- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
ONGGO-INGGI, Makhluk Menyeramkan di Bantaran Sungai


TS
miniadila
ONGGO-INGGI, Makhluk Menyeramkan di Bantaran Sungai


Sesumbar Berbuah Petaka
Flashback Saat Masih SD
Aku melihat Nenek pulang tergopoh-gopoh, napasnya tampak tersengal-sengal dengan isakan tangis yang terdengar di telinga. Sepatu karet yang biasa dipakai saat bekerja di kebun tebu dilepas dan diletakkan sekenanya di teras.
"Tik! Etik! Darti kepleset di Kali Lumpatan, tenggelam, belum ditemukan sejak tadi!" teriaknya memanggil Ibu seraya menyampaikan kabar. "Nduk! Emakmu ke mana?" sambungnya kemudian, menanyakan keberadaan Ibu.
"Iya, iya, Mbok!" sahut Ibu yang muncul dari pintu dapur dengan membawa sayur yang telah disiangi dalam baskom.
Aku tak jadi menjawab tanya Nenek, karena Ibu telah menghampirinya.
"Darti itu kepleset di Kali Lumpatan. Sejak tadi dicari belum ketemu."
"Lho! Kok bisa, Mbok? Bukannya yang sebelah situ gawat?" tanya Ibu bertubi-tubi pada Nenek.
Aku yang sedang bermain di rumah, usai pulang sekolah hanya diam mendengarkan Nenek dan Ibu.
"Darti itu ngeyel, kok. Udah dibilangin sama Giyem, jangan nyebrang lewat situ malah ngeyel. Sesumbar. Katanya, hanya selangkah aja gak bisa. Gak denger nasehat Giyem, langsung nekat turun terus nyebrang. Eh, taunya kepleset. Giyem tadi nyamperin Simbok sama temen yang lain, ngabari soal itu," cerocos Nenek menceritakan kejadian itu di sela tangisnya yang belum mereda.
Aku yang diam-diam mendengarkan, lantas merapikan mainan dan bergegas menuju TKP yang disebutkan Nenek. Aku meninggalkan Nenek dan Ibu yang masih bercerita.
Kali Lumpatan, tempat terpelesetnya teman kerja Nenek di perkebunan tebu, tak jauh dari tempatku mandi di sungai bersama teman-teman. Letaknya ke arah timur sedikit.
Aku setengah berlari menuju ke sana. Melewati perkebunan tebu yang baru dalam proses penanaman bibit. Nenek dan teman-temannya menjadi tenaga penanam bibit tebu di perkebunan milik pabrik gula di desaku.
Tiba di TKP, banyak warga yang telah berkerumun di sana menyaksikan kejadian itu. Aku yang penasaran mencoba merangsek di antara orang-orang yang lebih dewasa. Jasad teman Nenek telah terangkat dari dasar sungai. Semua berkat bantuan tim SAR yang berenang mencari tubuh Darti yang tenggelam.
Aku memperhatikan jasad Darti yang telah tertutup plastik warna kuning, sesekali mendengarkan pembicaraan orang-orang yang datang menyaksikan kejadian itu.
Darti terpeleset dan tenggelam saat kumandang adzan Dzuhur tiba. Niatnya untuk istirahat bersama teman-temannya sesama pekerja yang beda lokasi dengannya. Dia memilih menyeberang lewat "Kali Lumpatan" untuk menyingkat waktu. Alhasil karena terburu-buru dan sesumbar, niat ingin menghabiskan istirahat bersama teman-temannya kandas.
Jasad Darti tampak tercabik-cabik bekas gigitan binatang buas di beberapa bagian. Matanya hilang sebelah. Itulah keadaan Darti yang kudengar dari penuturan orang-orang yang melihat langsung saat jasad Darti diangkat dari dasar sungai. Aku mengendikkan bahu. Ngeri dan menyeramkan.
Aku yang telah lega karena penasaran, akhirnya pulang. Orang-orang pun juga membubarkan diri, satu per satu berlalu dari TKP karena matahari telah bergerak ke arah barat menuju petang.
🌺🌺🌺
Beberapa tahun kemudian
Aku bermain ke rumah Bibi di desa sebelah dengan mengendarai sepeda ontel.
"Nduk! Jam segini kok, maen ke sini? Disuruh Mamakmu, tho?" tanyanya, saat melihatku meletakkan sepeda di teras.
"Gak! Cuma maen. Lha sampeyan mau ke mana?"
"Mau ke rumah orang yang meninggal, tenggelam di kali tadi siang. Mayatnya udah ketemu, dah dianter ke rumahnya. Mau ikut, tho?"
Aku mengangguk, lantas Bibi menggandeng lenganku berjalan menuju rumah orang yang meninggal karena tenggelam di sungai.
Tiba di tempat, aku memandang sekeliling. Kursi plastik telah berderet di halaman, suara isak tangis keluarga terdengar juga hingga ke luar. Aku menunggu Bibi di halaman.
