- Beranda
- Komunitas
- Story
- Stories from the Heart
Romansa Santri-cerpen


TS
mambaulathiyah
Romansa Santri-cerpen
Romansa Santri
Inisial_S
Cerpen
Burung Kolibri berjajar di antara kabel-kabel yang menggelayut di atas pondok putri saat senja memerah menjelang Maghrib. Suara pujian kang santri sudah mengalun melalui toa masjid gede menandakan sebentar lagi suara azan akan berkumandang. Riuh ramai anak-anak pulang TPQ terdengar hingga lantai tiga, tempatku menjemur baju.
Suasana sore selepas sekolah diniyah seperti ini adalah suasana pas bagiku menjemur beberapa potong baju yang kucuci sekalian mandi. Posisi jemuran yang atapnya terbuka dengan celah-celah lobang di dinding pembatas bangunan membuatku puas menikmati udara sore, langit yang cantik dan suasana khusyuk untuk membaca selembar surat misterius, bahkan bisa berlembar-lembar. Tentunya setelah semua baju selesai dijemur. Biasanya beberapa teman-asal bukan pengurus-akan dengan senang hati ikut nimbrung. Goda dan tawa mereka menjadi sensasi tersendiri, tak jarang satu dari mereka bertugas mengawasi langkah kaki keamanan yang bisa tiba-tiba muncul begitu saja.
Namun, kali ini suasana sepi. Lembar surat dari seseorang berinisal S itu kubaca berkali-kali seorang diri.
'Kau tahu kenapa purnama selalu muncul di saat malam tanggal lima belas?
Karena jika muncul sebelum atau sesudahnya maka bentuknya tidak utuh lagi, sedangkan cintaku padamu utuh sampai nanti.'
Pipiku bersemu merah. Aku tahu isinya penuh dengan 'gombalan' tapi, hatiku girang bukan kepalang.
Kemudian kulanjutkan membacanya kembali.
'Setiap hari embun itu selalu menyapa mendahului pagi yang indah.
Kau tahu kenapa?
Karena semua yang indah itu pasti didahului letupan, getaran, serta pandangan yang berharga pertama kali.
Sedangkan embun di hatiku adalah kamu.'
Aku menggoyangkan kakiku kegirangan. Sialan! Pintar sekali lelaki berinisial S ini. Membuat hatiku kebat-kebit.
Kemudian kulanjutkan lagi, masih ada beberapa baris menanti.
'Kau tahu kenapa tangisan perempuan itu berharga?
Karena jika satu kali saja air mata kekasihmu terjatuh ke tanah maka semua alam bersedih dan bermuram durja. Sedangkan aku tak ingin menghapusnya dengan selembar sapu tangan saja melainkan menghapusnya dengan jabat tangan bersama walimu di depan penghulu."
Modyar. Senyumku ambyar. "Ogah ah. Aku masih mau sekolah Tuan S," ucapku dalam hati. Kemudian tidak kuteruskan lagi membacanya karena gombalannya kian serius tapi belum tentu becus kan?
Masih sesama murid kok coba-coba. Besok aku bertekad untuk mencari tahu siapa dia sebenarnya. Sorry sorry to say lelaki berinisial S, rayuanmu tak mempan karena aku lebih suka rayuan asal saja, asal bisa membuatku tersenyum membacanya.
Masalah akad nikah? Itu nanti saja ya. Belum cukup usia euy.
_Timit_
šššš
Inisial_S
Cerpen
Burung Kolibri berjajar di antara kabel-kabel yang menggelayut di atas pondok putri saat senja memerah menjelang Maghrib. Suara pujian kang santri sudah mengalun melalui toa masjid gede menandakan sebentar lagi suara azan akan berkumandang. Riuh ramai anak-anak pulang TPQ terdengar hingga lantai tiga, tempatku menjemur baju.
Suasana sore selepas sekolah diniyah seperti ini adalah suasana pas bagiku menjemur beberapa potong baju yang kucuci sekalian mandi. Posisi jemuran yang atapnya terbuka dengan celah-celah lobang di dinding pembatas bangunan membuatku puas menikmati udara sore, langit yang cantik dan suasana khusyuk untuk membaca selembar surat misterius, bahkan bisa berlembar-lembar. Tentunya setelah semua baju selesai dijemur. Biasanya beberapa teman-asal bukan pengurus-akan dengan senang hati ikut nimbrung. Goda dan tawa mereka menjadi sensasi tersendiri, tak jarang satu dari mereka bertugas mengawasi langkah kaki keamanan yang bisa tiba-tiba muncul begitu saja.
Namun, kali ini suasana sepi. Lembar surat dari seseorang berinisal S itu kubaca berkali-kali seorang diri.
'Kau tahu kenapa purnama selalu muncul di saat malam tanggal lima belas?
Karena jika muncul sebelum atau sesudahnya maka bentuknya tidak utuh lagi, sedangkan cintaku padamu utuh sampai nanti.'
Pipiku bersemu merah. Aku tahu isinya penuh dengan 'gombalan' tapi, hatiku girang bukan kepalang.
Kemudian kulanjutkan membacanya kembali.
'Setiap hari embun itu selalu menyapa mendahului pagi yang indah.
Kau tahu kenapa?
Karena semua yang indah itu pasti didahului letupan, getaran, serta pandangan yang berharga pertama kali.
Sedangkan embun di hatiku adalah kamu.'
Aku menggoyangkan kakiku kegirangan. Sialan! Pintar sekali lelaki berinisial S ini. Membuat hatiku kebat-kebit.
Kemudian kulanjutkan lagi, masih ada beberapa baris menanti.
'Kau tahu kenapa tangisan perempuan itu berharga?
Karena jika satu kali saja air mata kekasihmu terjatuh ke tanah maka semua alam bersedih dan bermuram durja. Sedangkan aku tak ingin menghapusnya dengan selembar sapu tangan saja melainkan menghapusnya dengan jabat tangan bersama walimu di depan penghulu."
Modyar. Senyumku ambyar. "Ogah ah. Aku masih mau sekolah Tuan S," ucapku dalam hati. Kemudian tidak kuteruskan lagi membacanya karena gombalannya kian serius tapi belum tentu becus kan?
Masih sesama murid kok coba-coba. Besok aku bertekad untuk mencari tahu siapa dia sebenarnya. Sorry sorry to say lelaki berinisial S, rayuanmu tak mempan karena aku lebih suka rayuan asal saja, asal bisa membuatku tersenyum membacanya.
Masalah akad nikah? Itu nanti saja ya. Belum cukup usia euy.
_Timit_
šššš






nona212 dan 3 lainnya memberi reputasi
4
290
5


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan