Bayangan akan terjangkit virus corona, sakit, dirawat, kemudian mati telah menghantu. Mulai dari salam siku yang mendunia hingga menjaga jarak dengan orang lain lebih dari satu meter.

Masker mahal hingga langka dari peredaran. Mencuri kesempatan mengambil keuntungan. Memanfaatkan kesulitan orang lain. Inovasi penggunaan masker yang bermacam-macam.

Rumah sakit mempersiapkan kamar, masker, desinfektan, hand sanitize disediakan. Alat pelindung diri bagi petugas kesehatan. Dan penerapan SOP kesehatan dengan ketat.

Di media sosial beredar cerita netizen yang melakukan tes virus corona COVID-19 ke rumah sakit dengan membayar Rp 700 ribuan. Satu cerita yang diunggah pada hari Jumat (13/3/2020) di Twitter misalnya sudah mendapat lebih dari sembilan ribu retweet dan mengundang 165 komentar. (Detik.com, 14/3/202) Padahal tes virus corona seperti tes kesehatan belaka, tes penyakit dalam.

Larangan berkumpul dengan banyak orang. Sekolah yang diliburkan. Padahal TBC juga menular dengan perantara kedekatan jarak. Tak segempar virus corona. Ancol dan monas ditutup sementara.

Kemudian salaman berubah jadi salam siku yang mendunia. Ada yang menghindari salaman. Hingga bank diminta tunda UKM bayar cicilan.

Usaha tangkal virus corona dengan berbagai cara. Jahe, jeruk penuh vitamin C bisa tangkal virus corona. Dan sebagainya.

Kepanikan menjadi liar. Masing-masing orang mencari selamat. Mencari cara menyelamatkan keluarga dan komunitasnya. Dengan cara kira-kira pastinya.

Tak ada yang pasti dengan virus corona. Mencuci tangan dengan cairan pembunuh kuman. Menjada kebersihan badan.

Sampai akhirnya WHO minta Jokowi bentuk umumkan darurat nasional corona dan bentuk gugus tugas. Adakah semua itu menghentikan penyebaran viris corona? Ternyata tidak.

Semua yang dilakukan hanya sebuah usaha dengan hasil yang belum terlihat nyata.

So, kehidupan berbangsa dan bernegara telah berubah gegap gempita karena virus corona. Mahluk sekecil itu mampu mengubah segalanya. Rasa takut, rasa cemas, rasa kebersamaan.

Jadi, karena virus corona benar. Karenanya kita berubah seketika. Ingin selamat dan menyelamatkan diri. Berusaha menghindari ganasnya virus corona. Tidak hanya sendiri, ingin mengajak sebanyak mungkin orang lain untuk terhindar dari virus corona. Apakah kita bisa?

Tak salahnya berusaha, namun jangan lupakan Tuhan sebagai pencipta. Penentu segalanya. Sakit adalah sebab sebuah kematian. Dan setiap yang bernyawa pasti akan mati. Tak ada yang dipungkiri.

Tinggal bagaimana menyikapi datangnya kematian. Siap mati karena telah melakukan kebajikan atau siap mati karena nekad untuk mengakhiri penderitaan. Semua kembali pada individu masing-masing.