Aku mendengarkan pembicaraan sebagian pelayat yang keluar masuk dari ruangan, di mana mayat telah dibaringkan. Dari penuturan mereka, tubuh orang yang meninggal itu juga tercabik-cabik, matanya pun hilang sebelah. Dia terpeleset dan tenggelam di sungai yang masih satu jurusan dengan "Kali Lumpatan", saat mau mencari sebatang bambu yang tumbuh di tepi sungai.
Bebatuan cadas di sekitar sungai, tempat orang itu mencari bambu memang sangat licin, penuh dengan lumut dan lumpur.
Aku menghela napas, membayangkan tempat kejadian. Ada perbedaan antara Kali Lumpatan dan sungai tempat orang itu tenggelam. Kali Lumpatan permukaan atasnya menyempit, sedangkan sungai itu melebar, di sisinya bebatuan licin dan bambu tumbuh beberapa rumpun, menurut mereka tadi.
"Ayo pulang!" seru Bibi membuat lamunanku buyar seketika.
Aku mencoba bertanya pada Bibi lagi saat berjalan menuju rumahnya. Lagi-lagi mitos Onggo-Inggi itu dipercaya penyebab kematian tetangganya itu.
🌺🌺🌺
Beberapa minggu kemudian setelah kejadian meninggalnya tetangga Bibi
Aku menuju sungai usai setelah adzan Subuh. Maklum, sebagian warga di desaku tidak mempunyai sumur dan kamar mandi, termasuk keluargaku.
Cuaca masih gelap dihiasi kabut embun yang menghalangi pandangan mata. Aku berhati-hati melewati tiap jengkal gundukan tanah pembatas perkebunan tebu menuju arah sungai. Sudah menjadi kebiasaan, mandi di sungai setiap pagi sebelum berangkat sekolah.
Aku tiba di atas tepian sungai yang akan kutuju. Setelah berdiri sejenak, lantas menuruni jalan setapak yang ditumbuhi rerumputan. Ember dan peralatan mandi kuletakkan di tepi. Sebelum mandi, kusempatkan bermain ikan yang biasa bergerombol dalam lubang pinggiran sungai.
Byurrr!
Aku terkejut saat mendengar seperti batu yang dilemparkan ke dasar sungai. Aku menoleh ke penjuru arah, akan tetapi tak menemui siapa pun.
Byurrr!
Lagi, suara itu begitu jelas terdengar di telinga. Beringsut seketika aku menoleh ke arah kiri, tempat sumber suara. Seonggok kepala dengan rambut panjang yang menutupi sebagian wajah, muncul dari dasar sungai yang berjarak sangat dekat dengan posisiku. Aku berusaha mengucek mata seraya menahan gemetar ketakutan. Saat menatap lagi, makhluk yang baru saja kulihat menyeramkan itu telah menghilang.
Aku bergegas meninggalkan sungai dengan dada masih bergetar ketakutan. Niat untuk mandi batal begitu saja. Langkah terasa berat, padahal ingin sekali cepat tiba di rumah untuk bercerita sama Ibu dan Nenek.
Entahlah, itu hanya halusinasi atau memang makhluk bernama Onggo-Inggi itu mencoba muncul di hadapanku. Aku sangat takut, mengingat wajah yang menyeramkan itu.
🌺🌺🌺
Konon, dari cerita yang turun-temurun, "Kali Lumpatan" dihuni mahkluk menyeramkan bernama Onggo-Inggi. Sungai yang permukaan atasnya berdiameter kurang lebih satu langkah orang dewasa dan dinding bawahnya menjorok ke dalam menyerupai goa, airnya tampak tenang. Bahkan menurut salah satu di antara tim SAR yang menolong jasad Darti saat itu, air di "Kali Lumpatan" terasa lebih dingin dibandingkan dengan air yang masih satu jurusan.
Bukan hanya Darti dan tetangga Bibi, korban yang tenggelam di sungai sepanjang Kali Lumpatan hingga nyawanya tidak tertolong. Menurut cerita Nenek, dulu juga ada yang tenggelam di Kali Lumpatan karena sesumbar seperti yang dilakukan Darti. Keadaan tubuhnya pun sama seperti Darti. Tercabik-cabik dan sebelah matanya hilang. Menurut cerita yang beredar, semua korban diseret lantas disembunyikan makhluk yang hanya berwujud kepala dengan rambut panjang menjuntai, gigi bertaring dan wajah yang menyeramkan. Masyarakat menyebutnya Onggo-Inggi. Hanya mitos atau memang benar ada keberadaannya?
Selesai
Sekian thread dari ane. Mohon tinggalkan jejak cendol, koment dan rate. Terima kasih. Sampai jumpa di thread ane berikutnya
Pict : Pinterest
Sumber : Kisah Pribadi

Diubah oleh miniadila 09-07-2020 17:23






pulaukapok dan 33 lainnya memberi reputasi
34
7.1K
76


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan