasi awalnya masih ada beberapa rumah warga. Namun jarang, jaraknya pun tidak berdekatan. Masih semangat kami berjalan kaki sambil sesekali berbincang. Sepatu yang bergesekan dengan tanah berbatu terdengar tak berirama. Dingin tak lagi terasa, karena tubuh yang panas dengan terus bergerak. Udara lembab menyentuh paru-paru.
Sekitar jam 2 dini hari, langkah kaki kami tak secepat sebelumnya. Kami berjalan dalam diam sambil mengatur nafas dan berkelana di pikiran masing-masing. Tiba-tiba terdengar sebuah suara yang menyapa kami.
"Mau kemana, A?"
Aa adalah panggilan untuk anak laki-laki suku Sunda. Kami menoleh serentak. Tampak sesosok laki-laki paruh baya yang mengenakan kaos berwarna hitam dan sarung motif kotak-kotak. Salah seorang anak laki-laki di dalam kelompok ane menjawab sapaan tersebut. Kami masih sambil berjalan, berpamitan sambil tersenyum mengucapkan, "Mari, Pak!".
Herannya, bapak-bapak tadi tak sedikitpun tersenyum. Ekspresi mukanya datar dan pandangannya lurus. Sebelumnya, karena lelah kami tak begitu menyadarinya. Setelah beberapa langkah melewati bapak tersebut, salah seorang teman melihat ke belakang dan bapaknya sudah tidak ada di tempat. Salah seorang teman pun ada yang mengatakan kalau kaki bapaknya tak terlihat. Jantung ane rasanya berdetak lebih cepat.
Anehnya, hanya kami yang berjalan didepan saja yang melihat bapak tersebut. Teman satu kelompok kami yang berjalan di belakang mengaku tak melihatnya. Dan yang kami semua sama-sama sadari adalah nada suaranya yang tak seperti kebanyakan orang ketika menyapa dan mukanya yang sangat pucat! Tak ada nada dalam suaranya! Benar-benar suara yang terdengar aneh di telinga. Mirip dengan suara Suzana saat memanggil Bang Bokir. Bahkan lebih datar lagi. Sampai sekarang, suara itu masih teringat jelas dalam ingatan.
"Mau kemana, A?"
Sumber: pengalaman pribadi

Kisah ini ane alami sendiri sekitar 11 tahun yang lalu. Sebelumnya, ane ingin memberitahu agan dan sista semua bahwa ane bukan indigo. Ane hanya orang biasa. Semenjak ane lahir sampai sekarang tak pernah sekalipun melihat sosok ghaib, kecuali pada hari itu. Hari yang akan ane ingat seumur hidup ane. Hari yang membuat bulu kuduk ane berdiri hanya dengan mengingatnya saja.
Saat itu ane masih kuliah di salah satu kampus daerah Bogor yang terkenal dengan cerita horor tentang tukang bakso lewat di depan laboratorium lantai 4, orang tanpa kaki di perpustakaannya, dan orang sebelah di asramanya. Semua yang tak asing lagi dengan cerita tersebut pasti tahu kampusnya. Ane sendiri saat menginap di salah satu laboratorium lapangnya pernah diganggu dengan suara langkah kaki tanpa terlihat si empunya.
Ane mengikuti salah satu UKM (Unit Kegiatan Mahasiswa) yang memiliki kegiatan rutin setiap tahunnya untuk meresmikan anggota baru, yaitu explore Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS). Wajib bagi anggota baru untuk mengikuti kegiatan ini selama 10 hari.
Kami berangkat dari Bogor menggunakan truk pada siang hari dan sampai di Balai TNGHS malam hari. Sambil berisirahat sebentar, kami kabarkan pada keluarga di rumah dan meminta doa agar kami dapat pulang dengan selamat pada kegiatan kali ini. Malam itu juga, berita di televisi mengabarkan kalau ada pendaki yang tersesat di gunung Salak. Kami semua heboh mendapatkan telepon dari keluarga masing-masing. Ada yang melarang melanjutkan kegiatan, ada pula yang mendengar dahulu penjelasan panitia dan memutuskan untuk mengijinkan anaknya mengikuti kegiatan. Alasan panitia tetap melanjutkan kegiatan ini karena lokasi yang menjadi tujuan hanya sekitar kaki gunung halimun, bukan di puncak. Lokasinya relatif aman, kami juga memakai pemandu saat melakukan explore.

Sumber
Akhirnya kami memutuskan untuk tetap berangkat. Dari Balai kami berjalan kaki untuk menuju ke lokasi perkemahan. Perjalanan dilakukan tepat jam 12 malam. Hal ini dilakukan agar sampai di lokasi perkemahan pada sore hari, sehingga masih sempat mendirikan tenda sebelum malam. Malam itu kami beristirahat sebentar di Balai sebelum melakukan perjalanan panjang.
Tepat jam 12 malam kami dibangunkan dan disuruh untuk bersiap-siap. Kami berbaris sesuai dengan kelompoknya dan berjalan beriringan dengan teman kelompoknya. Kelompok 1 mulai dipersilahkan untuk berangkat didampingi dengan 2 orang panitia. Sekitar 10-15 menit kemudian disusul oleh kelompok 2. Ane lupa saat itu ada di kelompok berapa, yang jelas di tengah-tengah, karena sebelum dan setelah kelompok ane masih ada kelompok lain.
Tiba saatnya kelompok ane berangkat. Jalanan sunyi sekali malam itu. Hanya suara jangkrik dan serangga hutan yang bersahut-sahutan. Suasana gelap, sehingga masing-masing dari kami wajib membawa senter. Jalanan dari Balai ke lokasi awalnya masih ada beberapa rumah warga. Namun jarang, jaraknya pun tidak berdekatan. Masih semangat kami berjalan kaki sambil sesekali berbincang. Sepatu yang bergesekan dengan tanah berbatu terdengar tak berirama. Dingin tak lagi terasa, karena tubuh yang panas dengan terus bergerak. Udara lembab menyentuh paru-paru.
Sekitar jam 2 dini hari, langkah kaki kami tak secepat sebelumnya. Kami berjalan dalam diam sambil mengatur nafas dan berkelana di pikiran masing-masing. Tiba-tiba terdengar sebuah suara yang menyapa kami.
"Mau kemana, A?"
Aa adalah panggilan untuk anak laki-laki suku Sunda. Kami menoleh serentak. Tampak sesosok laki-laki paruh baya yang mengenakan kaos berwarna hitam dan sarung motif kotak-kotak. Salah seorang anak laki-laki di dalam kelompok ane menjawab sapaan tersebut. Kami masih sambil berjalan, berpamitan sambil tersenyum mengucapkan, "Mari, Pak!".
Herannya, bapak-bapak tadi tak sedikitpun tersenyum. Ekspresi mukanya datar dan pandangannya lurus. Sebelumnya, karena lelah kami tak begitu menyadarinya. Setelah beberapa langkah melewati bapak tersebut, salah seorang teman melihat ke belakang dan bapaknya sudah tidak ada di tempat. Salah seorang teman pun ada yang mengatakan kalau kaki bapaknya tak terlihat. Jantung ane rasanya berdetak lebih cepat.
Anehnya, hanya kami yang berjalan didepan saja yang melihat bapak tersebut. Teman satu kelompok kami yang berjalan di belakang mengaku tak melihatnya. Dan yang kami semua sama-sama sadari adalah nada suaranya yang tak seperti kebanyakan orang ketika menyapa dan mukanya yang sangat pucat! Tak ada nada dalam suaranya! Benar-benar suara yang terdengar aneh di telinga. Mirip dengan suara Suzana saat memanggil Bang Bokir. Bahkan lebih datar lagi. Sampai sekarang, suara itu masih teringat jelas dalam ingatan.
"Mau kemana, A?"
Sumber: pengalaman pribadi






infinitesoul dan 4 lainnya memberi reputasi
5
1.2K
6


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan