

TS
titisputri
Bulan Ketiga di Tahun 2020
2020 sudah memasuki bulan ketiga rupanya,
tapi rasanya udah seperti setahun.
Semakin ke sini dunia semakin keras. Semakin ke sini cobaan semakin membentuk menjadi pribadi yang kuat. Bulan pertama, bulan di mana penuh dengan hal-hal berbau rumah sakit. Biasanya rumah adalah tempat ternyaman, terganti oleh rumah sakit dan orang yang aku sayang terkapar. Ibuk yang kuat dan tidak pernah sakit rupanya bisa sakit. Ibuk tidak bisa jalan karena pengapuran sendi dan bermasalah di lambung. Beruntung aku liburan jadi bisa ngerawat ibuk.
Februari rupanya banyak misteri Illahi, kejutan yang di luar dugaan. Aku pernah minta sama semesta dan pencipta saat membuka mata di pagi hari, aku menyaksikan ibuk jalan tanpa tongkat kaki empat, makan tanpa disuapin, mandi tanpa dimandikan, nonton televisi bareng lagi, cerita bareng lagi, ketawa bareng lagi, masak bareng lagi. Tapi rupanya pencipta lebih sayang ibukku, sekitar dua minggu ibuk koma, 4 hari di ruang ICU dingin hanya dengan kabel dan layar monitor yang bunyinya mengerikan. Ibuk tanpa di dampingi aku, hanya bersama kabel-kabel dan doa penenang jiwa. Biasanya untuk mengobrol dengan ibuk bisa kapan aja, namun saat itu jam berkunjung ICU hanya jam 11- 12. 1 jam tidak cukup untuk bercerita dan menuntaskan rindu. Dari situ aku belajar arti bermaknanya waktu dan begitu berharganya pertemuan.
Selasa 04 Februari 2020, ibuk pamit dari dunia. Pencipta memanggil ibuk, jujur rasanya benar-benar hampa dan sedih. Di usiaku yang 19 tahun rasanya begitu berat menghadapi kenyataan. Dua minggu sebelum ibuk meninggal, sewaktu aku pamit ingin berangkat ke tanah perantauanku untuk kuliah ibuk seharian bercerita dengan penuh semangat dan aku mnejawab dengan penuh antusias. Aku bertanya, bagaimana jika manusia bumi jahat dan haruskah kita membalas kejahatan manusia?. Ibukku yang bijak menjawab, sekejam apapun manusia bumi dan sejahat apapun mereka, kita tidak boleh membalas kejahatan itu. Nanti Pencipta marah dan gasuka. Sembari mengelus kepalaku dengan lembut dan senyum tulus terpancar.
Lalu selepas aku pamit, aku meminta doa ibuk supaya kuliahku lancar kebetulan aku baru menginjak semester 1. Ibuk malah menjawab, sebelum kamu meminta ibuk sudah meminta kepada pencipta agar senantiasa melindungi serta menjaga kamu, memudahkan urusanmu, dan mengabulkan keinginan baikmu. Ibuk sangat berterima kasih kamu sudah merawat ibuk selama sakit dan maaf ibuk merepotkan kamu. Pasti kamu nanti jadi anak sukses dan jangan lupa baik ke seluruh penduduk bumi.
Ibuk tau bagaimana cara membuat anaknya terhura dan ibuk motivator terbaik pualing baik. Aku gabisa berkata-kata dan langsung cium tangan ibuk dan aku brepesan, kalau aku balik ke Probolinggo ibuk harus sembuh ya. Lalu ibuk, menjawab "Gak mau janji, kalau janji harus ditepati. Ibuk gatau apa yang akan terjadi di esok hari nanti."
Aku yang kurang peka tidak berpikiran ke mana-mana, dalam pikiranku dan doaku ibuk pasti sembuh. Tapi rupanya, 04 Februari ibuk menghembuskan napas terakhirnya di ruang ICU. Dari kejadian itu aku bisa merasakan bagaimana hangatnya sebuah keluarga. Pelukan saling menguatkan, kesabaran yang diuji, keharusan menerima dan ikhlas, serta tenang melihat ibuk sudah tidak sakit lagi.
Selepas kepergian ibuk, kami belajar ikhlas sekalipun ada perasaan sedih. Bagaimanapun manusia tidak akan bisa melupakan dan mustahil untuk melupakan. Aku sangat bersyukur dipertemukan dengan ibuk yang paling baik sedunia, 19 tahunku bersama ibuk dan semoga kelak dipertemukan kembali. Ibuk telah tiada, kami sedikit tenang karena masih ada mbakku, anak pertama. Mbakku saat itu kondisi hamil menginjak 9 bulan minggu pertama.
Saat ibuk meninggal, aku sempat merengek ke keluarga sembari melihat foto wisuda kedua kakakku didampingi bapak dan ibuk. Berarti kalau aku wisuda nanti di foto gak ada ibuk dan tanpa ibuk mengahdiri wisudaku. Lalu mbak menjawab, gapapa masih ada aku. Nanti aku datang sama anakku put, nanti aku bawain bunga matahari sama berdandan ala ibuk. Aku tersenyum dan menghapus air mataku.
08 Februari 2020
Mbakku melahirka anak pertamanya, jagoan kecil yang kelak akan tumbuh menjadi manusia kuat dan bermanfaat untuk penduduk bumi. Pencipta maha baik, memberikan penawar kesedihan. Aada yang pergi dan ada yang datang, ibuk pergi dan ponakan datang.
13 Februari 2020
Mbak menyusul ibuk, kejadian ini benar-benar di luar dugaan. Ujian kembali datang, sepuluh hari belajar mengikhlaskan ibuk dan kini harus juga belajar mengikhlaskan mbak. Belum sempat menggendong dan bertemu jagoan kecil karena kondisi belum memungkinkan.
Kini kedua perempuan kuat itu benar-benar pergi. Untuk siapapun yang membaca ini, aku berharap kalian merawat yang harus dirawat seperti mereka merawat. Sayangi orang yang menyayangi seperti mereka menyayangi dan waktu tidak akan kembali mundur. Akan bergerak cepat, tanpa disadar orang tua semakin senja. Itu artinya, manfaatkan waktu sebaik mungkin dan jaga mereka.
tapi rasanya udah seperti setahun.
Semakin ke sini dunia semakin keras. Semakin ke sini cobaan semakin membentuk menjadi pribadi yang kuat. Bulan pertama, bulan di mana penuh dengan hal-hal berbau rumah sakit. Biasanya rumah adalah tempat ternyaman, terganti oleh rumah sakit dan orang yang aku sayang terkapar. Ibuk yang kuat dan tidak pernah sakit rupanya bisa sakit. Ibuk tidak bisa jalan karena pengapuran sendi dan bermasalah di lambung. Beruntung aku liburan jadi bisa ngerawat ibuk.
Februari rupanya banyak misteri Illahi, kejutan yang di luar dugaan. Aku pernah minta sama semesta dan pencipta saat membuka mata di pagi hari, aku menyaksikan ibuk jalan tanpa tongkat kaki empat, makan tanpa disuapin, mandi tanpa dimandikan, nonton televisi bareng lagi, cerita bareng lagi, ketawa bareng lagi, masak bareng lagi. Tapi rupanya pencipta lebih sayang ibukku, sekitar dua minggu ibuk koma, 4 hari di ruang ICU dingin hanya dengan kabel dan layar monitor yang bunyinya mengerikan. Ibuk tanpa di dampingi aku, hanya bersama kabel-kabel dan doa penenang jiwa. Biasanya untuk mengobrol dengan ibuk bisa kapan aja, namun saat itu jam berkunjung ICU hanya jam 11- 12. 1 jam tidak cukup untuk bercerita dan menuntaskan rindu. Dari situ aku belajar arti bermaknanya waktu dan begitu berharganya pertemuan.
Selasa 04 Februari 2020, ibuk pamit dari dunia. Pencipta memanggil ibuk, jujur rasanya benar-benar hampa dan sedih. Di usiaku yang 19 tahun rasanya begitu berat menghadapi kenyataan. Dua minggu sebelum ibuk meninggal, sewaktu aku pamit ingin berangkat ke tanah perantauanku untuk kuliah ibuk seharian bercerita dengan penuh semangat dan aku mnejawab dengan penuh antusias. Aku bertanya, bagaimana jika manusia bumi jahat dan haruskah kita membalas kejahatan manusia?. Ibukku yang bijak menjawab, sekejam apapun manusia bumi dan sejahat apapun mereka, kita tidak boleh membalas kejahatan itu. Nanti Pencipta marah dan gasuka. Sembari mengelus kepalaku dengan lembut dan senyum tulus terpancar.
Lalu selepas aku pamit, aku meminta doa ibuk supaya kuliahku lancar kebetulan aku baru menginjak semester 1. Ibuk malah menjawab, sebelum kamu meminta ibuk sudah meminta kepada pencipta agar senantiasa melindungi serta menjaga kamu, memudahkan urusanmu, dan mengabulkan keinginan baikmu. Ibuk sangat berterima kasih kamu sudah merawat ibuk selama sakit dan maaf ibuk merepotkan kamu. Pasti kamu nanti jadi anak sukses dan jangan lupa baik ke seluruh penduduk bumi.
Ibuk tau bagaimana cara membuat anaknya terhura dan ibuk motivator terbaik pualing baik. Aku gabisa berkata-kata dan langsung cium tangan ibuk dan aku brepesan, kalau aku balik ke Probolinggo ibuk harus sembuh ya. Lalu ibuk, menjawab "Gak mau janji, kalau janji harus ditepati. Ibuk gatau apa yang akan terjadi di esok hari nanti."
Aku yang kurang peka tidak berpikiran ke mana-mana, dalam pikiranku dan doaku ibuk pasti sembuh. Tapi rupanya, 04 Februari ibuk menghembuskan napas terakhirnya di ruang ICU. Dari kejadian itu aku bisa merasakan bagaimana hangatnya sebuah keluarga. Pelukan saling menguatkan, kesabaran yang diuji, keharusan menerima dan ikhlas, serta tenang melihat ibuk sudah tidak sakit lagi.
Selepas kepergian ibuk, kami belajar ikhlas sekalipun ada perasaan sedih. Bagaimanapun manusia tidak akan bisa melupakan dan mustahil untuk melupakan. Aku sangat bersyukur dipertemukan dengan ibuk yang paling baik sedunia, 19 tahunku bersama ibuk dan semoga kelak dipertemukan kembali. Ibuk telah tiada, kami sedikit tenang karena masih ada mbakku, anak pertama. Mbakku saat itu kondisi hamil menginjak 9 bulan minggu pertama.
Saat ibuk meninggal, aku sempat merengek ke keluarga sembari melihat foto wisuda kedua kakakku didampingi bapak dan ibuk. Berarti kalau aku wisuda nanti di foto gak ada ibuk dan tanpa ibuk mengahdiri wisudaku. Lalu mbak menjawab, gapapa masih ada aku. Nanti aku datang sama anakku put, nanti aku bawain bunga matahari sama berdandan ala ibuk. Aku tersenyum dan menghapus air mataku.
08 Februari 2020
Mbakku melahirka anak pertamanya, jagoan kecil yang kelak akan tumbuh menjadi manusia kuat dan bermanfaat untuk penduduk bumi. Pencipta maha baik, memberikan penawar kesedihan. Aada yang pergi dan ada yang datang, ibuk pergi dan ponakan datang.
13 Februari 2020
Mbak menyusul ibuk, kejadian ini benar-benar di luar dugaan. Ujian kembali datang, sepuluh hari belajar mengikhlaskan ibuk dan kini harus juga belajar mengikhlaskan mbak. Belum sempat menggendong dan bertemu jagoan kecil karena kondisi belum memungkinkan.
Kini kedua perempuan kuat itu benar-benar pergi. Untuk siapapun yang membaca ini, aku berharap kalian merawat yang harus dirawat seperti mereka merawat. Sayangi orang yang menyayangi seperti mereka menyayangi dan waktu tidak akan kembali mundur. Akan bergerak cepat, tanpa disadar orang tua semakin senja. Itu artinya, manfaatkan waktu sebaik mungkin dan jaga mereka.
0
401
0


Komentar yang asik ya


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan