Kaskus

Entertainment

NegaraTerbaruAvatar border
TS
NegaraTerbaru
Garuda Indonesia Di Antara WN China dan WNI Papua
Spoiler for GIA:


Spoiler for Video:


Covid-19 menghantui Indonesia. Berdasarkan data 18 Maret 2020, kasus positif corona mencapai 227 kasus. Sebanyak 227 kasus itu, 11 pasien dinyatakan sembuh. Namun 19 orang telah meninggal dunia akibat virus itu. Artinya persentase mortality wabah Covid-19 di Indonesia berada di angka 8,37 persen. Tertinggi di dunia.

Dosen Departemen Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Unpad mengatakan besar kemungkinan fenomena ini terjadi karena Indonesia mengalami under-diagnosis. Ia menduga ada kasus Covid-19 yang tidak terdeteksi disebabkan karena gejala yang dirasakan masih ringan, RS atau dokter belum aware, atau bahkan sebagian yang tidak terdiagnosis meninggal lebih awal. Seandainya lebih banyak kasus dengan gejala yang masih ringan ditemukan tentu persentase kematian ini dapat ditekan.

Dengan kata lain angka kematian Covid-19 di Indonesia tinggi bukan karena virusnya yang ganas, melainkan penanganan mencari dan aware terhadap orang yang berpotensi terkena virus kurang digalakkan. Semakin cepat pasien didiagnosis, maka kemungkinan kematian yang terjadi tidak setinggi itu.

Sumber : Kompas[Presentase Kematian Corona Indonesia Tertinggi di Dunia, Ini Kata Ahli]

Inilah yang dimaksud dengan Covid-19 menghantui Indonesia. Rakyat Indonesia bisa jadi belum mengetahui bahwa sebenarnya mereka telah terasuki corona. Tapi bagaimana mungkin corona dapat didiagnosis dengan cepat ketika beberapa rumah sakit swasta saja menolak pasien terindikasi Covid-19? Hal itu bahkan terjadi baru-baru ini di kota besar seperti Bekasi, sehingga menyebabkan Jubir Corona blak-blakan memebeberkan skandal Rumah Sakit yang menolak pasien demi menjaga citranya sendiri.

Apabila di Jabodetabek saja masih sulit untuk melakukan diagnosis corona, tentu kita tak bisa membayangkan hal yang terjadi di daerah lain yang belum memiliki fasilitas kesehatan seperti di Pulau Jawa.

Kita tengok saja di Papua. Pada 18 Maret 2020, Pasien Dalam Pengawasan (PDP) di provinsi dengan angka kemiskinan tertinggi di Indonesia tersebut kian bertambah. Bahkan seorang bayi yang masih berusia 7 bulan turut dirawat di ruang isolasi Rumah Sakit Dian Harapan Waena, Jayapura, karena menunjukkan gejala serupa Covid-19.

Lambatnya penanganan PDP di Papua diperparah dengan kurangnya tenaga medis yang dapat menangani pasien terindikasi corona.

Bukan karena jumlah tenaga medisnya kurang. Tapi karena hingga saat ini tenaga kesehatan rumah sakit yang ada di Papua masih kekurangan Alat Pelindung Diri (APD). Bayangkan saja peralatan yang dibutuhkan tenaga medis dalam menghadapi corona di Papua hanya sebanyak 30 APD.

Sekretaris Dinas Kesehatan Provinsi Papua, Silwanus Sumule mengatakan idealnya Papua harus memiliki 5000 APD untuk digunakan di 29 Kabupaten/Kota yang ada di Papua.

Sumber : Liputan 6 [Pasien PDP Corona Covid-19 di Papua Bertambah]

Seharusnya kondisi ini tidak terjadi. Seharusnya Covid-19 di Papua dapat lebih cepat ditangani. Sebab pada 11 Maret lalu sebenarnya sudah ada suspect Covid-19 yang dibawa ke RSUD Merauke. 10 perawat yang menangani pasien itu pun turut dimasukkan ke dalam ruangan isolasi dan ditetapkan sebagai Orang Dalam Pengawasan (ODP). Secara logika, tentunya sampel pasien tersebut harus diterbangkan ke Jakarta untuk diperiksa di Balitbang Kemenkes. Namun upaya tersebut gagal.

Sebab pihak manajemen Garuda Indonesia Airways (GIA) sebagai BUMN yang seharusnya aware dan sigap akan persoalan ini menolak membawa sampel tersebut. Menurut Plt Dinkes Merauke dr Mustika Nevile, pada 15 Maret 2020, GIA menolak menerbangkan sampel tanpa dilengkapi MSDS (Material Safety Data Sheet). Akibatnya, sampel baru bisa dikirim di penerbangan selanjutnya dengan dilengkapi MSDS.

Sumber : Suara [Garuda Tolak Terbangkan Sampel Suspect Virus Corona di Papua ke Jakarta]

Penolakan GIA mengangkut sampel suspect corona menyebabkan Wakil Bupati Mimika Johannes Rettob meminta maskapai penerbangan yang masuk ke wilayah itu mau mengirimkan sampel darah ke Jakarta apabila ada warganya yang terindikasi Covid-19. Sebab Kemenhub sebenarnya telah mengeluarkan edaran per 13 Maret 2020 agar maskapai penerbangan memfasilitasi pengiriman sampel.

Sumber : Seputar Papua [Wabup Mimika Minta Maskapai Penerbangan Dukung Pengiriman Sampel Pasien Terduga Corona]

Tentunya wajar ketika GIA sebagai BUMN yang bekerja secara professional dan taat aturan meminta pengiriman sampel sesuai dengan prosedur yang berlaku. Akan tetapi, ternyata GIA mau berbuat tidak profesional demi mengantar WNA China terduga ilegal ke Kendari.

Tanggal 15 Maret 2020 video puluhan WNA datang di Bandara Halueleo, Kendari, Sulawesi Tenggara mendadak viral. Sebab di tengah larangan penerbangan dari China, mereka dengan bebas masuk ke Indonesia. Kepala Bagian Humas dan Umum Ditjen Imigrasi Arvin Gumilang mengatakan sebanyak 49 TKA melakukan penerbangan tersebut dari Jakarta menggunakan pesawat Garuda Indonesia GA-696.

Arvin menjelaskan bahwa mereka memiliki visa kunjungan satu kali perjalanan (B211) yang berlaku 60 hari dan diterbitkan KBRI Beijing pada 14 Januari 2020 untuk kegiatan calon TKA dalam rangka uji coba kemampuan bekerja. TKA tersebut tidak langsung terbang dari China melainkan dikarantina terlebih dahulu di Thailand sejak 29 Februari 2020.

Padahal Staf Khusus Menaker, Dita Indah Sari mengatakan kedatangan 49 TKA China ini bisa dibilang ilegal karena tidak memiliki izin kerja dan hanya mengantongi visa kunjungan. WNA yang berada di lokasi kerja, tidak memiliki visa kerja, sudah jelas melanggar aturan, alias ilegal.

Dengan kata lain, BUMN Garuda Indonesia telah mengangkut WNA yang diduga masuk ke dalam negeri secara ilegal.

Sumber : Tirto [Duduk Perkara 49 WNA Cina di Kendari. Siapa Mereka?]

Di sinilah letak ketidakadilan pihak-pihak tertentu serta BUMN Garuda atas perlakuan istimewanya ke WNA dibandingkan WNI. Saat BUMN Garuda tidak mempermasalahkan TKA diduga ilegal masuk ke Kendari dan berpotensi menyebarkan virus corona, mereka justru tidak mau mengangkut sampel yang dapat membantu pencegahan penyebaran Covid-19 di Papua. Terlebih lagi, setelah mereka menurunkan TKA China di Kendari, pesawat Garuda kembali ke Jakarta tanpa penumpang. Sebelum berangkat pun pesawat dibersihkan dengan disinfektan. Ironis, artinya pihak GIA sendiri khawatir maskapainya tertular Covid-19 dari WNA China tapi mereka tak mau mengangkut sampel dari Papua.

Sumber : Liputan 6 [Usai Antarkan TKA China ke Kendari, Pesawat Garuda Pulang Tanpa Penumpang]
Diubah oleh NegaraTerbaru 20-03-2020 15:07
sebelahblogAvatar border
4iinchAvatar border
infinitesoulAvatar border
infinitesoul dan 4 lainnya memberi reputasi
5
987
8
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan