Kaskus

Entertainment

irummmAvatar border
TS
irummm
Panah Taeh, Nyali Pembenci yang Tersembunyi
Quote:


"Panah taeh ... panah taeh," seru beberapa bocah ramai terdengar di luar rumah.

Secepat kilat aku pun keluar kemudian mendongak untuk melihat ke langit, barangkali masih kebagian kilatannya.

'Hmmm ... padahal masih jam delapanan, udah ada aja yang nglepasin panah taehnya.'

Di desaku sendiri panah taeh dijadikan sebuah sebutan untuk bola api yang terlihat di angkasa. Kami mempercayainya sebagai kiriman dari dukun santet untuk mencelakai orang lain.

Quote:
sumber gambar

Biasanya jam sebelas malam adalah waktu para dukun santet beraksi, tapi entah kenapa hari ini masih sore sudah dilepas aja.

Konon, menurut kepercayaan pula, jika kita melihat bola api itu lalu meneriaki dengan sebutan panah taeh, maka santetnya akan gagal dan meledak di udara atau jinnya kembali ke dukunnya.

Ada-ada saja orang-orang ini. Gak berani berhadapan muka, maunya langsung cespleng menyakiti. Santet sendiri di desaku sudah bukan hal yang asing, apalagi menakutkan.

Ada dua dukun santet paling ditakuti di sini. Mereka adalah Mbah Lang dan Mbah Kung. Menurut cerita para orang tua, kedua dukun itu sering bertarung ilmu. Tujuannya ya hanya satu, ingin membuktikan siapa paling berhak menyandang dukun paling sakti di desa.

"Pasti itu ilmunya Mbah Lang mau bertamu ke rumah Mbah Kung," celetuk Pak Hambali--tetanggaku--yang tiba-tiba sudah berdiri di dekatku.

"Eh, Pakde, kok tahu kalo itu mereka?" Aku bertanya heran.

"Siapa lagi yang punya ilmu hitam di desa ini selain mereka, tho, Le."

"Terus kenapa kok dibiarkan saja sama orang-orang sini, Pakde? Kenapa gak dinasihati sama perangkat atau ustaz biar menghentikannya. Kan itu perbuatan syirik?"

Pak Hambali yang kupanggil dengan sebutan Pakde hanya terkekeh mendengar pertanyaanku.

"Terus siapa yang berani mencegah dan menasihati, orang gak ada yang punya bukti."

"Lah kalo gak punya bukti, gimana orang bisa nuduh mereka punya ilmu santet?" Aku semakin bingung saja dengan jawaban Pakde ini.

"Ceritanya, dulu di kampung sebelah itu ada orang yang tiba-tiba perutnya membesar sepulang dari sawah. Dari mulutnya merancu suara-suara tak jelas. Dia minta dipulangkan ke rumahnya, minta dikembalikan kacangnya, lalu mengerang-ngerang menakutkan."

"Lalu, Pakde?"

"Karena semua orang yang di situ bingung, akhirnya ya hanya mengira-ngira saja. Menebak-nebak dan tahulah jika yang punya tanaman kacang hanya Mbah Kung. Nah, di saat semua sedang bingung datanglah Mbah Lang. Namanya hidup di desa, kalau ada kejadian heboh pasti bakal menyebar. Oleh Mbah Lang akhirnya diobatilah orang itu, dan ternyata benar. Kata dia sepulang dari sawah, haus dan lapar. Saat melintasi batas sawah Mbah Kung ada tanaman kacang yang ranum akhirnya memetik beberapa lalu dimakan. Sampai rumah tiba-tiba gak sadar."

Aku hanya terbengong mendengar cerita Pakde. Kini kami berdua telah duduk di tembok pendek yang dijadikan pagar.

"Mulai saat itu orang-orang jadi takut yang mau nyentuh tanaman Mbah Kung, dan dari situ permusuhan dengan Mbah Lang pun dimulai."

"Ooh ... serem, ya Pakde."

Belum selesai kami berbincang, nampak melesat dua panah taeh lagi di atas langit. Aku dan Pakde pun sama-sama meneriaki agar hilang.

Suasana tiba-tiba terasa mencekam. Malam yang belum begitu memeluk kantuk, seperti menyembunyikan sebuah misteri.

"Kok jadi merinding gini Pakde," ucapku sambil mengusap tangan dan pundak.

"Malam apa tho, ini, Le?"

"Rabu, Pakde," sahutku cepat.

"Pantesan. Biasanya malam rabu itu matinya desa. Banyak klenik yang bekerja. Situasi seperti ini yang disenengi pencuri untuk masuk ke sebuah desa. Jangan tidur malam ini. Kita berjaga saja."

Aku hanya diam mendengarkan perintah Pakde. Suasana semakin sepi dan terasa mencekam. Hanya sesekali suara burung hantu terdengar juga burung gagak yang kata orang pertanda buruk akan datang.

Di saat ketegangan menyergap, bau harum mawar yang segar tiba-tiba tercium. Dan jemuran pakaian yang ada di teras bergerak-gerak sendiri.

"Jangan takut, mungkin salah satu piaraan Mbah Kung sedang mengganggu kita biar takut terus masuk rumah. Biarkan saja. Kita harus tetap di luar berjaga agar tak terjadi apa-apa di desa kita."

Meski degup jantung sudah tak beraturan menahan takut, tapi aku tetap berusaha tenang. Selama ada Pakde Hambali, aku enggak takut pada hantu. Karena beliau adalah seorang ustaz terpandang di desa yang ilmu agamanya juga sudah mumpuni.


End

Jember, 18032020

Catatan kaki:
Panah taeh : bola api di atas langit
Le : sebutan untuk anak lelaki
081364246972Avatar border
pulaukapokAvatar border
senja87Avatar border
senja87 dan 17 lainnya memberi reputasi
18
4.7K
21
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan